Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
ADITYA Anugrah Moha, terdakwa perkara suap kepada Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono, meminta maaf. Ia mengaku menyuap semata demi menjaga martabat ibunya, mantan Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan.
"Saya mohon maaf, saya harus mengambil langkah ini bukan karena niat saya, bukan karena niat jahat saya. Tapi, saya ingin membela kebaikan muruah nama baik seorang ibu," kata Aditya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, kemarin.
Politikus Partai Golkar itu juga meminta kepada masyarakat Sulawesi Utara (Sulut) agar mengampuninya lantaran menjadi pesakitan di meja hijau. Kepada para saksi yang hadir, Aditya juga menitipkan salam untuk masyarakat Sulut.
"Tolong salam hormat dan doakan saya. Saya bersedia kembali bersama keluarga dan masyarakat Sulawesi Utara," tutur dia.
Aditya Anugrah Moha didakwa menyuap Sudiwardono sebesar S$120 ribu. Suap itu bertujuan memengaruhi putusan hakim agar memenangkan banding Marlina Moha Siahaan.
Dia meminta kepada Sudiwardono agar tidak menahan ibunya dengan alasan sakit. Ia juga menginginkan Sudiwardono menjadi hakim pada tingkat banding terhadap perkara Marlina dan meminta ibunya diputus bebas.
Uang tersebut kemudian diberikan Aditya kepada Sudiwardono secara bertahap. Awalnya, ia menyerahkan uang sebesar S$80 ribu di kediaman Sudiwardono di Yogyakarta.
Ia kembali menyerahkan uang sebesar S$30 ribu saat keduanya bertemu di Hotel Alila, Jakarta. Aditya juga menjanjikan akan memberi uang sebesar S$10 ribu jika Sudiwardono memutus bebas ibunya.
Aditya pun didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dicecar jaksa
Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar saksi yang dihadirkan dalam persidangan Aditya Anugrah Moha soal teror terhadap rumah dinas eks Wakil Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Manado, Siswandriyono. Empat saksi yang dihadirkan tim kuasa hukum Aditya mengaku tak mengetahui hal tersebut.
Dalam sidang kali ini, tim kuasa hukum menghadirkan empat saksi meringankan untuk politikus Partai Golkar itu. Keempatnya ialah Wakil Wali Kota nonaktif Kotamobagu Zainudin Damopolii, dokter Taufik Pasiak, tokoh adat Bolaang Mongondow Opal Paluda, dan ustaz Mushahib Lakoda.
"Saya ingin minta informasi, rumah dinas Wakil Ketua PT Manado dirusak, dibongkar, tapi barang tidak ada hilang, para saksi ini tahu enggak?" tanya jaksa.
Para saksi mengaku tidak mengetahui soal teror tersebut. Mereka juga tak mendengar informasi kejadian itu di Manado. "Tidak tahu," jawab keempatnya.
Sebelumnya, Siswandriyono yang sempat dihadirkan sebagai saksi dalam perkara ini mengaku mendapat ancaman teror dari orang tidak dikenal di kediamannya. Teror itu didapat seusai ia memberikan vonis lebih berat atas banding Marlina Moha Siahaan.
Marlina ialah ibu kandung Aditya. Mantan Bupati Bolaang Mongondow itu juga sempat terjerat oleh kasus korupsi TPAD Kabupaten Bolaang Mongondow.
"Ketika kami ada kongres di Bandung, di rumah (Manado) diobrak-abrik. Sekarang rumah ditempati Pak Lexi, bukan saya yang merusak," ujar Siswandriyono saat itu.
Ia telah melaporkan teror tersebut ke Polda Sulawesi Utara. Akibat teror tersebut keluarganya ketakutan sehingga menyewa kamar hotel.
Di sisi lain, tokoh adat Bolaang Mongondow Opal Paluda mengatakan Aditya merupakan sosok yang dermawan. Aditya disebut tidak segan membantu masyarakat daerah tempat tinggalnya. (Medcom/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved