Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PILKADA 2018 memperlihatkan peta kekuatan baru yang lebih kuat bagi Presiden Joko Widodo. Menurut analis komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio posisi Jokowi sebagai petahana semakin kuat pascapilkada.
"Yang jelas posisi Jokowi sebagai petahana semakin kuat karena beberapa partai pendukung mendulang kesuksesan di kancah Pilkada meski PDIP sebagai pengusung utama sedikit melempem," kata Hendri di Jakarta, Sabtu (30/6).
Namun demikian, ia mengatakan tidak menutup peluang adanya calon lain yang dapat mengalahkan Jokowi pada Pemilu 2019 karena sifat pemilih di Indonesia yang umumnya sangat cair dan tidak bergantung pada partai politik.
"Peluang ada. Karena apapun itu kompetisi bisa menimbulkan kejutan," tuturnya.
Hendri mencontohkan upaya penggiringan opini dengan tanda pagar ganti presiden 2019 oleh kubu oposisi di media sosial cukup berhasil mendongkrak suara salah satu pasangan yang diusung di Pilkada. Hal ini menunjukkan pilihan masyarakat masih bisa berubah sewaktu-waktu tergantung gerakan mesin parpol serta figur.
"Tagar itu saya nilai cukup mengganggu. Terlebih jika nantinya memang ada alternatif capres lain," ungkapnya.
Di sisi lain lebih banyak pesaing dalam pilpres lebih baik menurutnya untuk kepentingan kemajuan demokrasi serta kepentingan pembangunan.
"Lebih banyak pesaing bagi Jokowi lebih baik. Adu gagasannya lebih banyak. Tapi sekali lagi Jokowi tidak perlu terlalu khawatir karena elektabilitas dirinya masih tinggi," ujar dia.
Banyaknya capres dalam pilpres pun hanya bisa terwujud jika gugatan uji materi tentang ambang batas dukungan parpol untuk mengusung presiden atau presidential threshold sebesar 20% di Mahkamah Konstitusi dikabulkan.
"Semoga MK mengabulkan. Kalau bisa 0% Saya kira tidak akan lebih dari empat pasang," terangnya. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved