Bersama Mengantisipasi Dampak Ekonomi Digital

MI
16/8/2017 07:17
Bersama Mengantisipasi Dampak Ekonomi Digital
(Menaker M Hanif Dhakiri melakukan pertemuan informal dengan para pengurus serikat pekerja di Rumah Dinas Menteri, Kompleks Widya Chandra, Jakarta---Dok. Kemenaker)

DIGITALISASI ekonomi dan otomatisasi mesin industri telah menghilangkan banyak jenis pekerjaan konvensional. Industri padat karya seperti garmen dan tekstil, adalah sektor yang paling terdampak. Namun teknologi digital juga menciptakan ribuan lapangan pekerjaan baru yang sebelumnya tidak terduga. Misalnya bisnis jasa transportasi online, belanja online, industri animasi, game online, jasa pengiriman serta berbagai produk jasa yang lain.

Berbagai pekerjaan dan bisnis yang berbasis teknologi digital mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Indonesia merupakan pangsa pasar yang tinggi bagi pengguna internet dan ponsel pintar. Merujuk data Kementerian Komunikasi dan dan Informasi, transaksi e-commerce di Indonesia pada 2016 mencapai sekitar US $20 miliar atau sekitar Rp 261 triliun. Tidaklah berlebihan jika pemerintah menargetkan Indonesia menjadi pusat ekonomi digital di Asia Tenggara pada tahun 2020.

Menurut Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri teknologi digital dan otomatisasi teknologi telah menghilangkan beberapa jenis pekerjaan. Namun keberadaannya juga menciptakan banyak lapangan pekerjaan yang harus segera diatur. “Meski hubungan pekerjaannya bersifat virtual, fleksibel dan cenderung kemitraan, namun harus ada aturan yang jelas, karena melibatkan pekerja dan pemberi kerja,” kata Menteri Hanif di kantornya, Jalan Gatot Subroto Jakarta, pekan lalu.

Bisnis transportasi online misalnya. Harus ada regulasi yang mengatur hubungan kerja, tarif, jaminan sosial untuk sopir dan penumpangnya, penegakan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta hal lainnya. Tanpa regulasi yang jelas, berpotensi menciptakan gesekan sosial.

Saat ini, Kementerian Ketenagakerjaan sedang menyusun rancangan regulasi yang mengatur hal itu. Regulasi mendesak diterbitkan, lanjutnya, untuk menjamin kepastian hak pekerja, pemberi kerja, konsumen serta menghindari potensi gejolak sosial.

Terkait dengan hal itu, berbagai kajian telah dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan bekerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Baik dalam seminar, penelitian maupun kajian akademik. Kajian difokuskan pada ketenagakerjaan di era ekonomi digital, seperti bagaimana menghadirkan payung regulasi serta mengantisipasi dampaknya. Kajian ini juga bekerjasama dengan organisasi buruh dunia (ILO), Pemerintah Jerman serta Friedrich Ebert Stiftung.

Senada dengan Meneteri Hanif, apa yang disampaikan ILO Regional Office for Asia and Pacific, Gary Rynhart. Dampak revolusi teknologi tak bisa dihindari. Ia mengutip hasil riset ILO yang menunjukkan, risiko dari digitalisasi teknologi telah menghilangkan 86 persen pekerjaan sektor garmen dan alas kaki di Vietnam, Kamboja dan Myanmar. “Kondisi Indonesia tak jauh beda. Sektor padat karya, jasa, pertanian dan manufaktur yang paling terancam,” ujarnya beberapa waktu lalu dalam sebuah seminar di Jakarta yang membahas teknologi dan pekerjaan masa depan.

Kondisi serupa, lanjutya, juga dialami oleh banyak negara, khususnya negara berkembang. Lebih dari 60 negara saat ini sedang merencanakan konsultasi dengan para pemangku kepentingan yang relevan mengenai isu pekerjaan masa mendatang (future of work). Betapa teknologi telah menghilangkan sejumlah pekerjaan, namun juga menjanjikan pekerjaan baru. Rencananya, pada 2017 dan 2018, Komisi Tingkat Tinggi Pekerjaan Masa Depan akan dibentuk dan menjalankan tugasnya.

Menurut Menteri Hanif, pemerintah menaruh perhatian serius pada dampak ekonomi dan otomatisasi teknologi di bidang ketenagakerjaan. Selain menyiapkan regulasi, pemerintah juga mendorong tiga hal lain, yakni mendorong perubahan karakteristik tenaga kerja ke arah kewirausahaan-kreatif, peningkatan kapasitas pekerja, juga mendorong diaog sosial antara pekerja, pengusaha dan pemerintah. Dialog sosial sangat penting, guna mendialogkan dampak ketenagakerjaan yang muncul. Misalnya jika terjadi pengurangan tenaga kerja atau dampak lainnya. (***)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya