Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Jokowi Jangan Terjebak Manuver

Dero Iqbal Mahendra
07/3/2018 08:51
Jokowi Jangan Terjebak Manuver
(Patung Lilin Jokowi di Madame Tussauds Hong Kong -- AFP/POON WAI NANG)

PENDAFTARAN pasangan calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pilpres 2019 tinggal lima bulan lagi (Agustus 2018). Jagat politik nasional mulai bergemuruh oleh manuver sejumlah tokoh yang mengincar posisi capres dan cawapres. Persaingan untuk menjadi cawapres berlangsung ketat, sedangkan capres masih terfokus pada dua tokoh utama, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Menurut peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris, ada empat kelompok bakal cawapres yang berpeluang mendampingi Jokowi di Pilpres 2019. Hal itu disampaikannya dalam diskusi yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW) bertajuk Pencalonan Pilpres 2019: Menantang Gagasan Antikorupsi dan Demokrasi, di kantor ICW, Jakarta, kemarin.

Empat kelompok itu, kata dia, pertama, para ketua umum parpol pendukung Jokowi, seperti Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PPP Romahurmuziy, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketum PAN Zul-kifli Hasan. "Di kelompok ini ada ketua umum dan ketua dewan pembina parpol," kata Haris.

Kelompok kedua, yakni mereka yang berasal dari anggota kabinet. Di antaranya Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.

Kelompok ketiga, yakni tokoh masyarakat, tokoh perempuan, atau pimpinan organisasi kemasyarakatan. Ia menyebut nama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Yeni Wahid (putri Gus Dur), Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie, Ketua Umum PBNU, dan Ketua Umum Muhammadiyah.

Selanjutnya, kelompok keempat, yakni tokoh-tokoh yang terekam hasil survei publik seperti putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Dari empat kelompok tersebut, jelas Haris, perlu kejelian Jokowi untuk perlu memilih cawapres yang bisa menutupi kelemahan pemerintahannya selama ini. Dia menyebut kelemahan pemerintahan Jokowi ada pada aspek penegakan hukum, seperti pemberantasan korupsi, HAM, dan demokrasi. "Jadi calon wakil presiden pendamping Jokowi harus dalam konteks menutup kelemahan itu," paparnya.

Dalam kaitan itu, Haris berharap Jokowi tidak memilih pendamping karena terjebak faktor koalisi, elektabilitas, atau kepentingan jabatan. "Kalau terjebak kepentingan jangka pendek, bangsa ini tidak dapat apa pun dari kontestasi pilpres mendatang," cetusnya.

Bertemu Jokowi

Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Pemenang-an Pemilu Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), kemarin, menemui Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Wasekjen Partai Demokrat Rachlan Nasidik mengatakan kedatangan AHY untuk menyampaikan undangan Rapimnas Partai Demokrat yang akan berlangsung pada 10-11 Maret 2018 mendatang di Sentul, Bogor, Jawa Barat.

"Rapimnas akan membahas konsolidasi pemenangan di pilkada dan program untuk Pilpres 2019. AHY dijadwalkan akan memberikan pidato politik pada hari terakhir rapimnas. Rapimnas akan keluarkan rekomendasi politik yang lebih dekat dengan politik kebangsaan dan kesejahteraan daripada politik kekuasaan," jelas Rachland.

Lebih lanjut, kata dia, tidak tertutup kemungkinan partainya membuat poros baru bersama Partai Amanat Nasional di pilpres mendatang.(Pol/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik