Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak gugatan empat kepala daerah di Madura yang ingin membentuk provinsi sendiri. MK beralasan pasal yang digugatkan oleh para pemohon tidak dapat dinyatakan bertentangan dengan konstitusi selama norma tersebut tidak melanggar moralitas dan rasionalitas. Seperti diberitakan sebelumnya, empat bupati di Madura, yakni Bupati Bangkalan Makmun Ibnu Fuad, Plh Bupati Sampang Fadhilah Budiono, Bupati Pamekasan Achmad Syafii dan Bupati Sumenep Busyro Karim menggugat UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), terutama Pasal 34 ayat (2) huruf d.
Dalam UU itu disebut bahwa cakupan wilayah meliputi paling sedikit lima daerah kabupaten/kota untuk pembentukan daerah provinsi. Keempat bupati merasa hal tersebut menyalahi konstitusi karena bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1), Pasal 18A ayat (1), Pasal 18B ayat 1, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Meskipun demikian, MK berpendapat sebaliknya. “Dikarenakan syarat minimal lima wilayah kabupaten/kota tersebut tidak diatur dan dibatasi oleh Pasal 18 ayat (1) UUD 1945, maka hal tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan pembentuk UU,” kata Ketua MK, Arief Hidayat, dalam sidang terbuka di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Pasal yang digugat itu, lanjutnya, bukan merupakan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi, tidak melampaui kewenangan pembentuk UU, bukan penyalahgunaan kewenangan, tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak menegasikan prinsip-prinsip dalam UUD 1945. Selain itu, hal tersebut juga tidak bertentangan dengan hak politik, kedaulatan rakyat, ataupun dilakukan secara sewenang-wenang. “Oleh karena itu, berapapun jumlah yang digunakan sebagai syarat cakupan wilayah (syarat kapasitas) sebagaimana diatur Pasal 34 ayat (2) huruf d dan Pasal 35 ayat (4) huruf a UU Pemda, hal itu tidak dapat dinilai bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945,” ujar Arief.
Pemekaran wilayah pada dasarnya ditujukan demi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pemerintahan daerah, bukan untuk menemukan perbedaan di antara suatu kelompok masyarakat. Hal ini sejalan dengan gagasan kebangsaan Indonesia yang tidak didasarkan atas etnisitas, kesukuan, maupun ragam perbedaan lainnya, namun negara tetap menghormati, menjamin, dan melindungi keragaman tersebut. (Deo/P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved