Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Perempuan Politik dan Penurunan AKI

Sumarjati Arjoso, Waketum Partai Gerindra, Dewan Kehormatan DPP Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI)
19/8/2020 06:00
Perempuan Politik dan Penurunan AKI
Ilustrasi(MI/Tiyok)

TUJUH puluh lima tahun Indonesia merdeka, hampir 92 tahun setelah Kongres Perempuan I di­selenggarakan, tetapi belum semua perempuan Indonesia, para ibu, menikmati kesejahteraan secara layak. Para ibu Indonesia masih banyak mengalami disparitas yang berimbas pada kondisi kesehatan mereka.

Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. AKI tinggi artinya banyak ibu yang meninggal akibat tidak mendapatkan upaya pelayanan kesehatan yang memadai, baik saat kehamilan maupun saat proses persalinan.

Menurut Achadi (2019), ibu meninggal karena komplikasi kebidanan yang tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu. Sekitar 15% dari kehamilan atau persalin­an mengalami komplikasi, sisanya dalam keadaan normal. Masalahnya sebagian besar komplikasi tidak bisa diprediksi.  

Untuk itu, memerlukan kesiapan pelayanan berkualitas setiap saat, atau 24 jam 7 hari (24/7). Tentu saja, dimaksudkan agar semua ibu hamil atau melahirkan yang mengalami komplikasi setiap saat mempunyai akses ke pelayanan darurat berkualitas dalam waktu cepat karena sebagian komplikasi memerlukan pelayanan kegawatdaruratan dalam hitungan jam.

AKI di Indonesia ditargetkan turun dari 390/100 ribu kelahiran hidup pada 1990 menjadi 102/100 ribu kelahiran hidup pada 2015 sebagaimana target MDGs. Hingga 2015, ternyata target MDGs itu tidak dapat dicapai. Hasil Survei Penduduk Antarsensus (Supas) 2015 menunjukkan AKI Indonesia masih 305/100 ribu kelahiran hidup, masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan baik harapan Kementerian Kesehatan maupun sasaran MDGs.

Di Asia Tenggara, jika mengacu ke data Supas 2015, Indonesia menempati urutan kedua terbanyak setelah Laos. AKI Indonesia masih 9 kali lipat lebih besar daripada Malaysia, 5 kali lipat lebih besar daripada Vietnam, dan hampir 2 kali lipat lebih besar daripada Kamboja. Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda akan menurun kasusnya. Padahal, seharusnya angka kematian ini bisa dicegah dengan pelayanan kesehatan yang kuat.

Penyebab AKI

Tingginya kematian ibu disebabkan penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu, antara lain, gangguan obstetrik seperti pendarahan, preeklampsia/eklampsia, dan infeksi atau penyakit yang diderita ibu sebelum atau selama kehamilan yang dapat memperburuk kondisi kehamilan.

Hal itu sangat terkait erat dengan akses terhadap pelayanan kesehatan. Di samping itu, masih banyak persalinan yang dilakukan di rumah atau bahkan bukan dilakukan tenaga kesehatan.

Penyebab tidak langsung ialah faktor pendidikan, budaya, dan sosial ekonomi. Tingginya angka kematian ibu juga dipengaruhi masih banyaknya perkawinan usia muda. Meski UU Perkawinan sesuai dengan amar keputusan MK telah direvisi terbatas, yang mana usia pernikahan anak perempuan sudah dinaikkan dari 16 tahun menjadi 19 tahun, kenyataannya, masih banyak permintaan dispensasi pernikahan anak perempuan di bawah 19 tahun. Padahal, perkawinan usia anak dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, yang menambah tingginya angka kematian ibu.

Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) 2016 mencatat, 1 dari 9 anak perempuan di Indonesia menikah di bawah usia 18 tahun. Dari angka itu, hanya 1 dari 4 perempuan yang kemudian mengakses KB. Berarti masih ada 3 dari 4 anak perempuan itu yang berpotensi untuk hamil dan melahirkan anak ketika usianya masih anak-anak.

Dampak dari terjadinya pernikahan anak, selain berisiko pada kesehatan reproduksi perempuan, berisiko meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Selain hal itu, hasil studi di 55 negara berpendapatan menengah dan rendah menunjukkan adanya hubungan antara usia ibu saat melahirkan dan angka kejadian stunting.

Makin muda ibu saat melahirkan, makin besar kemungkinan untuk melahirkan anak yang stunting (Finlay, Ozaltin, and Canning, 2011). Kejadian stunting juga merupakan beban keluarga serta negara di kemudian hari.

Peran perempuan legislator
Berbagai permasalahan terkait dengan tingginya AKI tentulah memerlukan campur tangan dan perhatian para anggota legislatif, khususnya perempuan anggota DPR RI.  

Sebagai wakil rakyat, perempuan anggota legislatif mengemban tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Itu termasuk menurunkan AKI, baik secara nasional maupun khususnya AKI di daerah pemilihan mereka.  

Sebagai perempuan wakil rakyat, meski tidak duduk di komisi yang terkait dengan bidang kesehatan atau pun perempuan, mereka diharapkan memiliki kepedulian untuk memperbaiki angka statistik buruk tentang isu perempuan, anak, dan keluarga. Salah satunya ialah perhatian terhadap upaya menurunkan angka kematian ibu di dapil mereka.

Peran strategis DPR RI dalam menurunkan AKI, antara lain, mengefektifkan fungsi pengawasan melalui komisi terkait, yaitu utamanya Komisi VIII dan Komisi IX. Komisi VIII yang bermitra dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlin­dungan Anak dan Kementerian Sosial yang mempunyai Program Keluarga Harapan (PKH). Komisi IX juga memiliki mitra yang sangat strategis, yaitu Kementerian Kesehatan dan BKKBN.

DPR RI perlu memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk program dan kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan ibu teralokasi secara efektif dan efisien. Penggunaan dana bantuan operasional kesehatan (BOK) yang ada di puskesmas-puskesmas harus dipastikan optimal dalam mengawal program kesehatan ibu.

DPR dapat mengawal program kesehatan ibu baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung melalui rapat-rapat di DPR bersama mitra kerja, secara langsung dengan melalui kunjungan langsung ke posyandu, puskesmas, dan rumah sakit sehingga bisa mengetahui langsung implementasi program kesehatan ibu di lapangan. Saat perempuan anggota legislatif menjalankan fungsi pengawalan dan pengawasan program kesehatan ibu dengan seksama, penurunan AKI dan peningkatan kesehatan ibu bukan lagi utopia. Kaum perempuan pun dapat berbangga bahwa kehadiran wakil mereka di lembaga legislatif memberi makna signifikan bagi penyelesaian problem kesehatan dan ke­sejahteraan ibu.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya