Mewaspadai Penyakit tidak Menular Sebagai Penyebab Kematian

BERHATI-hatilah mengonsumsi gula, garam, dan lemak yang tinggi. Sebagai informasi, ketiganya bisa menjadi penyebab kematian dan kecacatan bila tidak dikonsumsi dengan sehat dan benar. Di Indonesia penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian, angkanya mencapai 75%. Sementara, di dunia, PTM menorehkan rekor 74% sebagai penyebab utama kematian. Sebanyak 22% atau 11 juta kematian disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat.  

Pola makan yang tidak sehat menempati peringkat ketiga penyebab kematian dan kecacatan. Salah satu faktor pemicunya adalah konsumsi gula, garam, serta lemak (GGL) yang tinggi. 

Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan adanya kenaikan konsumsi GGL dibandingkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Konsumsi makanan manis meningkat 6,5% dari 59,8% menjadi 66,3%. Konsumsi minuman manis meningkat 3,8%, dari 48,73% menjadi 52,5%. Konsumsi pada makanan yang mengandung bumbu penyedap meningkat 3,8%, dari 22,4% menjadi 26,2%. Serta konsumsi makanan berlemak/berkolesterol/gorengan meningkat 4,5%, dari 58,2% menjadi 62,7%. 

Baca juga : Kualitas Makanan Penting Bagi Kesehatan Anda

Harus diakui bahwa Indonesia saat ini mengalami lonjakan konsumsi GGL yang mengkhawatirkan. Sebanyak 47,5% penduduk mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) setiap hari (SKI, 2023).  Sebagian besar rumah tangga di Indonesia atau 67,4% rumah tangga melaporkan konsumsi MBDK dalam sepekan terakhir (Susenas, 2022). Serta studi yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada 2023, sebanyak 57,5% remaja perkotaan mengonsumsi MBDK 5-7 kali seminggu. 

Tentu saja ini mengancam kesehatan karena menjadi faktor risiko yang dapat menyebabkan berbagai penyakit tidak menular. Hasil SKI 2023 menunjukkan masih tingginya prevalensi hipertensi (30,8%) dan diabetes (11,7%) berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah/pemeriksaan kadar gula darah.  

Selain itu, penyakit stroke, penyakit jantung iskemik, dan diabetes merupakan 3 dari 10 penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Bahkan dalam laporan data SKI 2023 menyebutkan PTM sebagai penyebab disabilitas paling banyak. Tak hanya itu, ternyata lebih dari 50% dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dibelanjakan untuk PTM. 

Baca juga : Jika Dilakukan dengan Benar, Diet Itu tidak Menyiksa

Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di tingkat global. Konsumsi garam yang berlebihan menyebabkan 1,9 juta kematian per tahun secara global. Hal ini tergambarkan dari konsumsi rata-rata garam di dunia sebanyak 10,5 gram per hari atau lebih dari dua kali lipat dari rekomendasi WHO yaitu di bawah 5 gram per hari.

Penyakit hipertensi akibat konsumsi natrium yang tinggi menjadi faktor utama kematian global dengan menyumbang 10,7 juta kematian per tahun. Selain itu, diperkirakan 5.000 orang di Indonesia meninggal setiap tahun akibat konsumsi lemak trans buatan industri, suatu zat berbahaya yang umumnya terdapat dalam makanan kemasan dan olahan. 

Beberapa strategi dilakukan untuk menurunkan konsumsi GGL, salah satunya dengan cara menerapkan Front-of-Pack Labelling (FOPL) pada makanan/minuman berkemasan. Dengan mencantumkan label pada kemasan, konsumen dapat memilih atau mendapatkan informasi tentang makananan/minuman yang akan dibeli atau dikonsumsi. 

Baca juga : 3 Suplemen Terbaik untuk Meningkatkan Kesehatan Mental dan Kinerja Otak

Strategi tersebut telah banyak dilakukan di dunia. Bahkan Chili menjadi pelopor yang mewajibkan label peringatan, membatasi pemasaran makanan untuk anak-anak, dan melarang penjualan makanan dan minuman tidak sehat di sekolah.

Di Indonesia, pelabelan pada kemasan ini sudah diterapkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 63/2015 yaitu Kewajiban pencantuman informasi kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta pesan kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Badan Pengawas Obat dan Makananan (BPOM) memperkuat dengan Peraturan BPOM 31/2018 tentang Label Olahan Pangan yaitu label yang mengandung gula, garam, dan/atau lemak dan dikonsumsi dalam jumlah yang dapat menimbulkan risiko PTM wajib dicantumkan informasi pesan kesehatan. Tidak hanya itu, BPOM mengeluarkan peraturan BPOM 26/2021 tentang informasi nilai gizi pada label pangan olahan. 

Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) melakukan penelitian Persepsi Konsumen pada FOPL dan Logo Pilihan Sehat di Indonesia dengan responden 1.871 remaja usia 13-17 tahun. Penelitian dilakukan di Jakarta dan Surabaya dari Desember 2021-Januari 2022. Hasil penelitian tersebut bahwa FOPL terbukti meningkatkan kesadaran remaja terhadap kandungan gizi. Berfungsi sebagai label peringatan, menjadi cara yang paling efektif membantu remaja untuk mengidentifikasi makanan kemasan yang tidak sehat sehingga mengurangi niat untuk membeli. 

Baca juga : Survei: Hampir 90 Persen Konsumen Indonesia Sebut Pola Makan Tentukan Kesehatan Mental dan Fisik

Label pangan lampu lalu lintas atau traffic-light label yang dikembangkan oleh The UK Food Standards Agency (FSA), dianggap remaja paling mudah dipahami. Hal ini membuat konsumen dapat memilih produk pangan yang lebih sehat hanya dengan melihat kode warna. Sementara pada logo pilihan sehat lebih mudah diingat tetapi kurang efektif dalam memengaruhi keputusan untuk membeli. 

Langkah konkret intervensi konsumsi GGL telah dilakukan Indonesia dengan memperkuat regulasi melalui UU Kesehatan No. 17 tahun 2023. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Ayat 2, Upaya Kesehatan Masyarakat yang bersifat preventif dapat berupa pembatasan konsumsi rokok, konsumsi garam, konsumsi makanan dan minuman kadar gula berlebih, serta berupa vaksinasi massal, skrining penyakit serta pengendalian kesehatan lingkungan, termasuk pencegahan pencemaran lingkungan dan pengendalian vektor. 

Selanjutnya diturunkan pada Peraturan Pemerintah (PP) 28 tahun 2024 pasal 194-195 dan 200, sebagai strategi pengendalian konsumsi GGL.  Pertama, penetapan batas maksimal kandungan GGL pada pangan olahan dan pangan olahan siap saji. Kedua penetapan pencantuman informasi nilai gizi termasuk informasi kandungan GGL, pesan kesehatan, dan label gizi pada kemasan pangan olahan dan atau pangan olahan siap saji. 

Ketiga, penetapan larangan iklan, promosi, dan sponsor pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji. Keempat, penetapan pelarangan penjualan atau peredaran pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji yang melebihi batas maksimum GGL pada kawasan tertentu. Kelima, penetapan cukai terhadap pangan olahan tertentu. Terakhir penetapan pembatasan dan atau pelarangan menggunakan zat atau bahan yang berisiko menimbulkan PTM pada pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji. 

Amanah pada peraturan pemerintah ini perlu dijabarkan lagi melalui berbagai regulasi dan strategi di kementerian/lembaga terkait. Regulasi yang telah ada perlu diperkuat implementasi dan pengawasannya. Segala kebijakan ini tidak akan berjalan jika tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat. Dengan implementasi kebijakan GGL yang efektif, pilihan yang lebih sehat akan menjadi pilihan yang lebih mudah bagi konsumen, memungkinkan mereka untuk mengadopsi kebiasaan makan yang lebih baik dan mengurangi faktor risiko yang terkait dengan PTM. (E-3)