Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Basmi Korupsi Perlu Amunisi Baru

DERO IQBAL MAHENDRA [email protected]
20/10/2017 10:25
Basmi Korupsi Perlu Amunisi Baru
(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

SAMPAI dengan tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla, upaya pemberan­tasan korupsi di Indonesia belum menampakkan hasil memuaskan. Tangkapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menyurut yang sekaligus menandakan korupsi masih membudaya di segala lini dan institusi. Salah satu alasannya di­tenga­rai karena masih belum lengkapnya amunisi untuk pemberantasan korupsi. Misalnya, regulasi dan keterbatasan sumber daya untuk melakukan pemberantasan secara masif.
Wakil Ketua KPK Laode Syarif menyatakan sebetulnya berdasarkan pengakuan internasional kinerja KPK menjadi salah satu percontoh­an bagi negara lain. Khususnya, dengan penyatuan dari penyelidikan dan penuntutan dalam satu atap.

Meski begitu, Laode menga­kui masih terdapat kelemah­an dalam kelengkapan dari regulasi untuk pemberantasan korupsi. “Regulasi yang paling mendesak itu ialah Undang-Undang Perampasan Aset. Saya rasa tahun keempat nanti pemerintah dan DPR bisa mempercepat itu, meng­ingat drafnya sudah selesai,” terangnya, di Jakarta, Senin (16/10). Selain itu, UU Ekstradisi serta revisi UU KUHP yang diharapkan dapat memasukkan perdagangan pengaruh, korupsi swasta, kekayaan yang diperoleh dengan tidak wajar, dan suap di sektor swasta private. Tindak-tindak rasywah itu belum diakomodasi di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga menekankan perlunya peningkatan sumber daya dari yang ada saat ini. Apalagi, cakupan wilayah yang harus diawasi sangat luas dengan nilai ekonomi negara yang mulai mencapai Rp2.000 triliun. Menurut Saut, bila hanya mengandalkan KPK untuk pemberantasan korupsi, dirinya menyatakan dengan sumber daya yang ada sekarang pihaknya tidak sanggup. Untuk itu perlu ada koordinasi di antara semua lembaga penegak hukum dan perlu adanya suatu roadmap yang menjadi pedoman mereka.

“Roadmap KPK hingga 2023 jelas membangun integritas dan memberantas grand corruption, tetapi harus ada peningkatan sumber daya dari yang saat ini,” terang Saut. Perlunya penguatan koordinasi di antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung pun diamini Menteri Menteri Hukum dan HAM (Menkum dan HAM) Yasonna Laoly. Penyusunan roadmap menjadi penting agar tidak menimbulkan tumpang tindih antarlembaga.

Tergeser
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Oce Madril menilai pemerintahan Jokowi belum menampakkan kemajuan signifikan dalam hal regulasi antikorupsi, baik UU baru maupun revisi dari UU yang lama. Padahal, kelengkapan regulasi ialah salah satu yang disyaratkan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).

Selama 3 tahun ini juga belum terlihat Presiden memimpin langsung upaya pemberantasan korupsi. “Mungkin tergeser oleh program infrastruktur. Untuk itu ke depan Presiden harus lebih tampil, perlu ada suatu political will, dan pemerintah tidak bisa sendiri dalam membuat UU,” pungkas Oce. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya