Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
PENGAMAT terorisme dan mantan anggota Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas, menyatakan penertiban media sosial dan internet yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika selama ini sudah tepat. Di sisi lain, upaya meredam penyebaran hoaks dan ujaran kebencian juga dapat dilakukan dengan meningkatkan literasi media di masyarakat.
“Literasi media dalam meredam hoaks harus segera dilakukan selain juga menutup berbagai konten ujaran kebencian di internet melalui Kementerian Kominfo,” ungkap Nasir saat dihubungi Media Indonesia, kemarin (Jumat, 18/5/2018).
Nasir menilai minimnya literasi media di pengguna media sosial merupakan pemicu merebaknya paham radikal. Pasalnya, paham radikal sering berkaitan dengan berbagai pesan hoaks serta ujaran kebencian yang cenderung ditelan mentah-mentah oleh sebagian masyarakat.
“Masalahnya itu ada di penggunanya yang tidak bisa memilah mana yang hoaks dan pesan ujaran kebencian, apalagi melalui media sosial,” tambahnya.
Dikatakannya, para pelaku teror menganggap paham mereka yang paling benar. Mereka lalu menjadi enggan melakukan klarifikasi ataupun mencari informasi pembanding.
Nasir juga menyarankan masyarakat menghindari grup-grup media sosial yang terindikasi memuat pesan-pesan ujaran kebencian. Langkah itu dikatakannya bisa menjadi benteng awal dalam meredam penyebarluasan isu-isu radikalisme.
“Pesan media sosial itu cepat sekali menyebar. Individu bisa menyebarluaskannya dengan bebas. Saya minta masyarakat untuk segera keluar bila merasa tergabung dalam grup Whatsapp atau forum yang ada indikasi ke sana dan tidak ikut menyebarluaskan pesannya,” ujar Nasir.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira, menilai literasi media sosial sejak dini harus dilakukan secara intensif.
Terkait langkah penertiban internet, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan pihaknya telah meningkatkan kinerja mesin pengais konten negatif menjadi setiap dua jam sekali.
Pengaruhnya ialah hasil temuan situs-situs yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme menjadi lebih cepat diatasi.
“Saat ini kami semakin mengoptimalkan kerja mesin pengais konten negatif. Sudah ditemukan 1.285 kanal dan sudah dilakukan take down (penutupan). Tidak ada toleransi soal itu,” ujar Rudiantara di Jakarta, kemarin.
Rudiantara lalu meminta partisipasi masyarakat dengan melaporkan akun atau konten yang melanggar aturan lewat surat elektronik ke alamat [email protected].
Blokir Al Fatihin
Kemenkominfo antara lain telah memblokir akses terhadap buletin digital Al Fatihin terbitan kelompok IS yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia dalam bentuk berbagi berkas video dan situs web.
Bagian tengah buletin itu berisi tulisan ‘Surat Kabar Mingguan Berbahasa Indonesia, diterbitkan dari Daulah Islam’. Di pojok kanan atas halaman pertama buletin, tertulis ‘Edisi 10’.
Al Fatihin berisi berita-berita kegiatan kelompok IS, misalnya aksi kerusuhan di Mako Brimob Depok beberapa waktu lalu dan rangkaian bom bunuh diri di Surabaya baru-baru ini.
Buletin itu ternyata tidak dibuat di Indonesia, tetapi diterjemahkan oleh orang Indonesia yang ada di Suriah.
“Buletin tersebut dibuat di luar Indonesia, bukan dari sini. Itu ada orang Indonesia yang di Suriah,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, kemarin.
Setyo lalu mengimbau masyarakat agar tidak menyebarkan buletin tersebut. Ia juga meminta masyarakat yang menerima buletin Al Fatihin untuk segera menghapusnya. (Dhk/Mal/Nov/X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved