Prinsip Program Vaksinasi Covid-19

Tjandra Yoga Aditama Guru Besar Paru FKUI, Mantan Direktur WHO SEARO, Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
05/1/2021 05:15
Prinsip Program Vaksinasi Covid-19
(Dok.UI)

VAKSIN covid-19 mulai tersedia di dunia dan beberapa negara sudah memberikan izin edar sementara, dalam bentuk Emergency Use of Authorization (EUA). Dengan begitu, vaksin mulai dapat disuntikkan di negara mereka, sesuai merek vaksin yang dipilih. Di Indonesia, vaksin juga telah tiba dan masih akan datang dalam waktu dekat ini, sambil proses untuk perizinan di Badan POM juga terus berjalan.

Kita tahu, proses pemberian vaksin covid-19 ke seluruh masyarakat membutuhkan persiapan amat matang. Sebab vaksinnya baru, skalanya amat besar dan kompleks, serta, belum pernah dilakukan.

Untuk itu, WHO sudah menyampaikan enam prinsip dasar agar proses imunisasi ini dapat berjalan baik, sebagaimana tercantum pada Guidance on Developing a National Deployment and Vaccination Plan for Covid-19 Vaccines terbitan bulan November 2020. Prinsip-prinsip ini, dapat jadi acuan pegangan negara-negara yang akan segera mulai memvaksinasi warganya sebagai bagian dari penanggulangan pandemi covid-19, tentu diadaptasi sesuai keadaan negara masing-masing.

 

Program imunisasi nasional

Prinsip pertama, ialah terjaminnya proses perencanaan vaksinasi nasional, berdasar kepemimpinan program imunisasi yang kuat, keputusan yang selalu berbasis ilmu pengetahuan, akuntabel, dan mampu bekerja sama dengan komponen kesehatan lainnya. Ini berhubungan langsung dengan prinsip yang kedua, yaitu keberadaan program imunisasi nasional yang berfungsi baik dan responsif terhadap kemungkinan perkembangan di lapangan.

Kita ketahui, negara memang sudah lama mempunyai program imunisasi nasionalnya, khususnya, untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Seyogianya, program vaksinasi covid-19 ini dilaksanakan juga oleh program imunisasi yang ada, dengan melihat pengalaman panjang selama ini, walau tentu perlu perkuatan yang memadai dari berbagai sektor terkait. Hanya saja, karena tantangan vaksinasi covid-19 ini akan jauh lebih besar daripada program imunisasi yang selama ini berjalan, prinsip responsif menjadi amat penting, tentu didasari pertimbangan ilmiah yang terkini.

Prinsip ketiga ialah jaminan berjalan baiknya lima kegiatan dasar vaksinasi. Tiga dasar pertama, adalah meliputi tersedianya SDM yang terlatih dan termotivasi, komunikasi publik yang tepat tentang vaksin baru ini dan jaminan rantai dingin, serta sistem distribusi lainnya. Lalu, dua dasar selanjutnya adalah perlu ada jaminan cara pemberian vaksinasi yang aman, dan pengelolaan kemungkinan efek samping, serta, monitoring dan evaluasi bermutu tinggi, termasuk surveilans penyakit dan monitoring cakupan imunisasi.

Seperti diketahui kini ada beberapa jenis vaksin covid-19, yang sudah dalam fase tiga, dan jumlahnya mungkin akan terus bertambah. WHO bahkan menyebut vaksin covid-19 ini sebagai world's largest and most diverse portfolio of vaccine candidates.

Negara dapat saja memilih beberapa jenis vaksin sekaligus untuk digunakannya, dan untuk ini harus diingat, bahwa tiga sistem mungkin harus dipersiapkan secara terpisah. Karena, setiap vaksin berbeda dalam berbagai aspeknya.

Tiga sistem yang perlu spesifik untuk jenis vaksin tertentu itu ialah pelatihan SDM, sistem penyimpanan dan distribusi, serta, sistem monitoring kemungkinan efek samping, ditambah lagi mungkin ialah perbedaan pola komunikasi ke masyarakatnya.

 

Masalah kesehatan

Prinsip keempat ialah akuntabilitas sumber daya, manajemen, dan keberhasilan program. Hal ini berhubungan dengan upaya maksimal agar vaksinasi covid-19 merupakan bagian integral bersama program penyuluhan kesehatan nasional yang intensif, serta, program pencegahan dan pengendalian penyakit. Maksudnya, tentu agar program vaksinasi covid-19 dapat berjalan dalam kerangka paket program nasional yang efektif, layak, dan terjangkau.

Sementara, prinsip kelima, jaminan ketersediaan SDM dan anggaran yang memadai. Sehingga, vaksinasi covid-19 dapat berjalan sukses tanpa harus mengganggu program pelayanan kesehatan lain di negara itu.

Prinsip keempat dan kelima ini seperti mengingatkan kita bersama, walaupun sekarang prioritas dan perhatian penuh diberikan pada covid-19, masalah kesehatan lain tetaplah ada dan tetap harus ditanggulangi. Jadi, jangan sampai program pengendalian covid-19 mengorbankan program kesehatan lain.

Sudah banyak kita lihat contoh, bahwa pada suatu wabah, korban yang jatuh akibat penyakit lain dapat saja lebih besar daripada penyakit wabah itu, apalagi kalau mau dilihat kemungkinan efek jangka panjangnya.

Prinsip keempat juga membawa pesan yang amat penting tentang penyuluhan kesehatan yang tentunya berujung pada penerimaan publik untuk mau disuntik vaksin. Walau panjang rantai yang sudah di lalui dalam vaksin covid-19 ini, mulai dari penelitian amat canggih membuat vaksin dalam waktu satu tahun, proses persetujuan regulasi yang ketat, kegiatan penyimpanan dan distribusi yang rumit. Tetapi, pada akhirnya vaksin baru akan bermanfaat kalau sudah disuntikkan ke tubuh manusia.

Jadi, akseptabilitas publik merupakan aspek amat penting dalam suksesnya vaksinasi covid-19 ini dan penyuluhan kesehatan merupakan salah satu modal utamanya.

 

Pilihan vaksin

Prinsip keenam ialah yang banyak dibicarakan sekarang, yaitu bagaimana pilihan vaksin yang tepat untuk suatu negara. Tentu harus aman dan tinggi efikasinya, dan juga harus terjamin ketersediaannya untuk mencakup jumlah populasi yang ditargetkan di negara itu, tanpa ada masalah kekurang vaksin di tengah jalan.

Memang, pasti tidak mudah untuk menentukan mana yang benar-benar paling tepat untuk satu negara, apalagi kalau negaranya luas, penduduknya banyak, dan lebarnya variasi antardaerah, serta disparitas yang ada. Setidaknya ada tiga hal yang dapat jadi patokan. Pertama, keamanan dan efikasi vaksin, kedua kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta, ketiga, jaminan ketersediaan sehingga jumlah yang divaksin memungkinkan terbentuknya herd immunity di negara itu.

Tentu ada hal lain yang juga perlu jadi pertimbangan, seperti misalnya bagaimana kelompok umur yang akan dicakup, kita sudah dengar misalnya bahwa orang pertama di muka bumi yang mendapat vaksin covid-19 berumur 90 tahun. Hal lain adalah harga, walaupun ini tentu dapat dinegosiasikan dalam kerangka diplomasi internasional. Juga amat perlu dipertimbangkan faktor sensitif lain, misalnya aspek halal bagi negara seperti Indonesia.

Akhirnya, kegiatan monitoring dan evaluasi keamanan dan efikasi vaksin perlu dipersiapkan secara matang, setidaknya, karena tiga hal. Pertama, vaksin ini baru, dan bahkan izin edarnya pun masih bersifat sementara. Jadi, memang perlu monitoring yang seksama.

Kedua, sebagian vaksin ini menggunakan metode yang betul-betul baru, belum ada pengalaman yang bermakna sebelum ini. Ketiga, kita tahu bahwa uji klinik fase tiga dilakukan pada ribuan atau puluhan ribu orang, sedangkan yang akan diberikan vaksin ialah ratusan juta orang bahkan sampai miliaran untuk tingkat dunia. Sehingga, mungkin saja ada efek yang berlum terdeteksi pada uji klinik.

Semua ini, mengharuskan persiapan secara matang tentang metode monitoring dan evaluasi dengan menggunakan metode epidemiologi, yang didesain dengan amat baik, dan ini harus dirancang sejak sekarang.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya