Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
BADAN Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tercatat mengalami defisit anggaran sekitar Rp9 triliun tahun ini. Untuk menutup defisit tersebut, pemerintah mengeluarkan sejumlah skema, di antaranya dengan menggunakan dana cukai rokok.
“Cukai rokok yang ada di daerah bisa kami lakukan untuk mengantisipasi defisit BPJS ke depan sehingga peran pemda ke depan itu juga bisa turut aktif tidak hanya melakukan preventif dan promotif saja sehingga uang di pemda itu bisa juga bisa melakukan pelayanan kesehatan juga,” kata Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani seusai rapat koordinasi di kantornya di Jakarta, kemarin.
Dalam rapat koordinasi itu juga hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro, dan Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris.
Puan menegaskan defisit yang dialami BPJS dari tahun ke tahun tidak boleh terjadi berlarut-larut. Menurut Puan, solusi utama yang bisa diambil untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan ialah dengan prinsip gotong royong melalui cost sharing dengan pemerintah daerah. Langkah-langkah yang bisa diambil di antaranya dengan membagi tagihan biaya dengan pemerintah daerah. “Peran pemda bisa ikut aktif bukan hanya melakukan preventif dan promosi, melainkan juga uang yang ada di pemda bisa melakukan pelayanan kesehatan,” kata Puan.
Ia menambahkan, meski BPJS berstatus defisit, pelayanan kepada masyarakat jangan sampai dikorbankan dan harus tetap diupayakan maksimal. “Kami pastikan meski ada indikasi defisit, pelayanan tetap dilaksanakan.”
Menkeu Sri Mulyani menambahkan, dana dari pajak rokok bisa mencapai Rp5 triliun. Karena itu, Sri menegaskan diperlukan komitmen yang kuat dari para kepala daerah untuk menggunakan dana cukai dan pajak rokok demi keperluan anggaran kesehatan. “BPJS juga perlu mengefisienkan anggaran operasional demi membantu menekan defisit,” tambahnya.
Iuran tidak naik
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyatakan kucuran dana dari cukai rokok bisa menjadi solusi untuk menekan defisit. Ia mengatakan opsi kucuran dana dari cukai rokok sudah ada landasannya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.
Fachmi menegaskan penaikan iuran peserta tidak menjadi opsi. “Belum ada opsi kenaikan iuran. Dari Kemenkeu dana bagi hasil cukai pajak diperkirakan dapat menjadi solusi,” ungkapnya.
Fachmi memaparkan ada sembilan opsi untuk menekan defisit. Selain dari cukai rokok, langkah lain di antaranya dengan membagi tanggungan pembayaran dengan BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu menurutnya bisa dilakukan pada pasien dengan penyakit yang diakibatkan dari aktivitas pekerjaan. Selain itu, layanan kesehatan dan biaya operasional bisa lebih diefisienkan tanpa mengurangi mutu pelayanan.
Berdasarkan catatan, defisit program BPJS Kesehatan tahun lalu mencapai Rp9,7 triliun. Tren itu diperkirakan berlanjut dan diproyeksi menembus Rp10 triliun pada 2018. Hal itu antara lain disebabkan selisih antara besaran iuran yang dibayar kelompok penerima bantuan iuran (PBI), yakni Rp23 ribu per orang per bulan, sedangkan rata-rata biaya klaim mencapai sekitar Rp36 ribu per orang per bulan. (X-10)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved