Ekosistem Belajar Positif

Victor Yasadhana Direktur Pendidikan Yayasan Sukma
14/12/2020 05:25
Ekosistem Belajar Positif
(Dok.Pribadi)

SEPERTI layaknya sebuah ekosistem biologi, organisasi pendidikan ialah ekosistem yang bisa tumbuh berkembang atau mati. Sebuah organisasi pendidikan akan terus tumbuh dan berkembang jika mereka yang berada di dalamnya memiliki kesediaan dan komitmen untuk terus beradaptasi dan memperbaiki dirinya sehingga tantangan terbesar dan konstan dalam mengelola organisasi pendidikan/sekolah ialah kemampuan untuk membangun ekosistem yang memungkinkan semua orang di dalamnya terus belajar, beradaptasi, sekaligus mengembangkan potensi mereka.

Terutama dalam konteks pendidikan di masa pandemi, kebutuhan untuk membangun dan menjamin ekosistem belajar yang positif menjadi semakin penting untuk diwujudkan. Pandemi covid-19 ialah bentuk disrupsi yang tak terelakkan bagi dunia pendidikan. Tuntutan pendidikan abad ke-21 mengharuskan pelaku dan pengelola organisasi pendidikan berpikir dan menata ulang orientasi, prioritas, serta strategi mereka untuk menjawab tantangan zaman yang yang dipandang sebagai rentan, tak pasti, rumit, dan membingungkan (volatile, uncertain, complex, ambiguous/VUCA). Sementara itu, pandemi covid-19 dengan segala kerumitan, kerepotan, perubahan, dan penyesuaian yang menyertainya menjadikan semua upaya untuk menaklukkan tantangan pendidikan abad 21--termasuk membangun ekosistem pendidikan yang sesuai--menjadi semakin menjadi dekat, mendesak, kompleks, dan tak terhindarkan.

 

Aspek ekosistem

Istilah ekosistem dikenal dan dikembangkan dari studi evolusi biologi; sebagai interaksi antarorganisme hidup dengan lingkungan alaminya (udara, air, tanah, dan lain-lain) sebagai sebuah kesatuan (Chapin, et al: 2002). Dalam konteks pendidikan, ekosistem dapat diartikan sebagai ruang pendidikan yang secara dinamis berkembang dan saling terhubung, termasuk di dalamnya individu dan lembaga penyedia pendidikan yang memungkinkan beragam pengalaman belajar bagi baik individu maupun kelompok pembelajar terjadi dalam berbagai siklus pembelajaran (Luksha, et al.: 2018).

Namun, diskursus ekosistem pendidikan--setidaknya dapat dilacak sejak 2000-an--tidak menghasilkan definisi tunggal mengenainya. Pemaknaan atas ekosistem pendidikan juga dikaitkan dengan keseimbangan ragam peran di antara para pelaku pendidikan, termasuk guru dan mereka yang belajar/murid, perbaikan atas proses belajar-mengajar konvensional, juga upaya menjamin ketersediaan beragam solusi teknologi, terutama bagi individu atau organisasi yang belajar/ingin berkembang.

Merujuk kepada ekosistem biologi, beberapa aspek penting dalam ekosistem pendidikan yang dianggap mampu menjawab kebutuhan pendidikan di masa depan meliputi, pertama, diversity/keberagaman. Ekosistem pendidikan memerlukan keterlibatan berbagai pihak terkait dalam pendidikan yang memiliki ragam peran untuk menopang 'stabilitas struktur' ekosistem. Kedua, produktivitas maksimal dan siklus sumber daya dengan ekosistem. Dalam ekosistem pendidikan, berbagai pihak saling hubung, terlibat dalam mengelola dan mendistribusikan kembali beragam sumber daya penting di antara mereka, misalnya pengetahuan, jaminan mutu, dan aspek pendanaan. Hal itu membedakan dengan sistem sebelumnya yang lebih menekankan pada kontrol atas mereka yang belajar dan mendorong kompetisi. Ekosistem, dalam konteks ini, lebih ditujukan untuk menciptakan keuntungan atau solusi atas kebutuhan bersama.

Ketiga, adaptabilitas dinamis. Ekosistem dapat menyesuaikan dan memberikan respons yang tepat atas baik kebutuhan pembelajar maupun perubahan yang terjadi pada lingkungan lembaga. Ekosistem pendidikan diharapkan memiliki kelenturan (tidak kaku/rigid) seperti biasa terjadi dalam pendekatan/sistem yang sentralistis. Keempat, scalability, ekosistem beroperasi dan mencakup berbagai tingkatan atau wilayah pendidikan; mulai sekelompok pembelajar atau sekolah tertentu sampai masyarakat yang lebih luas (Global Education Futures Report; "Educational Ecosystem for Societal Transformation": 2018).

 

 

Berpikir sistemis dan data

Perubahan cepat yang terjadi, tuntutan pembelajaran abad ke-21, dan juga disrupsi pandemi covid-19 memerlukan pengaturan ulang dalam tata kelola ekosistem pendidikan.

Salah satu cara untuk meresponsnya ialah dengan membiasakan berpikir sistemis; bahwa setiap fakta, masalah, atau tantangan dalam pengelolaan pendidikan tidak berdiri sendiri dan saling terkait satu dengan yang lain, sebagai bagian dari dinamika ekosistem itu sendiri.

Ekosistem pendidikan yang dibangun untuk menghadapi tantangan perubahan dan disrupsi perlu didasarkan atas pemahaman bahwa kompleksitas persoalan yang muncul tidak dapat direspons dengan cara yang selalu sama atau tunggal. Bahwa persoalan yang muncul sebagai akibat perubahan yang cepat perlu dikelola bersama sebagai proses belajar dan upaya penemuan 'titik balik' bagi solusi terbaik.

Membiasakan berpikir sistemis dapat mengasah kesadaran akan kompleksitas, saling ketergantungan/keterhubungan, perubahan dan leverage; sebuah kapasitas untuk mendapatkan hasil maksimum dengan menggunakan upaya dan biaya minimum (Senge: 2012). Ekosistem pendidikan yang dibangun dari tradisi berpikir dan pendekatan persentase selalu memberikan peluang bagi semua komponen/entitas dalam ekosistem untuk belajar dan bekerja sama dengan lebih baik.

Kesadaran akan prinsip saling ketergantungan/saling keterhubungan, memberi kesempatan lebih besar bagi optimalisasi peran setiap orang dalam organisasi pendidikan, yang tentu saja merupakan bagian dari proses belajar itu sendiri.

Sementara itu, perubahan cepat yang tak terhindarkan memerlukan sekaligus melatih kelenturan respons semua entitas dalam ekosistem pendidikan.

Pada akhirnya tumbuhnya tradisi berpikir kritis, kemampuan komunikasi yang mumpuni, kerja sama dan peluang munculnya kreativitas tanpa batas, atau yang dikenal sebagai the four Cs (creativity, critical thinking, communication, and collaboration) (Davidson: 2017, Trilling: 2009, Kivunja: 2015) sebagai keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi tantangan pendidikan abad ke-21 lebih dimungkinkan terjadi dalam ekosistem pendidikan yang ditopang dengan kebiasaan berpikir persentase.

Hal lain yang penting untuk ditimbang, kemampuan untuk menimbang kompleksitas, saling ketergantungan/saling keterhubungan, perubahan yang terjadi, dan peluang solusi/leverage tidak dapat dipisahkan dari perlunya menempatkan penggunaan data sebagai basis tindakan/kebijakan dalam ekosistem pendidikan.

Identifikasi cermat terhadap entitas berikut peran dan fungsinya dalam sebuah ekosistem pendidikan perlu ditopang penggunaan data valid dan terbaru secara terus-menerus dikelola organisasi pendidikan (dapat dilakukan melalui survei, penguatan pengelolaan database dan big data) agar struktur dan kinerja ekosistem pendidikan dapat berfungsi dengan baik.

Tidak ada kata terlambat untuk mengupayakan ekosistem pendidikan yang lebih baik terutama di masa yang berubah cepat dan ketidakpastian selalu hadir di masa pandemi.

Membiasakan berpikir persentase dan mengasah kepekaan dalam penggunaan data bisa menjadi muasal organisasi pendidikan untuk menakar konsekuensi atas pilihan kebijakan dan tindakan. Itu dilakukan demi menjawab tantangan pendidikan abad ke-21 dan disrupsi pandemi covid-19; muasal sebuah ekosistem belajar yang positif.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya