Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Pascakeputusan MA, Kemenhub Harus Keluarkan Aturan Baru Taksi Online

25/8/2017 16:45
Pascakeputusan MA, Kemenhub Harus Keluarkan Aturan Baru Taksi Online
(Ilustrasi--thinkstock)

MENANGGAPI keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Taksi Daring, pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menyatakan, Kementerian Perhubungan harus segera membuat peraturan yang baru.

Untuk itu, kata dia, pemerintah, dalam hal ini Kemenhub, harus benar-benar memanfaatkan waktu tiga bulan ke depan. Agus menyesalkan pembatalan yang dilakukan oleh MA. Pasalnya, Permenhub itu bertujuan untuk mengatur taksi dalam aplikasi jaringan yang sudah marak beroperasi.

"Tadinya kan sudah diatur, sekarang tidak ada aturannya lagi," katanya.

Persoalannya, menurut Agus, taksi daring itu mengangkut manusia, sehingga diperlukan peraturan untuk melindunginya.

"Kalau tidak ada peraturannya, ke mana kita mesti mengadu kalau timbul masalah? Karena ini menyangkut keselamatan manusia," ujarnya.

"Sebagai kendaraan yang mengangkut manusia harus ada jaminan keamanan, karenanya ada pengujian kir. Juga harus ada standar layanan untuk konsumen yang mesti dijaga. Kalau sekarang kan banyak taksi online kotor, tidak pakai seragam, bau rokok," tambahnya.

Selanjutnya, Agus meminta pemerintah tegas terhadap beroperasinya taksi online. Ia memberi contoh negara Denmark yang tidak mengizinkan taksi daring karena operator taksi nonkonvesional itu tidak mau mengikuti aturan yang ditetapkan negara tersebut.

Ditekankan Agus, taksi daring juga harus membayar pajak yang selama ini tidak mereka lakukan karena belum ada aturan untuk itu.

"Kita ini negara, dan sebuah negara harus ada aturan. Kalau tidak ada aturan, ya sudah di hutan saja sana," tambah Agus lagi.

Sementara itu, Sekjen DPP Organda, Ateng Aryono, menyatakan, seharusnya majelis hakim MA yang membatalkan Permenhub tersebut mencari pandangan yang luas dari pihak-pihak yang terkait dalam masalah ini, seperti Organda, pengusaha angkutan,dan para pakar angkutan.

"Saya juga heran sama yang menggugat. Dengan adanya Permenhub itu, artinya mereka sudah memiliki kepastian yang selama ini mereka inginkan. Ini aneh, sudah ada peraturan, eh mereka gugat. Kecuali mereka memang menginginkan yang tidak pasti ya," kata Ateng.

Ditanya soal keterlibatan pengguna atau konsumen dalam hal pengambilan keputusan, misalnya dalam masalah tarif atas dan tarif bawah taksi daring, Ateng menjawab semestinya hal itu tidak ada masalah. Karena, sebelumnya Kemenhub sudah cukup intensif menyosialisasikan peraturan baru tersebut kepada berbagai pihak temasuk ke daerah-daerah.

Selain itu juga ada uji publik. Tarif batas atas itu, kata Ateng, diberlakukan untuk melindungi konsumen atau pengguna supaya operator taksi daring tidak semena-mena mengenakan tarif atasnya. Sementara tarif batas bawah dimaksudkan untuk melindungi pengemudi agar memperoleh tarif yang wajar.

"Kami dari Organda prihatin, kalau ini dibiarkan tanpa aturan kemudian taksi yang resmi sampai bubar, mau dikemanakan para sopir dan tenaga kerja yang banyak itu," katanya.

Senada dengan Agus, Ateng juga berharap pemerintah benar-benar bisa mencari jalan keluar terbaik atas masalah ini. Sebab, kalau dibiarkan tanpa ada aturan yang jelas, dikhawatirkan akan terjadi kekacauan di lapangan.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebelumnya meminta masyarakat tidak resah dengan keputusan MA, karena pihaknya segera akan mencari solusi untuk merumuskan kembali peraturan tentang taksi daring ini.

Untuk itu, Kemenhub akan mengumpulkan para ahli dan berbagai pemangku kepentingan yang terkait dengan beroperasinya taksi daring ini. (RO/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya