ISU perombakan kabinet (reshuffle) jilid II yang berulang kali menimbulkan kegaduhan membuat Presiden Joko Widodo menegaskan posisinya.
Sebagai pemegang wewenang penuh dalam urusan penggantian komposisi Kabinet Kerja, untuk pertama kalinya Jokowi menegaskan bahwa reshuffle merupakan hak prerogatif presiden.
"Karena itu, tidak boleh ada yang mendikte-dikte, intimidasi, mendesak-desak. Ini merupakan hak prerogatif presiden," cetusnya saat ditanya soal isu reshuffle oleh Metro TV dan sejumlah pewarta lainnya, seusai bersepeda di agenda hari bebas berkendara Bogor, di depan gerbang Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, kemarin.
Isu perombakan kabinet untuk kedua kalinya kembali 'nyaring' setelah Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Aziz Subekti, bulan lalu, mengklaim mendapatkan informasi valid dari lingkungan Istana tentang adanya perombakan kabinet dalam waktu dekat.
PAN, kata Aziz, bahkan telah menyiapkan dua kader pengganti, yakni Taufik Kurniawan menggantikan kursi menteri perhubungan yang kini dijabat Ignasius Jonan, serta Asman Abnur bakal menggantikan kursi menteri lingkungan hidup dan kehutanan yang dijabat Siti Nurbaya. Taufik kini Wakil Ketua DPR, sedangkan Asman ialah anggota DPR dari Fraksi PAN.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi kembali menyatakan bahwa dirinya enggan direcoki dengan polemik sejenis itu. "Jangan ada yang mendesak-desak (soal reshuffle)."
Meski salah satu kadernya melontarkan isu tersebut, PAN, lewat sekretaris jenderalnya, Eddy Soeparno, mengaku menyerahkan sepenuhnya hak pergantian kabinet itu kepada Presiden."Kami serahkan kepada Presiden dan kami tak bermaksud mendiktenya."
Sebagai anggota baru partai koalisi pendukung pemerintah mulai 2 September 2015, PAN memang belum mendapat jatah di kabinet kendati saat bergabung PAN menyatakan berubah haluan dari Koalisi Merah Putih di oposisi menuju ke mendukung pemerintah tanpa ada syarat.
Selain dari PAN, desakan penggantian menteri juga disuarakan oleh kader PDIP Rieke Dyah Pitaloka. Sebagai Ketua Pansus Pelindo II, Rieke lantang menyuarakan agar Presiden Jokowi menaati rekomendasi Pansus Pelindo II yang diputuskan 18 Desember 2015, yakni mencopot Rini Soemarno dari kursi menteri BUMN karena dinilai ikut bertanggung jawab atas persoalan di Pelindo II.
"Kalau Presiden taat konstitusi dan undang-undang, wajib hukumnya menindaklanjuti rekomendasi DPR, termasuk rekomendasi Pansus Pelindo II," desak Rieke seusai Rapat Paripurna DPR yang menyetujui rekomendasi pansus tersebut.
Tidak etis Kini Partai Golkar hasil Munas Bali juga disebut-sebut tengah mempertimbangkan kader untuk masuk kabinet. Itu terutama setelah Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly mencabut SK Pengurus Golkar versi Munas Ancol, 30 Desember 2015 lalu.
Bendahara Umum Partai Golkar versi Munas Bali Bambang Soesatyo mengutarakan Partai Golkar tengah mempertimbangkan ajakan untuk masuk ke pemerintahan.
"Kita tengah mempertimbangkan hal itu. Ini menjadi tugas Aburizal Bakrie pascapengesahan kepengurusan Munas Bali kelak," jelasnya lewat pesan singkat, kemarin.
Berbagai kalangan, mulai dari pakar hukum tata negara, pengamat politik, hingga tokoh publik mengkritik pihak-pihak yang mendesak Presiden merombak kabinet.
"Meski politik bisa menggunakan segala cara dan motif untuk meraih kemenangan, mereka harus taat pada aturan main dan sistem pemerintahan yang kita anut, yaitu sistem pemerintahan presidensial," papar pakar hukum tata negara Refly Harun.
"Mendesak-desak Presiden untuk mengganti menteri itu langkah yang sangat tidak etis, selain melanggar prinsip tata negara," sambung Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj.
Pengamat politik Yunarto Wijaya menyatakan, jika memang harus ada reshuffle, mestinya itu murni berbasiskan kinerja, bukan karena adanya serangan-serangan politik.
"Karena itu, secara politik reshuffle lebih tepat dilakukan manakala kegaduhan politik sudah berhasil diredam," ujar dia, pekan lalu.(Nur/X-3)