Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Efektivitas Hukuman Mati Diragukan

Dero Iqbal Mahendra
19/5/2018 07:34
Efektivitas Hukuman Mati Diragukan
Terdakwa kasus dugaan teror bom Thamrin Aman Abdurrahman dikawal ketat dalam sidang pembacaan tuntutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (18/5/2018).(MI/BARY FATAHILLAH)

SEJUMLAH pihak sepakat terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarman yang diyakini merupakan otak dalam sejumlah kasus teror di Tanah Air agar dihukum maksimal, tetapi tidak dihukum mati. Selain bertentangan dengan prinsip HAM, efektivitas hukuman mati terhadap terpidana terorisme belum terbukti mengurangi ancaman sejumlah teror.

“Saya setuju (terdakwa) dituntut hukuman yang berat karena terdakwa melakukan tindak pidana yang serius, tetapi bukan hukuman mati karena bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia,” terang Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat dihubungi tadi malam.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin, Aman dituntut hukuman mati. Jaksa yakin Aman merupakan otak dalam setidaknya lima kasus teror, seperti bom Gereja Oikumene di Samarinda (2016), bom Thamrin (2016), bom Kampung Melayu (2017), serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017).

Damanik meyakini upaya hukum bukan merupakan cara ampuh untuk memberantas kasus terorisme. Penanggulangan terorisme bisa dilakukan melalui pencegahan penyebaran ideologi yang mendorong aksi terorisme, khususnya yang menganggap tindakannya benar dan bahkan suci. Selain itu, harus ada upaya deradikalisasi yang melibatkan berbagai pihak serta merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada para korban.

“Tidak ada statistik yang mencukupi yang menunjukkan bahwa hukuman mati itu membuat kegiatan atau aksi kriminal terorisme ini berkurang. Hukuman maksimal di sini artinya bisa tanpa remisi dan pengurangan hukuman,” terang Ketua Setara Institute Hendardi ketika dihubungi di tempat terpisah.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto, juga mengakui tuntutan hukuman mati terhadap Aman tidak berpengaruh banyak terhadap pergerakan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Polri meyakini dampak dari tuntutan itu tidak terlalu signifikan dengan aksi serangan teror susulan.

‘’Sel-sel teroris itu dibangunkan dan menyerang itu bukan karena (pembacaan surat) tuntutan. Namun, pergerakan itu memang sudah lama. Tidak bisa arahan menyerang itu (dengan tuntutan),” tegas Setyo,

Tokoh utama JAD
Jaksa Agung HM Prasetyo menyebutkan Aman merupakan tokoh utama dalam jaringan JAD yang terafiliasi dengan kelompok Islamic State (IS).

“Kita melihat peran yang bersangkutan sangat signifikan. Dia­lah tokoh utama dalam jaringan JAD ini. Menurut penyidik kepolisian, JAD-lah yang ternyata terbukti pelaku pelaksanaan bom bunuh diri,” katanya.

Prasetyo menegaskan Aman merupakan pendukung utama IS di Suriah dan selalu menganggap pemerintah Indonesia sebagai negara kafir yang harus diperangi.

“Kita tunggu putusan hakim seperti apa. Semua bukti telah diuraikan. Yang ada pertimbangan memberatkan semua dan tidak ada yang meringankan,” pungkasnya.

Pada kesempatan itu, Prasetyo juga menegaskan eksekusi mati terhadap narapidana terorisme masih menunggu permasalahan hukum sudah selesai. “Ya, rasanya tinggal menunggu waktu yang tepat. Ini lagi bulan puasa, sebaiknya tidak membahas eksekusi mati,” katanya.

Saat ini ada dua terpidana mati terorisme, yakni Iwan Darmawan Mutho alias Muhammad Rois dan Ahmad Hasan terkait kasus bom di Kedubes Australia pada 2004.(Gol/Nov/Mal/X-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya