Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
ANGGOTA Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, menyebutkan adanya penyimpangan dan penyelewengan kewenangan yang dilakukan oleh oknum di dalam KPK bukan cerita baru. Bahkan, selama ini geng oknum itu menutup rapi kebusukan-kebusukan yang dilakukannya dengan memanfaatkan dukungan dan kepercayaan publik terhadap Lembaga Anti Rasuah Indonesia.
"Serapi-rapinya kebusukan dikemas dan ditutupi pasti akan terendus dan terbongkar. Masalah waktu saja. dan itu sudah menjadi hukum alam," kata Masinton kepada Media Indonesia, Sabtu (7/4).
Ia menjelaskan, pansus angket KPK dibentuk oleh institusi DPR karena selama ini banyak laporan yang masuk dari masyarakat kepada Komisi III DPR yang membidangi masalah Hukum, Keamanan dan HAM. Perihal adanya praktik penyimpangan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh oknum KPK.
"Mereka bekerja di luar koridor hukum acara pidana dengan memanfaatkan kesucian tugas atas nama pemberantasan korupsi," jelasnya.
Praktik pembocoran dokumen BAP (berita acara pemeriksaan), penggunaan anggaran KPK yang tidak sesuai peruntukannya (hasil temuan audit BPK), penyalahgunaan penyadapan. Ia mebambahkan, hingga merekayasa saksi palsu adalah segelintir fakta adanya tindakan penyimpangan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh oknum KPK.
"Ketidak profesionalan kerja oknum didalam KPK terpelihara rapi dengan memanfaatkan sentimen publik yang sesungguhnya bosan dengan perilaku korupsi," paparnya.
Dalam pengamatannya, modus operasi oknum bandit berjubah KPK itu bermain dengan menciptakan geng atau kelompok yang berjejaring di internal KPK maupun eksternal KPK.
"Mereka jago memainkan tekhnik propaganda dengan menciptakan banyak buzzer-buzzer di eksternal, baik cara online maupun offline," sebutnya.
Target penggalangan eksternal, katanya untuk membentuk opini dan persepsi ke publik bahwa yang dikerjakan oleh kelompok geng oknum bandit berjubah KPK itu selalu benar dan mutlak harus dibenarkan.
"Sebaliknya, yang mengkritisi ketidak-profesionalan oknum tersebut akan di-bully oleh buzzer-buzzernya melalui mobilisasi akun-akun anonim sosial media dengan tuduhan anti pemberantasan korupsi dan pro koruptor," lanjutnya.
Ia menambahkan, buzzer-buzzer offline digerakkan untuk aksi demo-demo segelintir orang atas nama masyarakat seakan-akan membela KPK dengan tagline save KPK.
"Cara-cara usang kerja KPK yang mengedepankan penindakan kasus dibawah 1 miliar rupiah, hanya berupa reality show yang tidak menghasilkan kinerja pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi lebih baik," terangnya.
Apalagi dalam 3 tahun ini ranking pemberantasan korupsi Indonesia di level internasional mengalami penurunan, dari peringkat 90 menjadi 96. Peringkat pemberantasan korupsi negara Indonesia di Asean kalah dibandingkan Singapura, Malaysia, Brunei bahkan dikalahkan oleh negara Timor Leste.
"15 tahun keberadaan KPK sebagai institusi pemberantasan korupsi abai membangun sistem pencegahan korupsi. Gagal mengembalikan kerugian negara sebesar-besarnya sesuai amanat UU Tipikor," kata politikus PDIP.
"Pemberantasan korupsi yang cuma mengandalkan penindakan dengan mengabaikan aspek pencegahan adalah kegagalan KPK dalam membangun sistem pemberantasan korupsi di negara kita. Bukankah mencegah lebih baik dibanding mengobati?" pungkasnya. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved