Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Instruksi Wagub DIY Hambat Daerah

Pra/FU/X-4
26/2/2018 09:35
Instruksi Wagub DIY Hambat Daerah
(Wakil Gubernur DI Yogyakarta Sri Paduka Paku Alam X -- ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

PUTUSAN Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta yang menolak gugatan atas Surat Instruksi Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 898/I/A/1975 tentang Larangan Kepemilikan Hak atas Tanah bagi Warga Nonpribumi di DIY terus menuai kecaman.

Pakar hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan kasus penolakan gugatan itu melanggar prinsip kesamaan. Ia menilai ketentuan tersebut bersifat sangat diskriminatif karena membedakan warga negara Indonesia (WNI) yang di mata hukum memiliki hak setara. Selain itu, kata Refly, aturan itu menghambat perkembangan DIY.

"Yogyakarta kan bagian dari Republik (Indonesia) juga. Jadi ini sebenarnya absurd," ujar Refly saat dihubungi, tadi malam.

Pada Selasa (20/2), majelis hakim PN Yogyakarta yang diketuai Cokro Hendro Mukti memutuskan Gubernur DIY dan Kepala BPN DIY tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Hakim anggota Sri Harsiwi menyatakan instruksi wakil kepala daerah adalah peraturan kebijakan, bukan perundang-undangan.

Majelis hakim menolak gugatan Handoko kepada tergugat 1 Gubernur DIY dan tergugat 2 Kepala BPN DIY karena dianggap melawan hukum.

Sebaliknya, Handoko berkeyakinan instruksi yang terbit 5 Maret 1975 itu melawan hukum karena melanggar Inpres No 26/1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan.

Menurut Refly, jika mengacu pada konstitusi, arti WNI terbagi menjadi dua, yaitu warga negara yang sejak kelahiran di Indonesia dan warga negara yang melalui proses naturalisasi.

Akan tetapi, ia menegaskan tidak boleh ada sikap membedakan karena keduanya secara hukum telah menjadi WNI yang sah.

Instruksi tersebut, kata Refly, akan lebih masuk akal jika bersifat pembatasan, bukan pelarangan.

"Jika latar belakangnya karena kekhawatiran lahan akan dikuasai oleh investor sehingga pemerintah harus melindungi wilayah setempat, itu masih bisa diterima. Tetapi kalau melarang sekali itu keputusan keliru," jelasnya.

Terlebih lagi, Yogyakarta merupakan salah satu lokasi yang menjadi tujuan utama bagi para wisatawan baik lokal maupun asing. Regulasi tersebut jelas dapat menjadi hambatan bagi perkembangan daerah itu.

Pihak penggugat, imbuhnya, sudah seharusnya megajukan banding atas penolakan majelis hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta. "Kita tunggu saja nanti hasil bandingnya bagaimana," tandasnya.(Pra/FU/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya