Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Semua Agama Bersama Palestina

Christian Dior
14/12/2017 07:38
Semua Agama Bersama Palestina
(AP/Nasser Nasser)

WAKIL Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, menandaskan permasalahan di Pales­tina bukan hanya menjadi masalah umat Islam. Semua agama, termasuk Kristen dan Yahudi, juga kini berada di pihak Palestina.


“Hari ini kita lihat, di mana-mana ada demonstrasi tentang Jerusalem. Kita tahu, Jerusalem ialah ibu dari tempat sejumlah agama: Islam, Kristen, dan Yahudi, tapi ada konflik di situ. Inilah dilema bagi semua agama,” kata JK saat membuka acara Religion for Peace Asia Interfaith Youth Peace Camp 2017 di Istana Wapres, kemarin (Rabu, 13/12).

Konflik di Palestina kian bergejolak setelah Presiden ­Amerika Serikat Donald Trump mengklaim Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Indonesia pun melakukan berbagai langkah diplomasi terkait hal itu salah satunya ialah Presiden Joko Widodo yang menghadiri KTT luar biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Turki.

Menurut Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, langkah itu saja tidak cukup untuk mengubah kebijakan AS terkait Palestina. Indonesia perlu menginisasi sebuah aliansi dengan negara-negara besar untuk menekan Presiden AS Donald Trump merevisi pernyataannya.

“Perlu digalang kekuatan oleh Indonesia dengan melibatkan negara lain, negara-negara Asia, termasuk juga Rusia, Jepang, dan Tiongkok harus diajak,” ujar Azyumardi di Istana Wakil Presiden (Wapres), Jakarta Pusat, kemarin.

Azyumardi menambahkan tak semua negara anggota OKI bisa bersikap tegas terhadap AS. Pasalnya, beberapa anggota OKI itu masih memiliki ketergantungan terhadap AS. Berbeda dengan pemerintah Indonesia yang bisa menentang keras klaim Trump tersebut.

Lebih jauh, Azyumardi mengatakan aliansi baru itu bisa bertindak sebagai mediator konflik antara Israel dan Pales­tina. Pasalnya, AS dinilai tak akan adil menengahi konflik tersebut. “Termasuk juga di dalamnya Uni Eropa. Yang paling pantas, yang paling bisa adil ialah aliansi baru itu (sebagai mediator),” tandasnya.

Sudah usang
Senada dengan Azyumardi, mantan Ketua PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif, juga menilai diplomasi lewat OKI sudah usang. Kalaupun nantinya menghasilkan deklarasi, ia pesimistis hal itu akan diikuti oleh AS karena sebelumnya negara yang merasa adidaya itu sudah terlebih dahulu pernah tidak menjalankan resolusi PBB.

“OKI ini sudah rapuh, tidak ada yang bisa diharapkan,” ujar Buya Syafii di Yogyakarta, kemarin.
Salah satu contohnya ialah salah satu negara OKI, Arab Saudi, yang sudah menunjukkan sikap yang berbeda. Saat menanggapi putusan Trump itu, Arab Saudi justru meminta Palestina mencari ibu kota yang lain.

Sikap Arab Saudi yang seperti itu, menurut Buya Syafii, karena Raja Salman sendiri bermitra akrab dengan Donald­ Trump. Sementara itu, Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran­ Muhammad bin Salman, akrab dengan menantu Donald Trump.

Buya Syafii juga tidak berat ketika menilai Trump ialah salah satu produk gagal dari penerapan demokrasi di Amerika Serikat. Kebebasan masyarakat di negara itu memilih antara dirinya dan Hillary Clinton dalam pilpres di AS lalu nyatanya justru melahirkan pemimpin, menurut Buya Syafii, tidak waras.

“Trump ini tidak beres. Hanya beda tipis dengan (pemimpin Korea Utara) Kim Jong-un,” tandas Buya Syafii. (AU/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya