Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Parpol Lebih Mengutamakan Kemenangan

M Taufan SP Bustan
09/7/2018 09:22
Parpol Lebih Mengutamakan Kemenangan
(Sumber: KPU RI/Grafis: Caksono)

ANGKA keterwakilan perempuan di parlemen selalu menjadi perhatian dari pemilu ke pemilu. Pada pemilu pertama 1955, jumlah kursi perempuan sebanyak 5,06%, kemudian melonjak menjadi 11,4% pada Pemilu 1997. Memasuki era reformasi, calon anggota legislatif (caleg) dari unsur perempuan dipatok dengan angka 30% dari jumlah kursi. Namun, jumlah perempuan yang lolos menjadi anggota legistatif masih jauh dari angka (kuota) tersebut.

Pada Pemilu 2004, perempuan yang terpilih menjadi anggota DPR sebanyak 11,24%. Selanjutnya, pada Pemilu 2009, caleg perempuan yang terpilih meningkat jadi 18,21%. Setelah itu pada Pemilu 2014 keterwakilan perempuan justru menipis menjadi 17%.

Sekjen Kaukus Parlemen Perempuan RI Irma Suryani Chaniago mengungkapkan bahwa parpol tidak memiliki komitmen untuk mengajukan bakal caleg perempuan yang berkualitas dalam Pemilu 2019. Pasalnya, parpol kini lebih mengedepankan bagaimana partainya bisa menang dan memperoleh kursi di lembaga legislatif.

“Parpol tidak memiliki komitmen untuk mencalonkan kader (perempuan) yang bagus dan berkualitas, karena yang dibutuhkan saat ini adalah kursi, bukan kapasitas dan kapabilitas,” kata Irma kepada Media Indonesia di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurutnya, hal itu terjadi karena pemilu legislatif dan pemilu presiden dilakukan secara serentak. “Parpol itu yang penting dapat kursi, enggak melihat apakah dia berkualitas atau tidak. Nah, itu berbahaya,” tegasnyau.

Lebih lanjut, Irma menuturkan bahwa bakal caleg perempuan tidak hanya bersaing dengan bakal caleg laki-laki, tetapi juga bersaing dengan bakal caleg perempuan yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan. Misalnya, dengan gubernur, bupati, atau wali kota setempat.

Tak hanya itu, parpol pun lebih mengutamakan bakal caleg yang memiliki kemampuan finansial yang memadai. “Misalnya, pengusaha yang punya uang banyak. Walaupun ada kader yang berprestasi, partai enggak peduli.”

Atensi menurun
Direktur Eksekutif Perkum­pulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, menyebut ada penurunan atensi dan keinginan perempuan untuk maju sebagai caleg pada Pemilu 2019. “Berdasarkan komunikasi saya dengan para politikus perempuan, banyak yang mengakui bahwa ada penurunan atensi dan juga keinginan untuk maju menjadi caleg pada 2019,” terang Titi.

Dia menjelaskan ada sejumlah faktor yang menyebabkan hal tersebut. Misalnya, terkait dengan ongkos politik yang dianggap sangat berat bagi caleg perempuan. Selain itu, praktik politik uang dan juga ke­curangan maupun manipulasi suara juga menjadi alasan.

Para caleg perempuan, imbuh Titi, juga merasa tidak mendapatkan insentif dari parpol berupa penguatan kapasitas, pengawalan suara di lapangan, maupun dukungan kerja-kerja pemenangan.

Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Evi Novida menuturkan syarat 30% keterwakilan perempuan sudah diatur dalam PKPU No 20 Tahun 2018. Aturan tersebut menyebutkan bahwa setiap parpol wajib mengajukan dan memenuhi kuota 30% bakal caleg perempuan di setiap dapil sesuai dengan jumlah kursi yang ditetapkan.

Bila parpol tidak memenuhi ketentuan itu, tidak diperkenankan mengikutsertakan caleg mereka di dapil tersebut. “Aturan itu sudah ada di PKPU. Jadi, parpol harus memenuhi persyaratan itu,” tegasnya.

Evi menambahkan, caleg perempuan tidak boleh ditempatkan di nomor urut paling belakang. Penempatannya harus mengikuti model zipper atau berurutan. (Nur/Dro/P-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya