Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Muhammadiyah: Parpol belum Bisa Menjadi Pilar Demokrasi

Fetry Wuryasti
09/8/2018 06:49
Muhammadiyah: Parpol belum Bisa Menjadi Pilar Demokrasi
(MI/ BARY FATHAHILAH)

SEKRETARIS Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan politik SARA yang berdasarkan survei Pusat Penelitian Politik LIPI menjadi penghambat Pemilu berkualitas di 2019, dapat dikurangi apabila peraturan Pemilu ditegakkan.

"Memang ini bersifat eksternal dan sementara. Karena itu dalam jangka panjang diperlukan pendidikan politik sejak dini. Pendidikan politik bisa dimulai sejak bangku pendidikan dan lembaga-lembaga sosial," ujarnya saat dihubungi, Rabu (8/8) malam.

Politik SARA juga terjadi karena politik dan partai politik dijadikan sebagai alat kekuasaan.

"Memang sangat disayangkan. Partai politik belum bisa menjadi pilar dan institusi demokrasi. Ada fenomena dimana partai politik lebih menekankan aspek populisme," katanya.

Dalam sistem demokrasi langsung, praktik politik SARA yang menjadikan suku dan agama sebagai komoditas dan instrumen politik sangat sulit dihindari.

Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara maju seperti Amerika Serikat masih sangat kuat. Kemenangan Donald Trump tidak terlepas dari isu SARA.

Dalam masyarakat yang masih belum matang dalam berdemokrasi, isu Sara cenderung lebih kuat. Isu SARA disebabkan oleh kuatnya ikatan primordial dan komunal.

Isu SARA berkurang apabila masyarakat memiliki kematangan dalam berdemokrasi dan rasional.

"Mereka menentukan pilihan dengan kritis berdasarkan atas program dan kualitas kandidat baik dari kompetensi maupun integritas. Yang tidak kalah pentingnya adalah peranan media massa. Bagaimana media menyosialisasikan pentingnya sikap kritis kepada masyarakat," tukas Abdul Mu'ti.

Sebelumnya Peneliti senior LIPI Syarief Hasan mengungkapkan munculnya isu SARA bukan terjadi karena adanya singgungan antar keyakinan masyarakat.

Kemunculan isu SARA merupakan hasil dari produksi elite parpol yang ingin memanipulasi masyarakat untuk kepentingan politik semata.

“Jadi bukan karena adanya singgungan masyarakat, melainkan karena SARA ini dimanipulasi elite parpol untuk kepentingan politik semata,” ujarnya.

Ia menilai demokrasi yang saat ini terjadi di Indonesia merupakan demokrasi yang bersifat ilusi.

Selain itu, ketika praktik berdemokrasi dijalankan, proses keterwakilan serta tujuan akhirnya jauh dari kata baik.

Penyebabnya lagi-lagi berasal dari elite parpol sebab para elite saat ini tengah mempraktikan sebuah sistem yang hanya mengambil hak suara politik masyarakat, tetapi minim realisasi kebijakan yang berpihak kepada rakyat.

“Elite ini cenderung memproduksi vote, tetapi tidak menghasilakan voice, yakni kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat,” ungkapnya. (X-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya