Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Usut Persekusi hingga Dalangnya

Christian Dior Simbolon
05/6/2017 07:00
Usut Persekusi hingga Dalangnya
(MI/ROMMY PUJIANTO)

LAPORAN korban-korban persekusi terus mengalir ke Koalisi Masyarakat Sipil Antipersekusi.

Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, hingga kemarin, sudah lebih dari 60 laporan yang masuk.

Tak hanya dipicu hate speech atau kritik terhadap kelompok keagamaan tertentu, sejumlah korban juga sengaja didesain menjadi target persekusi.

"Ada orang-orang yang memang orang yang dibikin supaya sesuai karakteristik target. Misalnya, ada dari etnik minoritas yang dibikin akunnya dan dibuat seolah-olah dia melakukan penghinaan," ujar Asfi, sapaan akrab Asfinawati dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, kemarin.

Menurut Asfi, masifnya aksi-aksi persekusi di berbagai daerah mengindikasikan bahwa ada dalang mengorganisasi persekusi.

Ia pun mendesak pemerintah, khususnya KomnasHAM dan kepolisian, menggelar investigasi guna mengungkap operator-operator dan otak di balik persekusi.

"Tidak mungkin ini random dan tanpa penggerak di belakangnya," cetus dia.

Peneliti Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safe Net) Damar Julianto menambahkan, terjadi peningkatan kasus persekusi sejak Januari 2017. Pada Januari, jumlah korban persekusi hanya 7 orang, Februari sebanyak 3 orang dan April 13 orang.

Advokat senior Todung Mulya Lubis mengatakan rendahnya penghormatan hukum menjadi penyebab utama kelompok-kelompok massa seenaknya melakukan persekusi.

"Dalam kasus-kasus persekusi, sudah didasarkan pada presumption of guilt atau praduga bersalah. Bahwa yang bersangkutan telah menghina umat Islam dan imam besar FPI. Praduga itu semakin meluas jika tidak segera direspons," ujar dia.

Kuasai siber media

Politikus NasDem Taufik Basari mengatakan persekusi merupakan dampak dari maraknya ujaran kebencian di media sosial. Masifnya aksi-aksi persekusi juga menunjukan bahwa kelompok-kelompok garis keras kian kuat menguasai ruang siber.

"Yang harus dilakukan adalah kita berupaya menguasasi panggung (siber) lebih besar daripada mereka. Baik negara maupun masyarakat sipil harus berperan di sini," ujarnya.

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan aksi persekusi atau sweeping harus dilihat sebagai tindakan masyarakat sipil yang meruntuhkan kekuatan dan wibawa negara di hadapan para korban.

Bambang menilai negara tidak boleh menoleransi aksi-aksi seperti itu.

"Siapa pun pelakunya dan sebesar apa pun kekuatan yang mendukungnya, negara wajib merespons aksi persekusi dengan sikap dan tindakan yang tegas, pun lugas," ujar Bambang.

Menurutnya, jika aksi persekusi dan sweeping tidak segera dihentikan akan terbangun persepsi negatif di benak publik.

Ia menyebutkan, negara akan diasumsikan lemah dan kehilangan wibawa karena ada orang atau sekumpulan warga sipil bisa bertinak semena-mena.

"Pembiaran atas aksi-aksi persekusi akan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum material dan hukum formal akan kehilangan fungsi dan kekuatannya karena kuasa untuk menetapkan sebuah kebenaran dan kesalahan, serta kuasa untuk menjatuhkan hukuman, ada dalam genggaman orang atau kumpulan warga yang bebas melancarkan aksi-aksi persekusi," pungkasnya. (Nov/P-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya