Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
SPEKULASI perihal calon alternatif selain Prabowo Subianto sebagai penantang Joko Widodo di Pilpres 2019 memang terus bermunculan. Namun, sosok Prabowo masih merupakan lawan terkuat bagi Jokowi nanti.
Pengamat politik M Qodari mengatakan hasil seluruh survei menunjukkan hanya ada dua orang yang menjadi kandidat kuat di Pilpres 2019, yakni Jokowi dan Prabowo. Meski belum menentukan siapa wapres yang bakal menjadi pendamping, masyarakat Indonesia menilai dan mengharapkan satu dari kedua figur itu menjadi pemimpin berikutnya.
Qodari menegaskan sejauh ini hanya Jokowi dan Prabowo yang terus dibicarakan di publik. "Dari semua survei termasuk Indobarometer (yang dipimpin Qodari, hanya dua nama itu. Lawan terberat, terbesar, dan terkuat (buat Jokowi) itu hanya Prabowo Subianto," ujarnya.
Menurut Qodari, Jokowi dan Prabowo merupakan kontestan kelas berat dalam pilpres, sedangkan yang lain hanya kelas ringan dan tidak ada yang kelas menengah. Selain keduanya, tidak ada lagi sosok capres yang tepat untuk terjun jika dilihat berdasarkan hasil survei.
"Jadi, kelas menengah itu kosong, yang ada hanya kelas ringan. Ya, itu dia yang masuk ke survei seperti Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan. Kalau kelas ringan itu, otomatis tidak mampu untuk melawan Joko Widodo," cetus Qodari.
Sebagai petahana, Jokowi sudah dipastikan mendapatkan perahu untuk kembali bertarung di pilpres, sedangkan Prabowo baru sekadar menyatakan kesiapan menerima mandat sebagai capres dari partainya, Gerindra. Untuk bisa mengusung Prabowo, Gerindra mesti berkoalisi dengan partai lain, termasuk yang paling mungkin, yakni PKS. Hanya PKS bersedia berkoalisi dengan syarat jika mendapat jatah cawapres.
Namun, menurut Qodari, PKS sulit untuk menekan Gerindra karena mereka tak akan mudah berkoalisi dengan partai lain seperti PAN atau PKB. PKS dan Gerindra dinilai sudah sangat ideal sebagai koalisi, belum lagi jika ditambah PAN. Karena itu, apa yang dilakukan PKS saat ini hanya bagian dari tawar-menawar dengan Gerindra.
Bukan king maker
Meski dinilai sebagai lawan terberat bagi Jokowi, bukan berarti tidak ada yang menginginkan agar Prabowo menarik diri dari kontestasi. Salah satunya ialah presiden ke-6 RI yang kini menjadi orang nomor satu di Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean di akun Twitter-nya, SBY ingin Prabowo naik kasta dengan menjadi king maker.
"Pak SBY tdk kuatir Prabowo menang, tp pak SBY kuatir Prabowo kalah. Maka itu pak SBY sebetulnya ingin Pak Prabowo naik kasta jd King Maker. Calonkan yg lbh mampu kalahkan Jokowi, mk SBY akan bersama Prabowo. Jendral tentu tau strategi berperang. Bkn sekedar maju ke medan laga," kicau Ferdinand.
Akan tetapi, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menandaskan bahwa Prabowo sudah menerima mandat dari partainya untuk maju sebagai capres dan itu tak mungkin berubah. Prabowo, kata dia, juga tak pernah menyampaikan keinginan menjadi king maker.
"Proses setiap parpol kami tahu, kami hargai, tetapi Gerindra sudah final. Tentang bab king maker itu tertutup, bab tentang cawapres juga tertutup. Pak Prabowo maju sebagai capres," terang Fadli di Gedung DPR, Senayan.
Pekan depan, Prabowo akan menyambangi PKS untuk membicarakan koalisi di Pilpres 2019. Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad memastikan Gerindra tetap akan berkoalisi dengan PKS dan tidak khawatir dengan konsistensi sekutunya itu untuk terus bekerja sama. (Nov/X-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved