Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.
WACANA Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melarang mantan terpidana kasus korupsi menjadi calon legislatif, baik di DPR maupun DPRD provinsi dan kabupaten/kota, dinilai bertujuan baik, tetapi harus dipastikan apakah bertentangan dengan undang-undang atau tidak.
Menurut Komisioner KPU Ilham Saputra di Jakarta, kemarin, wacana larangan yang akan diatur dalam peraturan KPU (PKPU) itu muncul karena adanya usulan dari LSM dan masyarakat sipil agar koruptor tak bisa lagi ikut dalam pencalonan pileg. Tujuannya agar masyarakat mendapatkan kandidat yang lebih baik.
"Ini sedang kita kaji lagi. Apakah ini bertentangan dengan UU yang ada, apakah bertentangan dengan KUHAP atau dengan produk hukum lain? Itu akan kita kaji lagi," ujar Ilham.
Soal bisa tidaknya bekas terpidana mencalonkan diri sebagai anggota dewan sudah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tetapi bersifat umum. Dalam Pasal 240 ayat 1 huruf g disebutkan syarat bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota ialah tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Ilham menyebut kemungkinan pencabutan hak untuk mencalonkan diri bagi koruptor menjadi sesuatu yang permanen masih terbuka. Meski kadang salah satu putusan pengadilan sudah memasukkan hal itu, KPU akan berusaha mengatur agar publik bisa memilih calon yang relatif bersih.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini pun mendukung wacana tersebut. Menurutnya, larangan itu tidak bertentangan dengan UU, tetapi justru menjadi bagian dari upaya mewujudkan pemilu yang berintegritas.
''Ketika seseorang sudah mendapat ruang untuk menjabat, tetapi tetap melakukan korupsi, sebetulnya hal itu jauh dari nilai Pancasila dan konstitusi. Ini menjadi ruang yang bisa dimanfaatkan KPU untuk mengatur mantan narapidana korupsi untuk kembali masuk ke kancah politik,'' ucap Titi.
Titi juga melihat bahwa aturan PKPU tersebut tidak akan bertabrakan dengan aturan di atasnya karena hal itu merupakan kewenangan atribusi untuk mengatur ketentuan lebih lanjut sebagaimana yang dijamin oleh UU. Pasal 4 UU tentang Pemilu menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan pemilu bertujuan, salah satunya, untuk memujudkan pemilu yang adil dan berintegritas.
"Apa yang dilakukan KPU tidak mencabut hak politik seseorang. Kita harus melihat proteksi yang ingin dilakukan oleh KPU, yakni keberpihakan dalam mewujudkan pemilu yang berintegritas,'' tandas Titi.
Pantang bertentangan
Wakil Sekjen PPP yang juga anggota Komisi II DPR Ahmad Baidowi mengingatkan KPU tidak boleh bertentangan dengan UU dalam menyusun PKPU. Menurutnya, jika mengacu pada Pasal 240 ayat 1 huruf g, tidak ada pembedaan perlakuan mantan narapidana dari kasus apa pun.
''Jika memang KPU mau mendorong hal itu, akan lebih baik dibahas secara terbuka melalui rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR. Komisi II akan menunggu KPU memasukkan drafnya. Jadi, sebaiknya dibahas mendalam di RDP agar tidak bias informasi di publik," tutur Baidowi.
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Soedarmo mengingatkan bahwa setiap PKPU harus memiliki dasar dari UU.
"Kalau masih wacana, sih boleh-boleh saja, tetapi dalam peraturan perundang-undangan kan diamanatkan bahwa pasal-pasal di PKPU itu tidak boleh bertentangan dengan UU di atasnya.''
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved