Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
KEMENTERIAN Dalam Negeri melalui Direktorat Bina Administrasi Kewilayahan mendorong kabupaten/kota untuk membentuk pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Pola PTSP diharapkan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan perizinan dan nonperizinan cukup melalui satu tempat.
Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Eko Subowo mengatakan kebijakan PTSP masuk prioritas nasional pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pasalnya, Jokowi-JK menginginkan agar pelayanan perizinan bisa lebih baik, cepat, dan murah.
Pelayanan satu pintu sesuai dengan program Nawa Cita terkait dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional melalui penciptaan iklim usaha dan kemudahaan perizinan. Pembentukan PTSP itu juga didasari Peraturan Presiden No 97 Tahun 2014.
“Program PTSP ini merupakan tugas kami yang jadi prioritas nasional, karena seperti diketahui, Presiden punya prioritas sederhanakan perizinan supaya lebih baik, cepat, dan berkualitas,” ujar Eko dalam jumpa pers di Kantor Kemendagri, Jakarta, kemarin.
Ia menambahkan, APBN dinilai tak cukup untuk membiayai semua kebutuhan dan keperluan negara. Makanya perlu keterlibatan pihak swasta. Cara yang dilakukan ialah mempermudah perizinan. Upaya itu juga harus didorong ke pemda-pemda.
Terus mendorong
Sampai Agustus 2017, terdapat 531 daerah yang telah membentuk kelembagaan PTSP. Pihak Kemendagri terus mendorong proses pembentukan, terutama di kabupaten/kota.
“Kita minta pemerintah provinsi, karena itu yang belum di kabupaten/kota. Kalau provinsi sudah semua, yang belum di kabupaten/kota, terutama di daerah terpencil, bagian timur Indonesia,” jelas Eko di Gedung Kemendagri, Jakarta, kemarin.
Ia mengatakan ada beberapa alasan mengapa daerah belum membentuk PTSP. Pertama, ada kaitannya dengan pendapatan asli daerah (PAD).
“Dinas enggan karena itu (perizinan) sumber pendapatan. Kalau diserahkan ke PTSP, enggak punya sumber, enggak kontribusi ke PAD,” paparnya.
Eko pun tidak menampik bila ada daerah yang enggan mendelegasikan kewenangan perizinan ke PTSP.
“Mungkin saja (enggan), tapi saya belum bisa menilai, tapi kemungkinan itu kan ada. Saya lihat kelambatan pendelegasian itu lebih karena ini memang baru, perlu proses,” tukasnya.
Alasan lain, imbuhnya, daerah belum mau membentuk PTSP karena terkait dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Pasalnya, tidak semua daerah memiliki SDM yang terampil dalam mengeksekusi masalah perizinan.
Untuk mendorong pembentukan PTSP tersebut, ucap Eko, pihaknya telah mengeluarkan surat edaran ke daerah. Selain itu, sudah ada Permendagri Nomor 100 Tahun 2016 tentang Pedoman Nomenklatur Dinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi, Kabupaten, dan Kota. “Nanti kita sosialisasikan lagi,” tuturnya.
Pembentukan PSTP di seluruh daerah ditargetkan rampung pada 2018. Di DKI Jakarta, misalnya, program PTSP sudah diluncurkan gubernur pada 2 Januari 2015. Program itu dilakukan dengan harapan dapat melayani masyarakat dengan lebih baik, lebih mudah, lebih cepat, lebih ramah, dan bebas pungli. (P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved