Lukito Hasta, Asisten Deputi Pengembangan Kelembagaan Iptek, Kementerian Ristek dan Dikti
21/7/2015 00:00
()
"KITA ini satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Bahkan lebih dari itu, kita ini satu kota. Jadi, lupakanlah tawuran. Lebih baik kita saling berinteraksi dalam suatu ruang publik yang bermanfaat untuk mengasah keterampilan dan kreativitas pemuda dalam bidang teknologi layaknya technopark atau taman IT." Demikian harapan Jokowi seusai Hari Sumpah Pemuda di Lapangan IRTI, Monas, Jakarta Pusat (Republika Online, 29/10/2014).
Keinginan tersebut bagian dari cita-cita Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam menyusun Sembilan Agenda Prioritas (Nawa Cita). Dalam Nawa Cita di butir yang keenam jelas dibunyikan bahwa 'Kami akan membangun sejumlah science dan technopark di daerah dengan sarana dan prasarana berteknologi terkini'. Harapan itu ditindaklanjuti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas yang akan membangun 100 technopark di kabupaten/kota dan 35 science park di provinsi sebagai upaya meningkatkan produktivitas dalam negeri berbasis nilai tambah. Demikian diungkapkan Menteri PPN Andrinov Chaniago di media gathering, Bandung (Beritasatu.com, 14/11/2014).
Perlunya kesepahaman Berita mengenai pembangunan STP (science and technology park) telah membangkitkan semangat dari hampir seluruh daerah di negeri ini. Meski demikian, ada sedikit kekhawatiran, yaitu masalah miss oriented dalam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan STP di daerah. Mengapa demikian? Karena secara nasional, sampai saat ini sebenarnya belum ada bentuk STP yang ideal seperti yang didefinisikan UNESCO. STP dari uraian UNESCO ialah sebuah organisasi yang dikelola para profesional khusus, bertujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempromosikan budaya inovasi dan daya saing usaha berbasis pengetahuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, STP merangsang dan mengelola aliran pengetahuan dan teknologi di antara perguruan tinggi, lembaga R&D, perusahaan dan pasar, untuk memfasilitasi penciptaan dan pertumbuhan perusahaan berbasis inovasi melalui inkubasi dan proses spin-off, dan menyediakan layanan nilai tambah lainnya bersama-sama dengan ruang dan fasilitas berkualitas tinggi.
Jangan sampai Nawa Cita menjadi kabur di setiap daerah karena belum ada contoh riil sebagai referensi dan orientasi yang benar dalam pengembangan STP. Kekhawatiran semakin menumpuk tatkala pembangunan STP ini dianggap sebagai bagian dari charity negara. Akibatnya, setiap infrastruktur yang telah terbangun menjadi mangkrak karena pola pikir based project dalam pelaksanaannya. Siapa pun sampai saat ini boleh memberikan penyebutan idiom STP seperti research park, science park, science centre, technopark, technopolis, incubation centre, innovation cluster, dan sebagainya. Diperlukan kesepahaman mengenai pengertian STP sehingga jelas arah pengembangannya. Tidak mungkin STP dibangun dengan model simsalabim. 'Dia' harus dibangun melalui suatu kelembagaan yang jelas, melalui proses yang cukup panjang agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Program pembangunan STP ini harus berhasil. Keberhasilan dalam menjalankan STP sangat dipengaruhi implementasi, kesinambungan, kontinuitas, dan konsistensi dalam pelaksanaan program tersebut, terutama untuk melakukan perubahan sikap dan mindset dalam bekerja sama lintas sektoral akademisi, industri, dan pemerintah. Keberadaan STP diyakini mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi kemajuan iptek sekaligus perekonomian daerah. Semua hal tersebut bukanlah mustahil untuk diterapkan di Indonesia jika semua pihak bersinergi melakukan pembangunan iptek dan ekonomi daerah ke arah yang lebih baik.
Lintas sektoral Dalam hal ini harus ada peran perguruan tinggi (PT), komitmen pemda, dan keterlibatan industri. STP merupakan jembatan PT dengan industri dan masyarakat yang mempunyai salah satu peran dalam melaksanakan komersialisasi teknologi. PT diharapkan mulai berani melakukan reorientasi akademik, riset, dan pengabdian masyarakat untuk menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan masyarakat dan mendorong komersialisasi/difusi teknologi serta penumbuhan dan pengembangan perusahaan pemula.
Secara agregat, mandeknya industri yang diperparah eksploitasi sumber daya alam menunjukkan pembangunan yang tidak berorientasi jangka panjang, tidak mampu menciptakan nilai tambah dan tidak mendatangkan produk yang lahir dari inovasi. Oleh karena itu, pentingnya daerah membangun STP ialah dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan penciptaan dan penumbuhan perusahaan berbasis inovasi melalui inkubasi dan proses spin-off. Dengan demikian, apabila perekonomian daerah tumbuh, itu akan memberi dampak juga pada pertumbuhan ekonomi nasional. Kata kunci pengembangan STP ialah komitmen dari pemda dalam mengalokasikan lahan, anggaran, dan menyiapkan para pemangku kepentingan daerah untuk secara terintegrasi bekerja membangun STP.
Melalui skema inovasi dalam meningkatkan perekonomian daerah dengan pengelolaan yang profesional di bawah organisasi nonprofit, STP merupakan suatu terobosan wadah yang relatif sinkron dan cocok bagi pertumbuhan ekonomi daerah berbasis iptek. Pemberlakuan kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN tidak lebih dari 158 hari kerja lagi, tepatnya pada 31 Desember 2015. Ini berarti setiap industri harus meningkatkan kompetensi di bidangnya untuk meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi. Industri perlu memenuhi kebutuhan teknologinya secara maksimal berasal dari teknologi domestik. STP industri dapat melakukan penguatan kapasitas riset in-house sesuai dengan kebutuhan bisnisnya.
Jadi, STP minimal harus memainkan tiga peran utama, yaitu melaksanakan penelitian dan pengembangan, menumbuhkan dan mengembangkan perusahaan pemula berbasis teknologi (spin-off), serta menumbuhkan cluster industri atau menarik industri ke dalam kawasan. Diharapkan, ekosistem inovasi benar-benar bisa terwujud dengan aktor utama Quadruple Helix (academic, business, government, and community/ABGC). Jika suatu kawasan tidak memainkan tiga peran utama tersebut dan tidak menciptakan ekosistem inovasi, kawasan itu belum bisa disebut sebagai STP. Di STP diperlukan adanya rencana dan kebijakan jangka panjang pengembangan riset (peta jalan penelitian), penyediaan lingkungan yang kondusif bagi berlangsungnya kegiatan riset, pengembangan, dan bisnis teknologi yang berkelanjutan serta link yang kuat antara PT, industri, dan pemerintah.