Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Negara Diminta Waspadai Persekusi

Putri Anisa Yuliani
01/6/2017 17:21
Negara Diminta Waspadai Persekusi
(Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati. MI/ROMMY PUJIANTO)

KOALISI Masyarakat Sipil Anti-Persekusi mengharapkan negara mulai waspada terhadap gejala persekusi yang marak terjadi di masyarakat.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengatakan, jika dianggap sepele, persekusi bisa menjalar lebih luas lagi dan merugikan pihak yang menjadi target sasaran dari aktor penggerak persekusi.

Negara juga diminta terlibat untuk menyelidiki lebih dalam terhadap situs maupun akun sosial media berpotensi melakukan aksi persekusi.

"Negara harus mewaspadai persekusi ini dan melakukan investigasi mendalam terhadap aktornya, bukan pada akun-akun yang bergerak di lapangan, tapi siapa penggerak mesin. Karena terbukti ada gerakan masif dimana-mana dalam waktu singkat," kata Asfinawati di Kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (1/6).

Ia menyebut, persekusi lebih buruk daripada pola main hakim sendiri karena lebih sistematis dan terorganisir dalam melakukan pembingkaian 'pelaku' pada orang yang menjadi korban.

Asfin pun menyebut, para aktor dan mesinnya ini sudah memiliki target yakni pihak yang berbeda pendapat atau kaum minoritas yang memiliki pandangan berbeda. Para aktor kemudian melakukan ajakan dengan bentuk pembingkaian menjadikan target sebagai pelaku berdasarkan persepsi yang mereka anut.

"Jadi yang berperan sepenuhnya ada persepsi. Jika memiliki perbedaan pandangan atau persepsi, maka target meski memiliki pandangan berupa pernyataan yang memiliki dasar keilmuan yang shahih pun tetap bisa jadi sasaran. Aktor tidak lagi melihat apa itu benar salah tetapi sesuai persepsi mereka atau tidak," ujar Asfin.

Kasus persekusi, menurut dia, sudah terjadi sejak akhir 2016 tetapi mulaiasif pada periode April hingga Mei. Dalam kurun waktu Januari hingga Mei 2017 sudah ada 59 kasus persekusi.

YLBHI tidak bisa menjangkau keseluruhan korban dari kasus tersebut karena sebagian besar merasa ketakutan sehingga memutus hubungan komunimasi dari media sosial yakni dengan menutup akunnya. Hal itu terjadi akibat tekanan dari mesin penggerak yang masif dan didukung oleh sebagian masyarakat yang termakan pembingkaian isu oleh para aktor.

Asfin pun menyebut para pelaku persekusi bisa diancam dengan UU ITE, dan pasal pidana dalam KUHP seperti pidana ancaman kekerasan, pidana kekerasan, pidana perbuatan tidak menyenangkan, pidana pencemaran nama baik, hingga pidana merebut hak kemerdekaan orang lain karena dalam beberapa kasus, gerakan massa menjemput paksa korban ke suatu tempat untuk dituntut meminta maaf.

"Mereka tidak boleh seolah menjadi negara, mereka jadi penuntut, mereka jadi polisi, mereka jadi hakim," tukasnya.

Dalam kesempatan yang sama, salah satu warga Kota Solok, Sumatera Barat yang pernah menjadi korban persekusi, Fiera Lovita atau Lola yang berprofesi sebagai dokter di sebuah rumah sakit umum daerah ini menyatakan gerakan massal para pengikut organisasi massa tertentu yang melakukan persekusi sudah sangat merugikan pihaknya. Ia menyebut tak hanya menderita kerugian materil karena harus mengungsi ke Jakarta demi keamanan serta meninggalkan sementara pekerjaannya, keluarga dan anak-anaknya pun mendapat tekanan psikis dan mengalami trauma.

Lola menjadi korban persekusi akibat salah satu postingan di akun Facebook miliknya yang menyindir seorang ulama setelah menonton pemberitaan di media televisi. Meski demikian, ia menegaskan, postingannya tidak memancing provokasi dan berupa kebencian karena tidak ada kata atau kalimat kasar, bermakna menuduh serta tidak menyebut nama orang, organisasi, pihak golongan maupun menampilkan foto.

"Dari konsultasi dengan LBH Kota Solok, saya mengetahui bahwa postingan saya sama sekali tidak menyinggung. Bahkan lebih banyak lagi yang lebih parah," tukasnya.

Perwakilan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Astari Yanuarti menyebut pihaknya saat ini sedang mengupayakan edukasi kepada para netizen agar lebih mengontrol apa yang disampaikan di muka umum termasuk media sosial. Ia menyebut, berbagai pihak harus saling menahan diri agar menjaga keamanan diri dan tidak menimbulkan konflik horisontal. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik