Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Ahli Sebut Definisi Makar Perlu Direvisi

Nur/P-1
23/8/2017 07:33
Ahli Sebut Definisi Makar Perlu Direvisi
(MI/Panca Syurkani)

GURU Besar Filsafat Hukum dan HAM Universitas Cen­derawasih Melkias Hetharia menilai pengertian istilah makar yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terlalu luas. Untuk itu, istilah makar tersebut perlu diperjelas kembali.

Hal tersebut disampaikannya dalam persidangan perkara uji materi KUHP dengan agenda mendengarkan keterangan ahli pemohon di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin.

Menurut dia, jika makar pada pasal di KUHP bukan dimaknai sebagai aanslag atau serangan, istilah itu bertentangan dengan hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi UUD 1945.

Perkara yang teregistrasi dengan nomor perkara 28/PUU-XV/2017 itu diajukan Hans Wilson Wader, Meki Elosak, Jemi Yermias Kapanai, Pastor John Jonga, Gereja Kemah Injil di Tanah Papua yang diwakili Benny Giay dan Yayasan Satu Keadilan yang diwakili Sugeng Teguh Santoso. Materi yang diujikan yaitu Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 108, dan Pasal 110 KUHP.

Melkias menilai istilah makar di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga terlalu luas. Istilah makar di KBBI memiliki tiga pengertian. Pertama, akal busuk atau tipu muslihat. Kedua, perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang atau membunuh orang dan sebagainya. Ketiga, perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.

“Kalau melihat pengertian ini, sudah terlalu luas, tidak seperti pengertian aanslag dalam bahasa Belanda. Pasal makar ini sudah berangus hak kebebasan berpikir dan bereks­presi yang dijamin di dalam UUD,” tuturnya.

Dalam sidang perdana pada Selasa (13/6), para pemohon merasa ketentuan yang mengatur soal makar dalam KUHP digunakan pemerintah untuk mengkriminalisasi pemohon. Andi Muttaqien selaku kuasa hukum menyampaikan bahwa Hans Wilson Wader, Meki Elosak, Jemi Yermias merupakan orang-orang yang pernah dipidana dengan pasal-pasal makar.

Seharusnya, menurut pemohon, aspirasi warga negara dalam menyuarakan kritiknya terhadap pemerintah dapat dilakukan dengan cara aksi unjuk rasa.

Namun, jaminan kebebasan untuk menyampaikan kritik dapat terancam dengan adanya rumusan pasal a quo yang multitafsir dan cenderung bisa digunakan oleh penguasa untuk membungkam masyarakat yang mengkritiknya. (Nur/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya