Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Gebuk tanpa Menyampingkan Hukum

Golda Eksa
22/6/2017 07:30
Gebuk tanpa Menyampingkan Hukum
(Ilustrasi)

KEBERHASILAN Polri melalui Detasemen Khusus 88 Antiteror meringkus 36 terduga teroris dari sejumlah daerah di Tanah Air dalam beberapa waktu belakangan patut diapresiasi.

Harus dipastikan bahwa upaya itu tetap berada dalam koridor negara hukum serta menghormati prinsip-prinsip due process of law.

Demikian dikatakan Direktur Imparsial Al Araf dan pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridwan Habib ketika dihubungi terpisah, kemarin.

Al Araf menilai penangkapan terduga teroris oleh Korps Bhayangkara perlu disambut positif.

"Karena memang kita memahami bahwa ada dinamika di Timur Tengah yang menimbulkan fenomena Islamic State (IS), termasuk gejolak di Filipina," ujarnya.

Menurut dia, kondisi global itu terbukti berdampak pada eskalasi penguatan organisasi kelompok teroris di Indonesia.

Gejolak di Timur Tengah dan Filipina menjadi momentum bagi kelompok radikal untuk membangun sebuah gerakan baru.

"Karena itu, upaya-upaya preventif oleh penegak hukum harus dilakukan.''

Di sisi lain, terang dia, walaupun upaya penanganan terorisme wajib dilakukan, itu harus tetap dalam koridor yang jelas.

Tindakan mesti mengacu pada KUHAP dan UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Terorisme.

Al Araf menyarankan pihak-pihak yang merasa dirugikan atau terbukti tidak bersalah agar menempuh mekanisme praperadilan.

Masyarakat berhak menggunakan hak-haknya untuk menguji tindakan aparat secara hukum.

"Jadi, di era sekarang mekanisme penegakan hukum kelebihannya ialah ada akuntabilitas dan bisa diuji. Intinya upaya penangkapan tetap dalam kerangka yang proporsional," kata Al Araf.

Pengawasan

Ridwan Habib mengatakan tindakan kepolisian yang gencar meringkus terduga teroris terkesan sebagai upaya mencegah serangan.

"Hanya saja yang menjadi permasalahan apakah dengan menangkap, menangkap, dan terus menangkap itu tidak ada pelanggaran HAM? Nah, di situ perlu masuk lembaga pengawasan, seperti Kompolnas dan Komnas HAM."

Kompolnas dan Komnas HAM, sambung dia, nantinya akan mendampingi para terduga teroris yang dinyatakan tidak bersalah meski sebelumnya telah ditangkap dan menjalani pemeriksaan intensif selama 7x24 jam.

Selain itu, perlu pula penguatan mekanisme pengawasan Densus 88 dengan membentuk subkomisi di DPR.

"Penangkapnya atau pimpinan penyidiknya memang bisa diperkarakan atau dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Sebaliknya, kalau ternyata para terduga pelaku itu terindikasi bersalah, ya bisa langsung diproses," ucap Ridwan.

Ia menekankan pola penangkapan di awal oleh kepolisian akan menimbulkan efek gentar bagi kelompok-kelompok teroris yang masih ada.

Dengan begitu, diharapkan para pelaku yang belum diringkus bisa mengurungkan niat untuk melancarkan serangan. (Gol/X-8)




Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya