Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Sumbangsih Lima Dekade bagi Indonesia

S2-25
16/8/2017 00:00
Sumbangsih Lima Dekade bagi Indonesia
(Dok. Freeport)

TAHUN ini, PT Freeport Indonesia (PTFI) menggenapi 50 tahun eksistensinya di Tanah Air.
Dalam lima dasawarsa sejak kontrak karya pertama ditandatangani tersebut, publik mungkin mengenal PTFI sebagai produsen tambang asal Amerika Serikat (AS) yang mengeksplorasi tanah Papua. Namun, mungkin belum banyak yang mafhum apa sumbangsih anak usaha Freeport-McMoran itu bagi Papua pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Dilihat dari sisi ekonomi, keberadaan PTFI memberikan manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung, antara lain, dalam penerimaan negara dalam bentuk pajak, royalti, dividen, biaya, dan pembayaran lain. Sepanjang 1992 sampai 2015, misalnya, penerimaan negara mencapai kurang lebih US$16,1 miliar. Sebagai pembanding, dividen yang diterima pihak Freeport US$10,1 miliar.

Sedangkan manfaat tidak langsung dari sumbangsih PTFI mencakup dampak dari pembayaran gaji karyawan, pembelian dalam negeri, pengembangan masyarakat, pembangunan daerah, dan investasi dalam negeri (lihat grafik).

Adapun perihal ketenagakerjaan , per Juni 2017, tercatat total karyawan PTFI dan mitranya mencapai 24.628, yang mana 97% dari padanya adalah karyawan nasional. Secara umum, multiplier effect PTFI telah menciptakan tidak kurang dari 230 ribu kesempatan kerja di Indonesia, dengan estimasi sekitar 122 ribu berada di Papua.

Dalam risetnya mengenai dampak ekonomi PTFI, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) mencatat kontribusi terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2015 mencapai 0,6%. Untuk periode serupa, kontribusi PTFI secara spesifik terhadap pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Papua bahkan mencapai 48,0% dan terhadap PDRB Kabupaten Mimika mencapai 94,0%.

PTFI telah menginvestasikan sebesar US$ 8,2 miliar sejak tahun 2004 dan berkomitmen untuk melanjutkan investasi sebesar US$ 20,3 kedepannya untuk pengembangan tambang bawah tanah. Dengan komitmen investasi jangka panjang ini, Pemerintah dan masyarakat pun akan memperoleh manfaat langsung dan tidak langsung yang berkesinambungan dari kegiatan operasional PTFI ini.

PTFI menyadari keberadaan mereka tidak terlepas dari dukungan masyarakat lokal. Oleh karena itu, pengembangan masyarakat dan pembangunan daerah, termasuk soal infrastruktur, menjadi hal-hal yang sangat diperhatikan oleh perusahaan.

Dari data PTFI, jumlah Dana Program Pengembangan Masyarakat yang dikucurkan perusahaan untuk kurun 1992-2016 mencapai US$1,46 miliar. Sebagian dari dana tersebut dikelola PTFI dan sebagian lagi dikelola Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme & Kamoro (LPMAK).

Melalui program tersebut, PTFI sudah membangun antara lain sekitar 3.200 unit rumah, fasilitas umum, dan fasilitas sosial sejak 1997. Kemudian, untuk membuka akses ke daerah-daerah terpencil, dibangunlah dua lapangan terbang perintis di Desa Tsinga dan Desa Aroanop.

Peresmian fasilitas Lapangan Terbang perintis Anggoinggin di Aroanop direncanakan berlangsung bersamaan dengan puncak perayaan HUT ke-72 kemerdekaan RI pada 17 Agustus ini. Seperti dilansir Antara, Manajer Community Relations Community Liaison Officer (CLO) PTFI Nathan Kum mengatakan pembangunan Lapter perintis Anggoinggin Aroanop pada ketinggian sekitar 700 m tersebut memakan waktu sekitar enam tahun sejak 2012 karena faktor kondisi tanah, medan dan cuaca yang penuh tantangan.

Lapangan terbang Anggoinggin Aroanop memiliki landas pacu 461 m, lebar 18 m dengan kemiringan 7%-9%, dan mampu didarati pesawat jenis Pilatus Porter maupun pesawat Cessna Grand Caravan.
Adapun, lapangan terbang perintis yang dibangun PTFI di Desa Tsinga pada ketinggian 1.200 m dpl telah beroperasi sejak Januari 2012.

Perusahaan juga memberi perhatian pada sektor olahraga, di antaranya melalui pembangunan kompleks olahraga di Mimika yang akan digunakan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua.

Bangunan di atas lahan seluas 12,5 ha itu menelan biaya US$33 juta atau sekitar Rp 440 Miliar. Kompleks olahraga berskala internasional tersebut terdiri dari 1 indoor stadium, 1 lapangan atletik, 2 asrama atlet, dan 1 bangunan penunjang. Keberadaan infrastruktur anyar itu diharapkan menjadi ajang pemupukan bakat dan kapasitas pemuda-pemudi Papua di bidang olahraga.

Di samping pembangunan fisik, PTFI pun menaruh perhatian pada pembangunan sumber daya manusia. Di sektor pendidikan, ada 10.145 beasiswa yang telah dikucurkan PTFI sejak 1996.
Kemudian, melalui Institut Pertambangan Nemangkawi, PTFI menyelenggarakan balai latihan kerja (BLK) dengan program pramagang, pendidikan untuk dewasa, magang, dan administrasi niaga D-3. Per akhir 2016, tercatat 91% siswa di institut tersebut adalah warga asli Papua. Dari total 4.152 peserta magang di institut ini sebanyak 70% telah diserap sebagai karyawan PTFI dan perusahaan kontraktor.

Pada sektor kesehatan, korporasi membangun dan mengoperasikan 2 rumah sakit, 3 klinik umum, dan 2 klinik spesialis yang memberikan pelayanan kesehatan gratis. Salah satu kontribusi nyata PTFI dalam aspek kesehatan masyarakat lokal ialah adanya penurunan kasus malaria hingga 70% dalam kurun 2011-2014.

Agar masyarakat dapat berdikari, perusahaan menghelat program pendampingan UKM yang saat ini menghimpun tidak kurang dari 160 pengusaha. Pengembangan masyarakat berbasis desa juga menjadi salah satu strategi PTFI dengan mengembangkan perkebunan coklat dan kopi, di samping usaha ternak ayam dan babi oleh warga. (S2-25).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya