Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
KETUA Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menilai perpanjangan perjanjian kerja sama TNI dan Polri tentang perbantuan TNI dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) harus disikapi secara persuasif. "Perbantuan tersebut, prinsipnya memelihara ketertiban bersama di tengah masyarakat sehingga harus disikapi secara persuasif dan menghormati hak-hak sipil," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, kemarin.
Perpanjangan kerja sama TNI dan Polri tersebut tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) Nomor B/2/2018 dan Nomor Kerma/2/I/2018 yang ditandatangani Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pada 23 Januari.
Abdul mengingatkan, perbantuan TNI kepada Polri yang tertuang dalam MoU tersebut perlu dilihat secara menyeluruh. "Saya berharap keterlibatan TNI dalam hal kamtibmas dapat dilakukan dengan pendekatan persuasif, bukan seperti menghadapi musuh militer," ujarnya.
Menurut dia, dalam pendekatan persuasif, rakyat sipil berhak mengemukakan pendapat. Patut diingat bahwa yang dihadapi ialah rakyat Indonesia yang berkedudukan sama di depan hukum, proporsional, terukur, tidak berlebihan, serta mengutamakan dialog persuasif.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berharap MoU tersebut didudukkan secara proporsional dan bersifat sementara hingga ada peraturan dan undang-undang yang mengaturnya, seperti tertuang dalam Pasal 4 poin 3 tentang masa berlaku. "Nota kesepahaman itu berakhir jika ada undang-undang atau peraturan yang mengatur perbantuan TNI kepada Polri," jelas Abdul.
Menurut dia, kerja sama pada intinya bertujuan memudahkan koordinasi jika Polri memerlukan bantuan TNI dalam kondisi tertentu. "Jadi, sifatnya khusus yang harus digarisbawahi perbantuan ini jika benar-benar sangat dibutuhkan," tandasnya.
Koridor hukum
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Mohamad Sabrar Fadhilah menepis asumsi yang menyatakan MoU itu menyalahi regulasi yang berlaku. Ia menegaskan pelaksanaan tugas perbantuan militer pada prinsipnya tetap berjalan seusai dengan koridor hukum.
"Bahwa MoU itu meneruskan yang terdahulu, yang sudah habis atau berakhir pada 2018. MoU itu merupakan bagian dari tugas TNI sesuai OMSP sesuai UU 34/2004 tentang TNI, yaitu tugas perbantuan TNI di antaranya kepada Polri," tegasnya.
Mantan Kepala Staf Kodam IV/Diponegoro itu memastikan TNI yang dilibatkan dalam kamtibmas tetap mengedepankan tindakan polisionil. Menurutnya, MoU tersebut merupakan landasan untuk hal-hal yang lebih teknis dalam kerja sama perbantuan TNI kepada Polri.
"Pada dasarnya MoU ini ialah untuk tindakan pencegahan terhadap kerugian yang lebih besar dan sebagai tindakan antisipatif preventif. Oleh karena itu sebaiknya janganlah orang menduga-duga yang tak berdasar," katanya.
Sementara itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani menilai MoU itu kemunduran signifikan dalam agenda reformasi sektor keamanan, kualitas demokrasi, dan HAM. "Ruang lingkup yang diatur dalam MoU bersifat tumpang tindih, meluas (excessive), dan menerabas aturan hukum," kata dia. (Ant/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved