Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Menyoal Pasien Jaminan Kesehatan Nasional yang Dipaksa Pulang

Gantyo Koespradono, penyintas kanker, peserta BPJS Kesehatan
02/6/2025 22:10
Menyoal Pasien Jaminan Kesehatan Nasional yang Dipaksa Pulang
Ilustrasi pelayanan peserta Jaminan Kesehatan Nasional(ANTARA/HARVIYAN PERDANA)

KRITIK Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene, soal layanan BPJS Kesehatan kepada pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)  yang masih menggunakan selang makan lewat hidung dan dipulangkan ke rumah lalu meninggal dunia, ramai jadi pembicaraan publik.

Saat melakukan rapat dengar pendapat dengan BPJS Kesehatan beberapa hari lalu, Felly intinya menyayangkan banyak pasien pengguna fasilitas BPJS Kesehatan yang diminta meninggalkan rumah sakit masih dengan selang di hidung untuk makan. Beberapa di antaranya meninggal dunia karena tidak mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya.

Mendengar apa yang disampaikan Felly yang videonya disebarluaskan lewat media sosial, terus terang saya terkejut. Pasalnya, saya tidak tahu aturan main yang berlaku di BPJS Kesehatan seperti apa. 

Jika kepada pihak BPJS Kesehatan, Felly minta jangan mengingkari kenyataan seperti apa yang disampaikannya, saya menduga pihak BPJS Kesehatan telah berbohong jika mengatakan, apa yang disampaikan Felly tidak ada atau paling tidak kasus semacam itu sudah tidak ada lagi.

Saya adalah penderita kanker yang sampai hari ini masih menjalani proses penanganan medis setelah melakukan operasi dua kali, masing-masing di MRCCC Siloam Semanggi Jakarta dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Saya menjalani operasi dan pascaoperasi perawatan sudah tiga bulan ini. Sampai sekarang saya masih menggunakan sonde atau selang di hidung untuk makan sehari-hari yang istilah medisnya adalah NGT (nasogastric tube).

NGT adalah selang tipis dan fleksibel yang dimasukkan melalui hidung  hingga ke lambung. Selang ini digunakan untuk berbagai tujuan, seperti memasukkan makanan, obat-obatan, atau cairan ke dalam lambung, serta untuk mengeluarkan isi lambung.

Sampai sedemikian jauh, seperti tetah saya singgung di atas, sebagai pasien awam, saya tidak tahu seperti apa aturan main atau standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku di BPJS Kesehatan terkait dengan kasus pasien diminta pulang sebelum waktunya. Juga perawatannya.

Saya adalah pasien kanker laring (pita suara). Karena pita suara saya sudah diangkat lewat operasi, mau tidak mau saya harus makan lewat NGT yang membuat saya tidak nyaman.

Makanan cair disiapkan pihak rumah sakit. Namun, teknis memasukkan makanan ke lambung menggunakan NGT, istri yang melakukannya, sejak hari pertama pasca operasi hingga saat ini manakala saya sudah diizinkan pulang oleh dokter dan berada di rumah.

Saya beruntung sebab istri saya pernah menjadi perawat di sebuah rumah sakit di Tangerang sehingga tidak asing dengan NGT, dan makanan seperti apa yang layak saya konsumsi setiap hari. Saya perhatikan pasien lain yang menggunakan NGT juga pihak keluarga yang melayani, bukan perawat.

Apakah memang seperti itu SOP yang diberlakukan rumah sakit dan BPJS Kesehatan? Jika memang demikian, saya cuma bisa membayangkan bagaimana dengan pasien ber-NGT yang tidak punya anggota keluarga atau mereka tidak tahu tata cara menggunakan NGT. Bagaimana menyiapkan asupan makanan, meski sebelum pulang dokter gizi telah memberikan panduan makanan cair apa yang harus disiapkan di rumah.

Karena mantan perawat, istri juga tidak menjadi persoalan saat di rumah harus mengganti plester NGT atau posisi NGT yang sudah berubah. Lagi-lagi saya tidak bisa membayangkan bagaimana dengan pasien lain yang setelah di rumah, NGT-nya melorot?

Oleh sebab itu, saya bisa pahami jika Felly peduli dengan pasien peserta BPJS Kesehatan dan mengkritik pihak BPJS Kesehatan agar tidak 'memaksa' pulang pasien sebelum waktunya dengan NGT masih nyantol di hidung.

Saya bisa pahami, kasus seperti ini juga dilema bagi rumah sakit dan BPJS Kesehatan. Pasalnya tidak mungkin membiarkan pasien mondok di rumah sakit seperti halnya saya hingga berbulan-bulan. Selain tidak nyaman, juga membosankan. Bahkan mungkin malah semakin sakit.

Di luar itu, banyak pasien peserta BPJS Kesehatan yang menunggu untuk mendapatkan kamar guna perawatan. Berdasarkan pengamatan saya, ruang perawatan khusus peserta BPJS Kesehatan tak pernah ada yang kosong. Begitu ada pasien yang pulang, ruang perawatan langsung terisi.

Ke depan ada baiknya disiapkan sistem layanan yang lebih baik dan terpadu, misalnya BPJS Kesehatan atau rumah sakit menyediakan perawat khusus untuk mendampingi pasien yang pulang namun masih perlu mendapatkan perhatian khusus. Tidak dibiarkan pulang tanpa pengawasan dan menyerahkan nasibnya kepada alam.

Terlepas masih terdapat kekurangan di sana sini, lewat tulisan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada BPJS Kesehatan yang iuran rutin bulanan saya terbukti telah memberikan manfaat dan membantu saya saat saya menjalani operasi yang saya yakin telah menghabiskan biaya ratusan juta rupiah.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya