Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

UU MD3 Dinilai Meresahkan Publik

Nur Aivanni
04/5/2018 08:35
UU MD3 Dinilai Meresahkan Publik
Para pemohon hadir dalam sidang permohonan uji materi Undang- Undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) di ruang sidang utama gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Medan Merdeka Barat, Jakarta, kemarin.(MI/SUSANTO)

FREDRIK Radjawane menilai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) meresahkan publik. Pasalnya kewenangan yang ada di dalamnya tidak berperikemanusiaan dan berperikeadilan.

Oleh karena itu, menurutnya, UU MD3 perlu dilakukan revisi kembali oleh pembentuk UU baik pemerintah maupun DPR.

Hal itu sebagaimana yang dialami keluarganya saat menuntut keadilan atas tindakan yang dilakukan anggota DPRD Maluku Tengah Jimmy G Sitanala.

Dalam sidang, ia menceritakan kronologi bagaimana implementasi UU MD3 tersebut. Pukul 06.00 WIT pada 25 Maret 2018, tuturnya, keponakannya yang bekerja sebagai tukang ojek tertabrak oleh anggota DPRD Maluku Tengah di Desa Passo, Kota Ambon.

Ia kemudian mengurus jenazah keponakannya yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri di kampung halamannya di Pulau Haruku. Setelah itu, ia kembali ke Ambon untuk menanyakan kelanjutan perkara penabrakan keponakannya di Polres Ambon.

"Di situ saya menanyakan, bagaimana kelanjutan perkara terhadap penabrakan anak saya ini, Pak?" kata Fredrik yang mencoba mengingat kejadiannya saat bersaksi dalam sidang uji materi UU MD3, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.

Ia mengaku memang polisi saat itu memeriksa anggota dewan tersebut. Sayangnya, legislator tersebut tidak ditahan dengan alasan belum ada izin dari gubernur setempat sebagaimana diatur dalam UU MD3.

"Apa itu Undang-Undang MD3? Ini orang sudah meninggal, saya ini masyarakat awam, Pak. Saya kurang mengerti tentang UU MD3 ini, Pak" kata Fredrik saat itu kepada polisi.

Ia dijanjikan bahwa izin gubernur tersebut akan keluar dalam waktu tiga hari. Namun, hingga 20 hari izin tersebut pun tak kunjung keluar. Izin baru keluar pada 15 April. "Sekitar 20 hari. Dia tidak ditahan makanya kita dari pihak korban ini merasa kesal. Kita merasa resah tentang UU MD3 ini," jelasnya.

Menangis

Sebab tak kuasa mengingat kejadian yang dialami keponakannya, sembari menangis, Fredrik memohon kepada majelis hakim agar putusannya nanti bisa ditindaklanjuti dengan revisi terhadap UU MD3 tersebut. "Pak Hakim Yang Mulia, saya mohon semoga kejadian ini biarlah berakhir pada saya, Pak. Jangan lagi berlaku kepada masyarakat yang lain lagi," mohonnya dengan agak terisak.

Untuk diketahui, Fredrik Radjawane ialah saksi yang dihadirkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Permohonan yang diajukan PSI tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 17/PUU-XVI/2018. Pemohon melakukan uji materi terhadap Pasal 73 ayat (3), Pasal 122 huruf l, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3.

Seusai sidang, Koordinator Jaringan Advokasi Rakyat (Jangkar) Solidaritas yang mewakili PSI Kamaruddin mengatakan bahwa hingga kini Jimmy belum juga diperiksa polisi lantaran terbentur dengan UU MD3.

Kepolisian, katanya, belum mengirimkan surat meminta izin untuk pemeriksaan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPRD Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya