Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

MA Pupuskan Asa Mantan Napi Korupsi

Golda Eksa
05/9/2018 09:28
MA Pupuskan Asa Mantan Napi Korupsi
(ANTARA/Ismar Patrizki)

PEMERINTAH dan penyelenggara pemilu satu suara dalam menyikapi polemik mengenai larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak menjadi calon anggota legislatif pada Pemilu 2019. Mereka sepakat penyelesaian persoalan itu diserahkan  kepada Mahkamah Agung. Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi khusus di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, kemarin.

Rapat yang dipimpin Menko Polhukam Wiranto itu dihadiri Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkum dan HAM Yasonna H Laoly, Ketua Komisi Pemilihan Umum RI Arief Budiman, Ketua Bawaslu RI Abhan, dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Harjono.

“Sudah ada kesepakatan. Pada akhirnya semua pihak akan meminta kepada MA untuk melakukan percepatan keputusan uji materi peraturan KPU, apakah ditolak atau diterima,” ujar Wiranto.

Menurutnya, pemerintah tidak dalam kapasitas menilai benar atau salah keputusan KPU melalui PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Pemerintah juga tidak dalam posisi untuk menilai sikap Bawaslu yang meloloskan sejumlah caleg berstatus mantan napi korupsi yang oleh KPU ditetapkan sebagai tidak memenuhi syarat (TMS).

“Kita satukan dalam satu visi, semangatnya sama, yaitu antikorupsi. Kuncinya itu di MA. Finalisasi di situ, langkah-langkah KPU dan Bawaslu nantinya bertumpu di situ (menunggu putusan MA),” paparnya.

Juru bicara MA Suhadi menuturkan pihaknya belum bisa menggelar persidangan uji materi PKPU, dan tetap mengacu pada UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam UU itu dijelaskan bahwa setiap proses ­persidangan terkait uji materi di MA wajib dihentikan bilamana masih ada proses uji materi UU di atasnya yang di MK.

“Di situ perlu dipahami bersama. Jadi, ketika UU Pemilu sedang dalam proses judicial review terhadap UUD, peraturan di bawah UU yang diuji di MA wajib dihentikan,” jelasnya.

Optimistis
KETUA KPU RI Arief Budiman optimistis MA akan ­sependapat mengenai keabsahan PKPU Nomor 20 Tahun 2018. “Ya, kami optimistis 100% tidak akan ada masalah. Siapa pun harus menghormati PKPU yang sudah dibuat. Meski ada perbedaan pendapat, saya pikir jalan keluarnya adalah putusan MA,” ujar Arief seusai rapat koordinasi khusus di kantor Menko Polhukam.

Namun, sambungnya, apabila MA justru sepakat dengan sikap Bawaslu yang meloloskan caleg berstatus TMS, diharapkan semua pihak menghormati keputusan tersebut.

Sementara itu, komisioner Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan keputusan Bawaslu mengizinkan bakal caleg mantan napi korupsi berpegang pada undang-undang yang berlaku. Bawaslu tidak mau melanggar logika hukum yakni UU merupakan hukum yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan PKPU.

“Kami dan KPU sebenarnya semangatnya sama, ingin agar tidak ada korupsi. Namun, terkait PKPU itu, sejak awal dirancang sebenarnya kami sudah meminta agar pasal yang melarang mantan napi korupsi jadi caleg tidak disertakan,” sebut Rahmat.

Menurut dia, penandata-nganan pakta integritas merupakan bentuk komitmen untuk mencegah terjadinya korupsi. Hal itu tidak bisa digunakan sebagai landasan pelarangan seseorang menjadi caleg. Kecuali bila pengadilan memutuskan mencabut hak politiknya dalam waku tertentu. (Pro/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya