Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
PEMENUHAN hak bagi saksi dan korban membutuhkan sinergi antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan kementerian, lembaga, maupun masyarakat sipil.
LPSK tidak bisa bekerja sendirian untuk memenuhi hak-hak yang harus diterima korban ataupun saksi tindak pidana.
"(Pemenuhan hak bagi saksi dan korban) tidak cukup hanya LPSK, tapi butuh dukungan dari kementerian dan lembaga. Juga butuh peran dari masyarakat sipil," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai.
Semendawai menyampaikan sinergi tersebut dibutuhkan untuk memenuhi sejumlah hak yang harus diterima saksi dan korban.
Pertama, pemenuhan perlindungan secara fisik yang harus bekerja sama dengan kepolisian. Kedua, perlindungan hukum.
Menurutnya, saksi atau korban seharusnya tidak mendapatkan serangan balik terhadap apa yang disampaikan keduanya dalam suatu kasus tindak pidana.
"Jangan sampai dia laporkan tindak pidana, malah dia yang dilaporkan balik."
Ketiga, pemenuhan hak prosedural. Contohnya, korban berhak mendapatkan perkembangan informasi terkait dengan kasusnya.
"Namun, lagi-lagi apakah itu dipenuhi atau tidak, itu sangat ditentukan kesediaan dari pihak penegak hukum. Di sini perlunya sinergi," ucapnya.
Pemenuhan hak-hak lainnya bagi korban atau saksi antara lain pemenuhan bantuan medis dan psikologi yang bekerja sama dengan pihak rumah sakit dan psikolog, pemenuhan bantuan psikososial yang bekerja sama dengan kementerian terkait dan pemda, serta pemenuhan hak atas restitusi dan kompensasi yang juga butuh dukungan dari pemerintah.
Soal kompensasi dari negara, Semendawai mengakui ada terobosan baru ketika tujuh korban tindak pidana terorisme dalam kasus bom Samarinda mendapatkan kompensasi atau ganti rugi dari pemerintah sebesar Rp237 juta.
Kompensasi itu diserahkan negara sebagai wujud implementasi UU No 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Semendawai menyebut baik penegak hukum maupun pemerintah sejauh ini cukup responsif dalam menyambut sinergi dalam pemenuhan hak bagi saksi dan korban.
Namun, diakuinya, kerap kali ada kendala untuk mewujudkan sinergi tersebut.
Untuk diketahui, selama sembilan tahun LPSK berdiri sampai 2017, jumlah saksi dan korban yang sedang dilindungi LPSK sebanyak 2.413 orang.
Sementara itu, untuk jumlah permohonan perlindungan yang masuk sampai 27 November 2017 sebanyak 1.622 permohonan.
Banyak sosialisasi
Dewan Pembina YLBHI Nursyahbani Katjasungkana meminta LPSK agar lebih banyak melakukan sosialisasi dan lokakarya terutama kepada aparat penegak hukum dalam hal ini kejaksaan mengenai implementasi dari UU LPSK.
Hal itu disebabkan banyak korban kasus KDRT yang tidak bisa menerima kompensasi ataupun restitusi.
Kondisi tersebut terjadi karena di UU KDRT tidak ada pasal yang memungkinkan korban mendapatkan kompensasi dan ganti rugi.
Ia menyebut seharusnya jaksa bisa mengimplementasikan UU LPSK.
"Di tempat lain, jaksa menolak untuk melaksanakan UU LPSK yang mengatakan bahwa setiap korban tindak pidana berhak atas restitusi dan kompensasi," ungkapnya.(P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved