Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkesan tidak konsisten dalam hal pelolosan bakal calon legislatif (caleg) mantan narapidana.
KPU berkeras menolak pencalonan bakal caleg mantan narapidana. Namun, di beberapa daerah, Bawaslu justru memutuskan pelolosan beberapa bakal caleg mantan narapidana.
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, mengatakan dalam mengambil keputusan, KPU dan Bawaslu harus bersikap konsisten dan adil bagi semua warga negara. Bila memutuskan tidak meloloskan, itu harus dilakukan secara total. Tidak boleh ada sebagian yang diloloskan.
“Yaa sebenarnya kan begininya, dalam mengambil satu keputusan itu semua harus adil. Kalau dibolehkan dibolehkan semua, tidak boleh maka tidak boleh semua,” ujar Fadli, di gedung DPR, Jakarta, Jumat, (31/8).
Fadli mengatakan, harus ada aturan yang jelas dan disepakati bersama dalam menangani hal tersebut. Meski sebenarnya undang-undang (UU) telah menyatakan jika semua warga negara berhak mencalonkan diri sebagai caleg.
“Saya kira semangat dari KPU untuk masalah caleg yang pernah terlibat korupsi itu bagus. Tapi kan harus ada kuat dukungan dari peraturan yang ada di atasnya. Jadi harus bersikap adil juga. Karena di sisi lain mereka juga sudah mengalami misalnya pembinaan di lapas dan sebagainya. Artinya hak warga negara untuk dipilih dan memilih itu jangan sampai direduksi,” ujar Fadli.
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, mengatakan peraturan KPU mengenai bakal caleg mantan narapidana tersebut sebenarnya telah keliru sejak awal. Tidak semestinya KPU membuat aturan yang bertentangan dengan UU.
“KPU yang salah karena dia membuta nilai yang tidak ada di UU. Dia berpretensi menjadi pembuat UU. Jadi KPU yang salah, saya sudah bilang dari awal KPU yang salah. Coba saja bawa ke MK atau MA. Juducial review saja. Pasti ditolak,” ujar Fahri.
Seperti diketahui, meski KPU melarang pencalonan bakal caleg mantan narapidana, Bawaslu justru meloloskan 5 caleg mantan narapidana untuk ikut pemilu 2019. Mereka berasal dari Aceh, Tana Toraja, Sulawesi Utara, Rembang, dan Pare-pare.
Pada masa pendaftaran bakal caleg, lima mantan koruptor di lima daerah tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU. Kelimanya lalu mengajukan sengketa pendaftaran ke Bawaslu dan Panwaslu setempat. Hasil sengketa menyatakan ketiganya memenuhi syarat (MS). (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved