Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Kampanye Untungkan Petahana

Richaldo Y Hariandja
28/3/2018 06:00
Kampanye Untungkan Petahana
(MI/Susanto)

DIREKTUR Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengkritik peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang membatasi kampanye calon kepala daerah. Aturan yang ada sekarang dinilai menguntungkan incumbent (petahana) ketimbang penantang.

"Pilkada serentak ini kehilangan gregetnya karena pasangan itu sosialisasinya dibatasi KPU. KPU pegang wilayah dan otoritas sehingga petahana lebih diunggulkan," ungkap Burhanuddin dalam Seminar Nasional bertajuk Pilkada Berintegritas: Menolak Politik Uang dan SARA, di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan, Banten, kemarin.

Dia mengakui tujuan yang ingin dicapai KPU melalui aturan tersebut positif. Namun, cara seperti itu akan lebih efektif ketika pasangan calon yang bertarung memiliki tingkat keterkenalan yang sama.

Pendatang baru, lanjutnya, pasti selalu kalah dari petahana dari segi keterkenalan di mata publik. "Saya tahu ini niatnya baik untuk membuat mereka yang modalnya sedikit dan terbatas bisa maju dalam pilkada dan punya kans menang, sama dengan yang pasangan bermodal besar. Tapi, masalahnya, kalau keterkenalan minim, masyarakat pasti pilih yang lebih mereka kenal (petahana) sekalipun kinerjanya buruk."

 

Calon tunggal

Burhanuddin juga menyoroti fenomena maraknya calon tunggal pascaputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIII/2015. Putusan tersebut menyatakan secara tegas bahwa anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mengundurkan diri sejak ditetapkan menjadi calon kepala daerah. "Dari situ terjadi penurunan peserta pilkada," ucapnya.

Fenomena tersebut, lanjutnya, dinilai lumrah karena para anggota dewan enggan mengambil risiko, apalagi peluang menang tidak terlalu terbuka.

Itulah sebabnya Pilkada 2016 hingga 2018 muncul calon tunggal yang dikatakan melawan entitas demokrasi. "Karena mereka melawan kotak kosong, mana ada pertarungan melawan kotak kosong, dan dari pengalaman tidak ada peserta yang dikalahkan kotak kosong," cetusnya.

Pada akhirnya, sambung Burhanduddin, masyarakat dirugikan karena diberikan pilihan terbatas untuk menentukan kepala daerah.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat Abhan mendorong lembaga pemantau pemilu ikut memantau pilkada dengan calon tunggal, meski potensi pelanggarannya mi-nim. "Pikada di daerah dengan calon tunggal, satu-satunya yang punya legal standing untuk mengajukan gugatan sengketa hasil ialah lembaga pemantau," urai Abhan.

Bawaslu, kata dia, punya tugas dan tanggung jawab terhadap keberhasilan Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. Mengingat cakupan yang luas, Bawaslu memerlukan bantuan LSM yang berperan sebagai pemantau. "Harapan kami ada lembaga pemantau yang akan mendaftar, dan kalau dalam pelaksanaan ada yang kurang beres, satu-satunya yang punya tanggung jawab ialah lembaga pemantau."

Ia menyatakan semakin banyak pemantau akan semakin baik. Untuk daerah dengan calon tunggal, minimal mempunyai satu pemantau. "Harapan kami, pilkada di daerah dengan calon tunggal, minimal ada satu pemantau," ucapnya.

Dalam Pilkada Serentak 2018 terdapat 13 daerah yang memiliki calon tunggal. "Pada 27 Juni mendatang mereka akan melawan kotak kosong," ujar Abhan.  (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik