Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Modifikasi Verifikasi tidak Adil

Christian Dior Simbolon
20/1/2018 09:53
Modifikasi Verifikasi tidak Adil
(MI/Rommy Pujianto)

JURUS Komisi Pemilihan Umum memodifikasi metodologi verifikasi faktual karena alasan keterbatasan waktu dan sumber daya manusia (SDM) dinilai menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Mantan komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menilai lembaga penyelenggara pemilu itu bersikap diskriminatif jika membedakan metodologi verifikasi faktual terhadap parpol baru dan parpol peserta Pemilu 2014.

“Putusan MK merupakan respons atas permohonan parpol-parpol baru yang merasa mengalami diskriminasi karena parpol lama tidak diverifikasi. Jadi, seharusnya (metode) verifikasi faktual yang dilakukan KPU itu sama. Supaya adil dan setara, tidak boleh modifikasi,” ujar Ha­dar saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Dalam rapat konsultasi antara KPU, DPR, dan pemerin­tah di Gedung DPR, Kamis (18/1) hingga Jumat (19/1) pukul 02.00 WIB, disepakati KPU memodifikasi verifikasi faktual untuk menyingkat waktu dan mengefektifkan SDM.

Hal itu dilakukan supaya tahapan pemilu tidak ter­gang­­gu. Di sisi lain, KPU saat ini tengah melakukan verifi­kasi faktual terhadap empat parpol baru menggunakan meto­dologi lama. “Pertandingan sudah berlangsung lalu datang komite atau wasit mengubah aturan pertan­dingan. Perlakuannya ha­rus sama, dong,” cetus Hadar.

Sesuai UU Pemilu, KPU wajib mengumumkan par­­tai peserta pemilu pa­da 17 Februari 2018 atau 14 bulan sebelum pemilu digelar. Hal itu menjadi alasan KPU me­modifikasi verifikasi fak­tual 12 parpol pe­serta Pemi­lu 2014.

KPU merevisi Peratur­an Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 dan 11 Tahun 2017 untuk mengubah mekanisme seleksi calon parpol peserta Pemi­lu 2019. Itu dilakukan sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017.

Dua metode
Komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi menjelaskan tahap verifikasi sesuai dengan PKPU yang baru nanti akan dilakukan dengan dua metode. Pertama, pemeriksaan berbasis do­kumen partai politik yang diserahkan kepada KPU. Pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, kata dia, tidak akan dilakukan karena tahap tersebut sudah dilakukan pada penelitian administrasi September hingga November lalu. “Kedua ialah pemeriksaan mencocokkan dokumen dengan fakta di lapangan,” ucap Pramono.

Metode yang kedua, lanjut Pramono, sama dengan metode yang selama ini disebut dengan verifikasi faktual. PKPU yang baru mengubah metode pengambilan sampling dalam pengecekan kondisi fisik anggota parpol tingkat kabupaten/kota sesuai dokumen identitas yang diserahkan kepada KPU.

Pramono menjelaskan, pada PKPU No 11 Tahun 2017, besaran sampel yang diambil ialah 10% dikalikan jumlah dokumen anggota yang diserahkan kepada KPU, sedangkan pada PKPU yang baru, KPU hanya mengecek 5% dari dokumen jumlah anggota yang diserahkan. “Pada PKPU Nomor 11 Tahun 2017, KPU harus mengecek satu per satu anggota partai politik. Mekanisme itu diubah dalam PKPU yang baru,” paparnya.

Sekjen DPP Partai NasDem Johnny Plate mengatakan verifikasi faktual KPU harus tegas. Ia menegaskan, apabila ada partai politik tidak memenuhi syarat UU dan PKPU, jangan segan-segan mengambil keputusan.

“Kalau memang harus didiskualifikasi, ya dilakukan. Jangan lupa, di titik tertentu kita harus menyederhanakan jumlah partai politik,” tandasnya. (Nov/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya