Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
MAHKAMAH Agung (MA) menggelar rapat Laporan Tahunan 2017 dihadapan Presiden RI Joko Widodo dan para pejabat tinggi negara di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta.
Ketua MA Hatta Ali mengungkapkan laporan tahunan ini merupakan laporan pertanggungjawaban MA kepada publik. Adapun dua hal yang menjadi fokus dalam penyampaian Laporan Tahunan MA tahun 2017 adalah aspek integritas dan kualitas pelayanan publik dalam pelaksanaan kemandirian badan peradilan.
"Masalah integritas menjadi masalah mendasar. Di era modern ini, masyarakat dapat melihat putusan hingga siapa hakim pemutusnya. Badan peradilan tidak hanya dituntut berdasarkan asas peradilan, tetapi juga memberikan pelayanan berkualitas," ujar Hatta dalam pidato pembukaannya di Gedung Cendrawasih, JCC, Jakarta, Kamis (1/3).
Hatta mengatakan penyelenggaraan peradilan merupakan bagian pelayanan kepada masyarakat, khususnya pencari keadilan. Badan peradilan tidak hanya dituntut menyelenggarakan peradilan sesuai asas peradilan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan tetapi juga dituntut menyelenggarakan peradilan berkualitas.
"Peradilan tidak hanya didorong untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak warga sipil dan menegakkan asas-asas peradilan, tetapi juga didorong untuk memenuhi tujuan asas-asas pelayanan publik," tandasnya.
Pada kesempatan itu, Hatta mengungkapkan bahwa selama tahun 2017 pihaknya telah berhasil memperoleh capaian yang positif dengan memberikan kontribusi kepada keuangan negara Rp18.255.338.828.118. Dana itu berasal dari pidana denda dan uang pengganti dalam perkara pelanggaran lalu lintas, pidana korupsi, narkotika, kehutanan, perlindungan anak, perikanan, pencucian uang dan lain-lain.
Menurut Hatta Ali, jumlah pidana denda dan uang pengganti tersebut mengalami kenaikan lebih dari 14 kali lipat dibandingkan jumlah denda dan uang pengganti yang dijatuhkan pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp4.482.040.633.945. Denda dan uang pengganti tersebut dijatuhkan dalam perkara pidana pada peradilan umum dan perkara pidana pada peradilan militer.
"Selain sebagai kontribusi bagi keuangan negara, kenaikan jumlah uang pengganti yang dijatuhkan tersebut merupakan bukti MA dalam pemberantasan tindak pidana yang mengakibatkan kerugian negara dan sebagai upaya MA dan memulihkan keuangan negara," tandasnya.
Lebih lanjut kata dia, selain memberikan kontribusi keuangan kepada negara, sisa perkara tahun 2017 juga menjadi yang terendah sepanjang sejarah MA yaitu sebanyak 1.388 perkara, yang artinya lebih kecil dibandingkan sisa perkara tahun sebelumnya sebanyak 2.357 perkara.
Berdasarkan data sisa tunggakan di MA sejak 6 tahun terakhir terus mengalami penurunan yang cukup siginifikan. Terlebih, sambung dia, jika dibandingkan dengan sisa tunggakan pada tahun 2012 sebanyak 10.112 perkara, maka dalam kurun waktu 6 tahun tersebut MA telah mampu mengikis lebih dari 86% sisa perkara.
"Penurunan jumlah sisa perkara dari tahun ke tahun tersebut tidak terlepas dari sistem dan regulasi yang dibuat MA beberapa tahun terakhir, antara lain berlakunya sistem kamar di MA, penerbitan SK KMA Nomor 214 tahun 2014 tentang Jangka Waktu Penanganan Perkara di MA serta penerapan sistem baca berkas serentak dan koreksi bersama," ungkapnya.
Hatta menuturkan, Penerapan Sistem Kamar sangat mempengaruhi produktivitas penanganan perkara di MA ditambah dengan kebijakan yang baru di terbitkan beberapa bulan yang lalu yaitu Perma Nomor 9 tahun 2017 tentang Format (template) dan Pedoman Penulisan Putusan / Penetapan MA. Dengan kebijakan baru tersebut, MA berkeyakinan bahwa mulai tahun 2018 akan terjadi lonjakan produktivitas penyelesaian perkara, karena format putusan MA menjadi lebih singkat, hal tersebut akan mempengaruhi percepatan proses minutasi perkara di MA.
Pihaknya juga menyebutkan pada tahun 2017 Akreditasi Penjaminan Mutu Badan Peradilan telah dilakukan di empat lingkungan peradilan. Berdasarkan data yang ada, hingga bulan Desember 2017 tercatat 324 Pengadilan pada Lingkungan Peradilan Umum, 98 Pengadilan/Mahkamah Syar'iyah pada Lingkungan Peradilan Agama, 5 Pengadilan pada Lingkungan Militer, dan 5 Pengadilan pada Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara telah terakreditasi.
Sistem akreditasi pada badan peradilan dilakukan dalam upaya memberikan pelayanan dengan standar Peradilan Indonesia yang Unggul (Indonesia Court Performance Excellent) yang didasarkan pada tujuh kriteria yaitu Kualitas, Kemimpinan, Rencana Strategis, Kualitas Pelayanan, Sistem dokumentasi administrasi, Manajemen Sumber Daya, Manajemen Proses, dan Sistem Pengawasan. Dengan penerapan sistem akreditasi ini maka masyarakat bisa merasakan perubahan ketika datang ke kantor - kantor pengadilan karena sudah tidak ada lagi kesan bahwa pengadilan itu kumuh dan kotor.
"Semua itu terus dikembangkan sebagai program prioritas MA untuk mewujudkan badan peradilan Indonesia Yang Agung. Sebagai rumah bagi pencari keadilan, MA harus bisa menjadi rumah yang nyaman bagi penghuninya. Hal ini dapat terwujud dengan peningkatan kualitas pelayanan peradilan," pungkasnya. (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved