Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Biarkan Capres Memilih Wakilnya

Dwi Apriani
07/5/2018 07:10
Biarkan Capres Memilih Wakilnya
(Tim Riset MI/L-1/Grafis: CAKSONO)

DI tengah gencarnya persaingan sejumlah calon wakil presiden (cawapres) berebut pengaruh di hadapan publik, sejumlah elite partai menilai lebih baik bila calon presiden (capres) memilih figur cawapres yang dinilai paling cocok mendam pinginya selama lima tahun.

Sebagaimana penegasan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Dalam konsolidasi Partai NasDem Provinsi Sumatra Selatan, kemarin, Surya memberi mandat sepenuhnya kepada Joko Widodo untuk menentukan siapa cawapres yang mendampinginya pada 2019-2024.

"Urusan cawapres itu urusannya capres-nya NasDem. Siapa pun berhak dan pantas mendampingi Jokowi baik dia ekonom, militer atau santri. Sama saja," kata Surya.

Senada dengan Wakil Ketua Golkar Bambang Soesatyo yang menegaskan pada prinsipnya Golkar sepenuhnya membebaskan Jokowi memilih siapa cawapresnya. "Terserah memilih Golkar sebagai pasangannya selama lima tahun ke depan atau calon dari partai lain."

Hanya, Ketua Fraksi Golkar di DPR Melchias Markus Mekeng mengatakan pihaknya perlu menunggu putusan MK terkait rencana untuk mencalonkan kembali Jusuf Kalla dalam Pilpres 2019. "Kami perlu penafsiran MK. Apakah hanya dua periode berturut-turut atau bisa lebih jika diselingkan satu periode."

Adapun PDIP berpendapat selain faktor elektoral, untuk memilih cawapres perlu mempertimbangkan kompetensi fungsional. "Artinya, dia bisa bekerja sama dan memberi rasa nyaman kepada presiden lima tahun ke depan," ungkap Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira.

Banyaknya petinggi partai maupun figur publik yang menginginkan jabatan cawapres, menurut pakar psikologi politik Hamdi Muluk, karena posisi capres sudah tidak mungkin memunculkan figur lain di luar Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

"Koalisi Jokowi sudah deklarasi. Gerindra dan PKS sudah satu paket. Pun hasil survei, elektabilitas tinggi didominasi Jokowi sekira 52% dan Prabowo 20%. Kalau orang masih mengincar capres menangnya kecil. Jadi, mendingan mengincar posisi cawapres," ujar guru besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu.

Sementara itu, politikus Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengakui ada sejumlah nama cawapres bagi Prabowo. Ada sembilan nama dari PKS, PAN satu nama, PKB satu nama, dan Gerindra dua nama, yakni Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo.

"Gerindra ingin cawapres yang meningkatkan elektabilitas capres. Selain itu, dapat menaikkan perolehan suara bahkan kalau bisa mengalahkan petahana. Kami inginkan semua itu," tandas Riza.

Di sisi lain, tidak biasa-biasanya Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan dirinya sebagai cawapres dalam Pilpres 2019.

"Saya cuma bisa mengingatkan kalau bukan saya (cawapres) dikhawatirkan (Jokowi) bisa kalah," kata Muhaimin yang biasa dipanggil Cak Imin itu, Sabtu (5/5).

Sepertinya Cak Imin tengah berupaya menepis keraguan sejumlah kalangan yang selama ini mengabaikan dia ketimbang nama-nama lain seperti Ketua Komando Satgas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Panglima TNI periode 2015-2017 Gatot Nurmantyo, dan Ketua MK periode 2008-2013 Mahfud MD (grafik).

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyambut positif harapan Cak Imin itu. "Cak Imin cawapres sudah lebih dari pantas. Saya pendukung Cak Imin."

Akan tetapi, Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi meluruskan

pernyataan Zulkifli Hasan tersebut. "Kami baru memutuskan siapa cawapres pada rakernas ke-3 PAN Juni nanti. Figur cawapres itu menjadi bagian penting untuk memenangi kompetisi di pilpres. (Pol/Nur/Opn/*/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya