Halal Lifestyle Tren Global dan Peluang Bisnis

Sapta Nirwandar Chairman Indonesia Halal Lifestyle Center
24/9/2021 05:00
Halal Lifestyle Tren Global dan Peluang Bisnis
(MI/Seno)

APA yang Anda pikirkan saat melihat label halal pada sebuah brand? Di dunia saat ini, kata halal telah menggeser anggapan orang. Jika dulu, kata halal dianggap sebagai sekadar syarat bagi seorang muslim dalam mengonsumsi sebuah produk. Kini anggapannya telah bergeser, khususnya di ranah bisnis.

 

Pasar halal dan ekonomi global

Secara bahasa, halal diartikan sebagai sesuatu yang boleh untuk dilakukan, digunakan atau dikonsumsi menurut hukum Islam. Namun, kini kata halal ini punya banyak anggapan dari para pelaku bisnis, juga pakar pemasaran dunia.

Seperti yang diutarakan oleh Professor Jonathan AJ Wilson, seorang ahli di bidang marketing, khususnya pasar halal yang bermukim di London, mengatakan halal is a brand, sedangkan menurut profesor marketing dari Kellog School of Management Alexander Chernev, halal is a lifestyle branding. Lebih dari itu, Arancha Gonzalez sebagai Executive Director International Trade Center mengatakan halal is a business opportunity.

Populasi muslim memiliki pertumbuhan tercepat sebagai segmen konsumen di pasar global. Jika ada perusahaan yang tidak melek dan membidik segmen ini, mereka dianggap kehilangan peluang yang besar. Bagaimana tidak, menurut data International Trade Center tahun 2019, 25% dari 7,6 miliar populasi dunia ialah konsumen muslim dengan total spending sekitar US$1,9 triliun. Aset dari dunia keuangan Islam pun telah mencapai US$2,88 triliun seperti yang disampaikan oleh Global Islamic Economy Report (GIER) tahun 2020-2021.

Tidak hanya berfokus pada industri pengolahan pangan, pasar halal global saat ini juga sudah mencakupi produk farmasi, kosmetik, kesehatan, peralatan mandi, bahkan perangkat medis. Selain itu, industri halal, kini juga menjangkau komponen sektor jasa, seperti logistik, pemasaran, percetakan, pengemasan, branding, dan pembiayaan. Jelas ini sebuah pasar yang terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja.

 

Tabel 1. Prospek Ekonomi Islam Global (US$ Miliar)

No Sektor Jumlah Tahun 2019 Proyeksi Tahun 2024 Peningkatan (%)

1 Makanan halal 1.170 1.380 3.5

2 Keuangan Islam 2.880 3.690 5

3 Travel 194 208 1.4

4 Fesyen 277 311 2.4

5 Media & rekreasi 222 270 3.9

6 Farmasi 94 105 2.3

7 Kosmetik 66 76 2.9

Sumber: Global Islamic Economy Report 2020-2021, DinarStandard

 

Dalam infografis di atas menurut laporan GIER, hingga tahun 2024, konsumsi akan halal food, produk keuangan Islam, travel, fesyen, media & rekreasi, kesehatan, serta kecantikan masing-masing akan tumbuh menjadi US$1,380 triliun, US$3,690 triliun, US$ 208 miliar, US$311 miliar, US$270 miliar, US$105 miliar, dan US$76 miliar.

Jika melihat jumlah penduduk muslim dunia yang berjumlah 1,8 miliar, menurut riset Pew Research Center diproyeksikan pada 2050 akan bertambah menjadi 2,76 miliar. Artinya, nanti 29% penduduk dunia beragama Islam. Bahkan di saat tersebut, jumlah penduduk muslim India akan mengalahkan Indonesia.

Lalu, saat ini negara yang tergabung dalam OKI mencapai 57 negara, yakni mayoritas berada di kawasan Asia dan Afrika. Di sanalah penduduk muslim mayoritas bermukim. Organisasi ini menyimpan peluang yang besar bagi ekonomi dunia. Lihat saja data dari Global Islamic Economy Report (GIER), 2020- 2021. Seluruh anggota OKI mampu menyumbang 12,40% PDB dunia atau sekitar US$9,9 triliun.

Secara populasi, usia penduduk muslim pun lebih muda, termuda di antara populasi agama besar di dunia dengan median umur sekitar 23 tahun pada 2020. Kondisi ini membentuk tren di pasar travel dengan karakter unik dari konsumen tersebut.

Adaptasi terhadap teknologi pun cukup kuat. Dalam infografis Ekonomi Islam Secara Global 2019 di atas, ada sekitar 1,2 miliar muslim yang menggunakan telepon seluler yang terhubung dengan internet juga media sosial. Konsumsi masyarakat ini juga besar. Pengeluaran mereka untuk konsumsi makanan saja mencapai US$1,8 triliun per tahun, yang diproyeksi akan tumbuh menjadi US$2,6 triliun pada tahun 2020. Lebih rinci, GIER memproyeksi angka ini akan tumbuh pesat di tahun- tahun berikutnya.

Namun, tidak hanya negara-negara OKI yang punya potensi terhadap industri halal. Nyatanya, muslim di negara-negara barat maju juga tumbuh. Di Inggris misalnya, pada 2019 hanya ada sekitar 1,55 juta muslim menurut data The Muslim Council of Britain. Pada 2019, angkanya sudah bertambah menjadi 2,71 juta.

Di Prancis, jumlahnya lebih besar sekitar 5 juta, sama seperti halnya di Jerman. Di Amerika Serikat, menurut Pew Research Center terdapat sekitar 3,3 juta muslim pada 2020 atau hanya 1% dari total populasi. Jumlah itu diperkirakan naik dua kali sampai 2050. Muslim di Eropa Barat dan Amerika Utara secara keseluruhan memiliki tingkat edukasi tinggi dengan keahlian profesional yang menjadi bagian dari pasar ini.

Terasa masih cukup jauh. Namun, seharusnya dampak tersebut sudah mulai bisa dirasakan dari sekarang. Apalagi, saat ini sedang tren penduduk ekonomi kelas menengah, yang menjadi motor penggerak ekonomi di berbagai negara, termasuk di Indonesia, yang menurut Bank Dunia mencapai lebih dari 70 juta. Sementara di dunia sendiri, sampai akhir 2019 saja jumlahnya mencapai 3,2 miliar menurut riset yang dirilis oleh Brookings Institution.

Juga seiring bertumbuhnya masyarakat kelas menengah beserta disposable income (anggaran yang siap dibelanjakan) mereka, khususnya di negara Gulf Countries (Saudi Arabia, Qatar, sampai Kuwait), Indonesia, serta Malaysia.

Diperkirakan pada 2024 mendatang jumlahnya akan mendominasi populasi dunia. Artinya, lebih dari setengah penduduk dunia ialah segmen kelas menengah. Dalam perhitungannya, ada penambahan sekitar 140 juta tiap tahunnya. Tidak mustahil angka tersebut bisa mencapai 170 juta beberapa tahun mendatang. Nantinya, sekitar 88% penduduk kelas menengah akan bermukim di Asia.

Dengan didukung oleh pertumbuhan penduduk muslim global, kelas menengah, sampai mulai merekahnya penduduk muslim di negara-negara barat, nilai pasar halal di masa mendatang seharusnya bisa sangat besar. Hal itu, bisa terjadi jika industri halal bisa dimanfaatkan lebih baik lagi. Tidak hanya dimanfaatkan oleh negara-negara mayoritas muslim saja, negara minoritas nonmuslim melihat industri halal sebagai lahan potensial.

Industri halal bisa diproyeksikan untuk mengurangi kemiskinan penduduk muslim. Dengan semakin tingginya konsumsi produk dan jasa berbasis halal, otomatis produksinya pun meningkat sehingga perlu ada keterlibatan sumber daya manusia lebih banyak lagi. Artinya, tenaga kerja khususnya mereka penduduk muslim kian dibutuhkan. Semakin potensial industri halal, seharusnya menjadi momentum untuk mengentaskan kemiskinan.

Dari segi value juga produk dan jasa halal punya nilai plus. Konsumen yang peduli akan konsumsi halal, akan membayar lebih untuk produk dan jasa berlabel halal jika dibanding yang tidak berlabel halal.

Jika sudah seperti itu, halal bukan lagi hanya sebuah kebutuhan mendasar atau basic semata. Tapi, sudah menjadi kebutuhan gaya hidup. Ketika kebutuhan akan basic needs sudah terpenuhi, kebutuhan lain seperti travel akan menjadi prioritas lainnya.

Sejalan dengan meningkatkan kelas menengah, termasuk penduduk muslim, halal tidak lagi semata karena hukum agama tetapi juga sudah menjadi lifestyle. Itulah yang disebut dengan halal lifestyle. Ketika masyarakat sudah membelanjakan pendapatannya dan melihat produk tidak hanya dari sisi fungsi, tetapi lebih kepada value atau produk brand-nya. Yang nyatanya berbagai macam produk dan jasa, tidak hanya potensial dan bisa dinikmati untuk penduduk muslim, tetapi juga nonmuslim, baik dari sisi konsumen maupun bisnis.

 

Posisi Indonesia

Jika diurutkan berdasarkan negara, dalam laporan infografis Global Islamic Economy Report tahun 2020-2021, menemukan terdapat 15 negara besar yang menjadi indikator perkembangan ekonomi Islam secara global, dan Malaysia menduduki posisi teratas.

Top 15 Negara Tertinggi Indikator Nilai GIE (Global Islamic Economy) 2020/2021

 

 

Sumber: Global Islamic Economy Report 2020-2021, DinarStandard

 

Sementara itu, Indonesia berada pada posisi ke-empat di bawah Saudi Arabia dan UAE yang menduduki posisi dua dan tiga secara berturut-turut. Meski begitu, Indonesia masih berada di atas Singapura jika dibandingkan dengan negara mayoritas Islam di ASEAN.

Potensi sektor keuangan syariah di Indonesia sebenarnya sangat besar. Namun menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pangsa pasar perbankan syariah Indonesia hanya 6,51% dibanding perbankan konvensional, pertumbuhannya kurang eksponensial.

Rata-rata, sektor keuangan syariah tumbuh sekitar 30% sampai 40% per tahun. Agar bisa menembus pangsa di atas 5% bahkan 10%, ini berarti pasar tersebut harus tumbuh 70% sampai 80%, yang artinya pertumbuhan tersebut sangat tinggi alias eksponensial.

Jika dilihat, angka ini belum menunjukkan performa yang maksimal dari pasar Islam Indonesia yang notabene sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Seperti yang dilakukan Indofood, Mayora, Garuda Food, Wardah, Martha Tilaar, Asia Pulp & Paper (APP) Sinarmas, dan brand lainnya yang melihat halal menjadi sebuah keharusan, dan branding yang bagus untuk brand agar mendunia.

Tidak hanya brand lokal, Facebook plus Instagram yang masuk Indonesia pun mendorong komunitas fotografer untuk berlomba-lomba membuat foto hijab dan hijabers yang menarik. Jumlah, maupun posting mereka pun membengkak hingga kini. Nike yang awalnya ‘membiarkan’ kemunculan berbagai pemain lokal di berbagai negara di dunia untuk membuat pakaian olahraga bagi hijabers, termasuk pakaian renang, kini mulai meluncurkan lini produknya.

Pasar muslim di Indonesia memang layak digarap secara serius. Bagaimana tidak, lebih dari 80% masyarakat Indonesia memeluk agama ini. Bukan angka yang kecil. Plus Indonesia masuk dalam jajaran G-20, dengan total PDB mencapai lebih dari US$932 miliar atau sekitar 1,5% ekonomi dunia.

Perlu diketahui, bahwa Indonesia kini menjadi negara dengan kelompok generasi millennials paling terhubung dengan topik-topik mengenai sektor ekonomi Islam, seperti bidang keuangan, makanan halal, fesyen, travel halal, media dan rekreasi, serta obat-obatan dan produk kecantikan.

Sebanyak 126.800 dari generasi millennials Indonesia engage dengan topik-topik di atas, berkat kehadiran dunia internet. Angka ini, mengalahkan generasi millennials di Malaysia yang membukukan angka 84.700 dan Pakistan 56.900. Angka ini, bisa menjadi indikator bahwa bisnis ini didorong penuh oleh anak-anak muda yang terkoneksi dengan dunia teknologi.

Belum lagi, Indonesia pada tahun 2030 nanti mendapatkan bonus demografi yang mana jumlah usia produktif penduduk akan mendominasi negeri ini. Namun, kondisi ini harus disiasati dengan cermat, agar demografi yang melimpah ini bisa menjadi sumber produktivitas, bukan justru menjadi beban. Menariknya lagi, masyarakat Indonesia cukup dikenal dengan masyarakat yang religius.

Masyarakat Indonesiapun, semakin aware terhadap produk halal dan kerap mencari label halal, baik untuk produk makanan dan minuman, kosmetik, obat-obatan, dan produk dari industri lainnya. Biasanya, kecenderungan ini jamak hadir dari segmen konsumen keluarga.

Dari informasi di atas, ternyata peluang bisnis halal industri produk dan jasa, serta, pendukungnya termasuk infrastruktur dan IT dengan melalui penguatan ekosistem industri halal, sangatlah potensial, untuk dijadikan ladang pertumbuhan ekonomi sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu sangat tepat, bila Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin memperioritaskan Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah di tahun 2024, dan produsen terbesar untuk produk dan jasa halal sehingga Indonesia tidak lagi menjadi konsumen, tetapi produsen untuk pasar global.

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya