Headline

Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.

Rusia dalam Genggaman Putin

Asep Setiawan Head of Media Research Center at Media Group
10/9/2016 00:30
Rusia dalam Genggaman Putin
(Mikhail Klimentyev/Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

TIDAK salah kalau nama Vladimir Putin terdengar nyaring di berbagai kalangan masyarakat karena telah membawa negara ini selama 16 tahun terakhir, dari negara yang dilanda perpecahan dan ketidakstabilan menjadi satu entitas politik yang solid. Rusia telah menemukan tempatnya dalam percaturan dunia dan sudah diperhitungkan lagi oleh Barat. Bukan diperhitungkan akan ancamannya sebagai bekas negara komunis yang digdaya, tetapi karena kekuatan ekonominya.Kota Moskow barangkali bisa dijadikan salah satu potret keperkasaan Rusia yang modern. Tidak lagi aneh melihat berbagai gerai bank internasional seperti Citibank dan gerai makanan cepat saji McDonald’s dan A&W. Bahkan mobil yang bermerek mulai dari BMW, Mercedes, Toyota, Suzuki, Ford sampai dengan Hyundai dan KIA buatan Korea Selatan memenuhi jalan-jalan ibu kota Rusia. Demikian juga mal-mal besar sudah tidak asing lagi di Moskow seperti terlihat di sekitar Lapangan Merah. Dengan kata lain, globalisasi industri sudah terasakan di Moskow. Apa sebenarnya yang terjadi di Rusia di bawah kepemimpinan Vladimir Putin? Vladimir Vladimirovich Putin menjadi pemimpin dominan setidaknya sejak 1999. Pada 1999 sampai 2000, dia merupakan Perdana Menteri Rusia. Kemudian tahun 2000 sampai 2008 menjadi Presiden Rusia selama dua periode. Karena aturan konstitusi, dia menjadi perdana menteri lagi tahun 2008 sampai 2012. Bahkan selama masa jabatan kedua sebagai PM Rusia, Putin juga menjadi Ketua Partai Rusia Bersatu yang menjadi penguasa sekarang. Lalu sejak 7 Mei 2012, Putin kembali menjadi presiden sampai pemilihan berikutnya tahun 2018. Meski sudah lama menjabat pimpinan Rusia sampai jajak pendapat Juli 2016, Putin masih tetap teratas dengan tingkat popularitas sampai 64%.

Demokrasi ala Rusia
Putin menata Rusia mulai dari pilar pertama yakni konsolidasi politik yang mengubah desentralisasi politik menjadi pemusatan kekuasaan di tangan Kremlin. Modal kekuasaan inilah yang mengembalikan desentralisasi yang muncul dari keterbukaan era Mikhail Gorbachev dan masa transisi era Boris Yeltsin kepada penguasaan terpusat di Moskow. Setelah beberapa bulan berkuasa sebagai presiden, Putin memperkenalkan perubahan konstitusional meskipun tidak dilakukan melalui amendemen secara resmi. Putin bergerak cepat di beberapa front ketika mulai berkuasa, dari langkah konstitusional, keamanan, ekonomi, politik dalam negeri dan luar negeri, serta memanfaatkan keuntungan semua itu sehingga bisa mengukuhkan diri jadi semacam kultus individu. Selama tahun 2000 sampai 2008, kebijakan Putin secara perlahan mengerem reformasi demokratis yang sudah dimulai. Konsolidasi kekuasaan Putin telah mengubah Rusia menjadi semacam managed democracy (demokrasi yang terkelola). Di lembaga legislatif Partai Rusia Bersatu masih dominan dengan 238 kursi yang berarti sekitar 49%, sedangkan posisi kedua diduduki Partai Komunis dengan 92 kursi atau 19%. Tempat ketiga diduduki Partai Rusia Adil dengan 64 kursi, kemudian Partai Demokrasi Liberal Rusia dengan 56 kursi.
Pakar International Institute for Strategic Studies di Moskow, Dmitry Polikanov seperti dikutip situs Russia Beyond The Headlines, menjelaskan kedudukan Putin adalah sentral sebagai pengambil keputusan. Rusia dibangun sedemikian rupa sehingga tidak ada pengambil keputusan penting tanpa persetujuan dari Putin karena lembaga lainnya hanya pelaksana. Namun, meskipun pelaksana saja, lembaga-lembaga itu bertanggung jawab atas semua implementasi kebijakan.

Ekonomi terpusat
Setelah diperkenalkan reformasi ekonomi pasar bulan Oktober 1991, pendapatan riil menyusut 50% selama enam bulan, dan produksi jatuh 24% pada 1992. Dan kemudian merosot lagi 29% pada tahun berikutnya. Tahun 1992, hiperinflasi dengan angka 2000% mencengkeram negeri ini. Sistem kesehatan masyarakat dan keamanan sosial hancur. Selama masa kepresidenan pertama, ekonomi Rusia tumbuh 8%. Pertumbuhan itu ditopang booming perdagangan komoditas, harga minyak dan pengelolaan ekonomi dan keuangan yang hati-hati. Namun, krisis ekonomi global 2008-2009 datang, disusul jatuhnya harga minyak, sanksi Barat terhadap Rusia awal 2014 karena aneksasi Krimea, dan intervensi militer di Ukraina Timur dengan GDP menyusut 3,7% pada tahun 2015. Di tengah pengelolaan ekonomi dan politik, sejak awal Putih sudah memperhatikan media massa. Pada masa pertama kepresidenannya, Putin memulihkan kontrol politik atas jaringan televisi nasional. Pada saat yang sama, tulis Katherine Ognyanova (2014), Putin juga melakukan pembatasan terhadap jaringan media independen dan bahkan media asing. Sejumlah eksekutif di media massa Rusia yang ditemui di Moskow, mengakui bahwa sebagian media berada di bawah kendali pemerintah.

Alexey Perevoshchikov, penasihat Departemen Hubungan Luar Negeri dari Russian Television and Radio Broascasting Company (RTR) menjelaskan, media pemerintah yang dikelolanya mencakup 90 TV dan radio di semua Federasi Rusia. Kepala Kerja sama Internasional Rossiya Segodnya, Vasily Pushkov juga mengakui bahwa media di kelompoknya merupakan bagian dari media yang dikelola pemerintah dan bahkan mencakup jaringan pemberitaan internasional. Stabilitas politik yang dijaga Putin selama 16 tahun ini menjadikan jaminan akan adanya pertumbuhan ekonomi yang bisa mengeluarkan warga Rusia dari kemiskinan absolut. Namun begitu, pertumbuhan dan kestabilan ini menghadapi tantangan baru karena media massa tidak selamanya bebas mengekspresikan dirinya. Artinya, berbagai persoalan yang muncul akibat sistem politik seperti sekarang di Rusia tidak selalu dapat dianalisis seberapa jauh bisa tahan apabila Putin tidak lagi berkuasa. Saat ini tampaknya Rusia masih puas dengan keberadaan Putin dan bahkan diperkirakan Putin masih akan unggul dalam Pemilu 2018 yang berarti bisa menjabat presiden lagi sampai 2024.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya