Ajak Pemilik Platform untuk Tangkal Radikalisme

Putri Rosmalia Octaviyani [email protected]
16/8/2017 06:45
Ajak Pemilik Platform untuk Tangkal Radikalisme
(ANTARA/GALIH PRADIPTA)

PENANGKALAN segala bentuk rencana hingga ajakan radikalisme di dunia maya terus dilakukan. Di antaranya melalui dialog dan kesepakatan dengan para pihak pemilik media sosial. Salah satu yang telah dilakukan ialah pertemuan dengan Facebook, Kemenkominfo rencananya juga akan memanggil sejumlah petinggi media sosial lain seperti Twitter. Pertemuan dilakukan untuk membicarakan sejumlah hal di antaranya rencana peresmian kantor baru Facebook di Indonesia yang akan dilakukan pada Agustus 2017. Selain itu, Kominfo dan Facebook juga menyepakati sejumlah hal mengenai bagaimana cara melawan konten konten yang berbau radikal seperti terorisme. Menurut Samuel, khusus untuk Indonesia, saat ini Facebook telah menerapkan sistem penyaring konten radikal yang dianggap bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan yang ada.

Sebelumnya, pada 1 Agustus 2017, Menteri Rudiantara menerima CEO Telegram Pavel Durov untuk menindaklanjuti proses mekanisme penanganan konten negatif sebagai syarat dalam normalisasi aplikasi web Telegram di Indonesia. Telegram sepakat melarang konten negatif. Menkominfo Rudiantara menegaskan, penerapan larangan konten negatif pada media sosial dan aplikasi pesan singkat berlaku bagi semua penyedia jasa komunikasi. “Kominfo dan Telegram tengah menyusun SOP (standard operational procedure) untuk menangani konten radikalisme dan propaganda terorisme. Telegram berkepentingan membuat sistem yang bagus dan melindungi masyarakat (Indonesia). Ini baru satu (Telegram). Sementara itu, ada platform media sosial dan messaging lainnya. Yang lain juga diatur,” ujar Rudiantara.

Untuk menekan angka akun dan situs berbau radikal di dunia maya, Kominfo juga bekerja sama dengan beberapa lembaga terkait. Kominfo memberikan jalur khusus kepada Polri, BIN, dan BNPT untuk memblokir langsung situs yang memuat konten radikal. Blokir konten radikal bagian dari upaya pencegahan terorisme yang tidak perlu prosedur berbelit. “Kominfo itu berikan karpet merah kepada 3 institusi, Polri, BIN, dan BNPT kalau ada mereka mengenali, ada konten yang kaitannya dengan terorisme dan radikalisme itu prosesnya khusus,” ujar Rudiantara.

Pemblokiran situs mengandung konten radikal ditegaskan Rudiantara tidak perlu dilakukan dengan koordinasi berjenjang. Akses blokir langsung ini diberikan Kominfo sejak 2016. Menurutnya, Kominfo tetap melakukan sosialisasi ke masyarakat dan melakukan filter terhadap situs-situs yang dianggap berbahaya. “Ada yang berangkatnya dari konsep intelijen, dan teman-teman dari 3 lembaga itu yang lebih tahu,” ujar Rudiantara. Khusus untuk media sosial, Kominfo meminta sejumlah perusahaan media sosial untuk memperbaiki dan memantau konten yang dimuat masyarakat. Bagi situs yang dianggap tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut, pemblokiran menjadi jalan yang akan dilakukan. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya