Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
LANGKAH Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud dalam menyatukan organisasi guru pada masa era kepemimpinan Dirjen Sumarna Surapranata sempat menuai pro dan kontra. Bagi yang sepakat, hal tersebut menjadi angin segar dunia bagi organisasi guru di Tanah Air karena dengan begitu kalangan organisasi guru di Tanah Air mempunyai hak sama dalam kebersamaan dan kebinekaan di Tanah Air. Hal tersebut dinilai Ikatan Guru Indonesia (IGI) sangat konstruktif karena pada saat bersejarah memperingati Hari Peringatan Guru Nasional, semua organisasi guru luruh dalam kebersamaan kendati ada pihak organisasi guru yang tidak sepakat. Selama dua kali peringatan Hari Guru Nasional yang dihadiri seluruh organisasi guru, selain Mendikbud, ada Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.
“Terobosan yang dilakukan Dirjen GTK yang memayungi semua guru di Tanah Air termasuk tidak membeda-bedakan keberadaan organisasi guru, sangat kami dukung. Karena beliau mendorong pemurnian organisasi guru agar menjadi organisasi ‘dari guru, oleh guru, untuk guru’,” kata Ketua Umum IGI M Ramli Rahim di Jakarta, Senin (14/8). Ia berharap, dengan kebersamaan organisasi guru baik yang besar maupun kecil dan baru tumbuh, tidak ada lagi organisasi yang ditunggangi orang-orang yang bukan guru dengan dalih memperjuangkan guru tetapi hanya menjadi penikmat organisasi guru.
“Buat IGI, Sumarna Surapranata atau pak Pranata biasa kami panggil sangat konsen pada peningkatan kualitas guru,” ungkap dia. Ia melanjutkan banyak orang yang berpikir Dirjen GTK berpihak ke IGI. “Sebenarnya tidak, bahkan selama kepengurusan saya, IGI tak sekali pun menerima bantuan dari GTK kecuali Garuda Miles yang difasilitasi Kemendikbud,” ungkapnya. Ia melanjutkan Dirjen GTK dinilai sangat pro-IGI bahkan dituduh sebagian orang sebagai ‘pendana IGI’. Sesungguhnya yang terjadi adalah ide, gagasan, dan gerakan IGI sangat sejalan dengan Kemendikbud secara keseluruhan. IGI bergerak dalam upaya peningkatan kompetensi guru, sedangkan Ditjen GTK Kemendikbud dibentuk sebagai upaya peningkatan kompetensi guru yang sejujurnya tiga tahun lalu memang sangat jeblok. “Standar kualitas tinggi yang diterapkan Pranata memang ditentang sebagian guru terutama guru-guru yang kompetensinya rendah dan juga oleh organisasi guru yang memang sangat minim menyentuh peningkatan kompetensi guru,” ujarnya.
Dia mencontohkan Pranata berkukuh uji kompetensi guru atau UKG harus terus dijalankan agar guru-guru memiliki cermin diri sehingga dapat memperbaiki kompetensi mereka. Standar tinggi pada profesi pendidikan guru atau PPG/PLPG pun dipertahankan Pranata meskipun gelombang penolakan terus-menerus datang terutama dari organisasi guru yang dikendalikan dosen dan pejabat daerah. Pranata juga berkukuh menjalankan gerakan ‘Guru Pembelajar’ dengan harapan guru-guru Indonesia mampu meningkatkan kompetensi pada sisi-sisi lemah mereka. “Memang tidak mudah karena guru-guru pada zona nyaman tidak akan nyaman dengan gerakan ini. Pola daring dan luring pun memaksa guru untuk akrab dengan TI, salah satu sisi kelam guru Indonesia yang masih terbelakang,” tegasnya.
Berani
Mantan guru dan mantan Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti berpendapat senada. “Saya pribadi terkesan dengan Pak Pranata. Bagi saya beliau istimewa, terutama terkait dengan sikap seorang Dirjen GTK yang sangat paham organisasi profesi guru berdasarkan UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen,” ujar Retno yang kini menjabat Komisioner KPAI Bidang Pendidikan. “Ini sangat amat saya apresiasi. Di era beliaulah semua organisasi profesi guru didorong dan difasilitasi sama untuk berkembang.” Retno berharap Dirjen GTK yang baru nanti mempunyai sikap dan pandangan yang sama terkait organisasi profesi guru.
Pemerhati pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto berpendapat kompetensi para guru kita masih perlu ditingkatkan karena mereka kurang mendapatkan latihan yang berkaitan dengan profesi dan pedagogi. “Latihan yang ada masih terlalu banyak administrasi. Contohnya, latihan Kurikulum 2013 dan pendidikan penguatan karakter masih berat pada pelaporan,” seloroh Totok. Dalam program Guru Garis Depan, dia meminta Ditjen GTK mesti lebih cermat memilih lokasi dan terpenting pengawasan dan monitoring program ini di lapangan dapat terpantau dengan baik.
Praktisi pendidikan Indra Charismiaji berpendapat UKG yang digelar Ditjen GTK merupakan hal sangat positif sehingga pemerintah mempunyai peta kompetensi guru.“Dengan UKG kita menjadi tahu kemampuan guru kita. Per individu, per daerah, per mata pelajaran. Jadi perbaikan bisa dilakukan dari sana. Ibaratnya kita sakit kan dicek darah, tensi, urine, melalui UKG ini. Setelah tahu hasilnya, kita tahu obatnya apa dalam membina guru ke depan,” ujarnya. Senada dengan IGI dan FSGI, ia juga menilai langkah Ditjen GTK yang menghidupkan organisasi para guru yang tidak didominasi satu organisasi guru juga positif sehingga kebersamaan para guru dan kebebasan guru memilih organisasi menjadi lebih terbuka luas. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved