Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Sanksi Kejahatan Lingkungan Mandul

Putri Rosmalia Oktaviyani
04/8/2017 08:49
Sanksi Kejahatan Lingkungan Mandul
(Perusakan Hutan Lindung Tahura Seulawah di Aceh---MI/Amiruddin Abdullah Reubee)

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi yang menetapkan untuk menindak kejahatan lingkungaan secara terpadu diterbitkan pada 2014, tetapi penegakan hukum lingkungan hingga saat ini masih mandul.

"Memang untuk penegakan hukum lingkungan, khususnya kehutanan, kerap mengalami kendala karena terbatasnya waktu untuk melakukan pengumpulan bukti," ujar Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto dalam Rakornas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) di Jakarta, kemarin (Kamis, 3/8).

Ari Dono mengatakan, dalam aturan yang berlaku, Polri hanya diberi waktu 90 hari guna mengumpulkan berbagai berkas sebelum dilimpahkan ke kejaksaan untuk diproses.

Untuk melakukan pengumpulan berkas kejahatan lingkungan, khususnya di wilayah hutan, dibutuhkan waktu tempuh yang relatif lama dan tingkat kesulitan tinggi.

"Pembuktiannya harus ke lapangan. Kalau karhutla (kebakaran hutan dan lahan), harus menunggu api padam dan sulit sekali untuk bisa mendapatkan saksi, jadi harus menurunkan tim ahli. Itu semua butuh waktu," ungkap Ari Dono.

Akibatnya, kata dia, tak jarang ada laporan atas dugaan kejahatan lingkungan yang tidak dapat dilanjutkan. Dengan demikian, Ari mengaku pihaknya masih sangat sulit untuk menciptakan efek jera dengan menegakkan hukum kejahatan lingkungan yang maksimal terhadap semua pelaku.

"Selain itu, tidak semua jenis tindakan yang termasuk kejahatan lingkungan dapat diketahui polisi. Kami harap koordinasi dan dialog dapat terus dilakukan dengan Kementerian LHK dan PPNS (penyidik pegawai negeri sipil) agar dapat saling mendampingi dalam menangani masalah kejahatan lingkungan."

Polri gagal
Di tempat yang sama, Divisi Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi Khalisa Khalid mengatakan kasus surat perintah penghentian penyidikan (SP3) 15 perusahaan pembakar hutan oleh Kapolda Riau pada Januari 2016 membuktikan kepolisian gagal mematuhi perintah Presiden Joko Widodo. Mantan Gubernur DKI itu memerintahkan kepolisian untuk menindak korporasi yang terlibat kejahatan lingkungan.

"Mereka gagal memahami akar masalah karhutla, termasuk gagal memahami mandat UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)," ujar Khalisa.

Dia mendorong Presiden segera mengeluarkan peraturan presiden seusai putusan MK No 8/2014 terkait dengan perubahan Pasal 95 ayat (1) UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) terhadap penegakan hukum terpadu antar-PPNS.

Dirjen Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani mengatakan kesulitan dan keterbatasan penegakan hukum lingkungan ialah tantangan yang harus dihadapi. "Kami dengan kepolisian dan kejaksaan terus berupaya memperkuat koordinasi tindakan kejahatan lingkungan," ujarnya.

Pada 2016 Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Kementerian LHK mengeluarkan 115 surat peringatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Hasilnya, 38 perusahaan dinyatakan memenuhi peringatan.

Pada tahun itu pula setidaknya 106 operasi pengamanan hutan dilakukan, yang terdiri atas operasi peredaran tumbuhan dan satwa liar sebanyak 59 kali, pembalakan liar sebanyak 29 kali, dan pemulihan fungsi kawasan hutan sebanyak 18 kali operasi.

Di samping itu, kata Rasio, 30 kasus sengketa lingkungan hidup diselesaikan di luar pengadilan. Jumlah itu turun dari sebelumnya 50 kasus pada 2015. Sebanyak 12 kasus diselesaikan di pengadilan, naik dari sebelumnya hanya tujuh kasus di 2015.(X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya