Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Menyikapi Memburuknya Penyebaran Korona di Singapura

Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam
11/2/2020 07:40
Menyikapi Memburuknya Penyebaran Korona di Singapura
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam(MI/Dhika Kusuma Winata)

KONDISI penyebaran infeksi novel coronavirus (nCoV) sampai minggu ini tampaknya belum mereda. Sampai 10 Februari 2020, menurut web worldometer, jumlah kasus infeksi nCoV 40.553, dengan jumlah kematian 910 kasus, 6.494 kasus dalam kondisi penyakit yang berat, dan 3.324 dinyatakan sembuh.

Untuk kasus di Indonesia, informasi dari Dirjen P2P per 3 Februari 2020 sudah terkonfirmasi dari 34 spesimen yang dikirimkan dari 22 rumah sakit, terdiri atas 7 WNA dan 27 WNI, semua hasilnya negatif. Jadi, sampai saat ini memang sudah ada kasus suspect, tapi sampai sejauh ini pada kasus-kasus itu belum ada yang ter­konfirmasi positif mengalami infeksi nCoV.

Penyakit ini memang tidak seganas SARS yang mempunyai angka kematian 9,6% le­bih tinggi daripada nCoV yang hanya 2%.

Akan tetapi, tingkat penularan nCoV ini le­bih cepat dari SARS. Bahkan pada beberapa negara, penyebarannya tambah memburuk.

Seperti yang terjadi pada nega­ra tetangga kita, Singapura. Jumlah kasus sudah mencapai 43 orang. Sebanyak 5 kasus ba­ru ternyata berhubungan dengan kasus sebelumnya dan tidak ada riwayat berkunjung ke Tiongkok. Bahkan, 1 kasus yang terdeteksi di Singapura ialah WNI.

Pemerintah Singapura melalui Perdana Menteri Lee Hsien Loong secara langsung menyampaikan pernyataan yang dibagikan melalui media sosial dengan menggunakan bahasa Melayu. Perdana Menteri menyampaikan status ke­waspadaan atas penyebaran infeksi virus korona yang meningkat dari kuning menjadi oranye.

Kondisi oranye menunjukkan adanya gangguan sedang, penyakitnya berat, menyebar dengan mudah, tetapi belum menyebar secara luas di Singapura. Kondisi itu disampaikan untuk melindungi rakyat Singapura.

Pemerintah Singapura memang yang pertama kali menolak warga Tiongkok untuk masuk Singapura, termasuk warga asing yang dalam 14 hari habis berkunjung ke Tiongkok. Pemerintah Indonesia baru menerapkan aturan tersebut beberapa hari kemudian.

Kondisi penyebaran virus ko­rona yang memburuk ini ju­ga diperkuat bahwa ada kasus-kasus baru yang terjadi di luar negeri, antara lain di Prancis, yang diduga penularannya terjadi saat berada di Singapu­ra. Pemerintah Indonesia sendiri melalui Menteri Luar Negeri sudah memberikan peringatan bagi WNI yang berada di Singapura.

Kondisi ini memang juga bi­sa mencemaskan WNI yang biasa melakukan pemeriksaan kesehatan rutin ke Singapura. Apala­gi buat WNI yang mempunyai penyakit kronis tentu lebih berisiko untuk tertular infeksi korona.

Penyakit penyerta

Laporan ilmiah terakhir yang dipublikasikan pada jurnal ternama di bidang kedokteran, JAMA, per 7 Febru­a­ri 2020, dari 138 pa­­sien yang di rawat di Zhongnan Hospital, Universitas Wuhan, ternyata 46,4% pasien yang dirawat mem­pu­nyai penya­kit pe­nyer­ta, seperti hipertensi, penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, dan gagal ginjal. Bahkan, ada yang dengan HIV. Dengan begitu, masyarakat Indonesia yang akan berobat ke Singapura harus berpikir kembali saat ini.

Selain itu, laporan dari JA­MA juga menyebutkan bahwa dari 138 pasien tersebut, 57 pasien tertular di RS, terdiri atas 40 pasien petugas kesehatan dan 17 pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Rumah sakit telah menjadi tempat penularan nCoV di rumah sakit ini.

Kita juga memaklumi seba­gian masyarakat yang memilih berobat ke Singapura dengan berbagai alasan. Dari berbagai in­­­formasi yang didapat, terma­suk keterangan dari pasien yang berobat ke Singapura, mereka merasa bahwa komu­ni­kasi dok­ter-pasien di In­­­donesia me­­rupakan salah satu ma­salah ke­­­napa mereka berobat ke Si­nga­pura. Mere­ka mera­sa tidak men­dapat jawab­an yang pasti tentang pe­nyakit dan rencana selanjutnya pengobat­an.

Mere­ka se­be­nar­nya pe­r­­­ca­ya bahwa ke­mam­pu­an dok­ter-dokter ahli In­donesia tidak kalah dengan dokter Si­ngapu­ra. Akan tetapi, me­reka ber­­alasan bah­wa waktu un­tuk berdiskusi dengan dokter ahli Indonesia sedikit dan mereka melihat dok­­ter-dok­ter Indonesia terla­lu dibebani banyak pasien.

Mudah-mudahan ke depan hal ini bisa diperbaiki. Hal itu mengingat sebagian masyara­kat yang biasa berobat ke Si­­­ngapura akan berpikir dua kali untuk berobat ke sana saat ini karena kondisi negara itu dalam keadaan kewaspadaan yang tinggi atas penyakit infek­si virus korona.

Rumah sakit top di kota-kota besar juga bisa memberikan pelayanan yang terbaik buat masyarakat kita yang biasa berobat di Singapura. Namun, kondisi perkembangan penyebaran infeksi korona saat ini di Singapura menunda mereka untuk kontrol atau berobat ke sana.

Kesempatan bagi pelayanan kesehatan terbaik negeri ini menunjukkan bahwa kita bi­­­sa memberikan pelayanan terbaik, sama baiknya saat mereka mendapatkan pelayanan tersebut di Singapura.

Sejauh yang saya ketahui, berbagai tindakan advanced di bidang kedokteran dapat diker­jakan di Indonesia, seperti transplantasi ginjal, transplantasi hati, radioterapi dengan alat-alat mutakhir, robotik, sarana-prasarana gama knife, juga sel punca di bidang ortopedi dan neurologi. Lalu, ada advanced gastroenterologi dan hepatologi serta operasi-operasi canggih di bidang bedah saraf, THT, dan mata, juga tindakan-tindakan lainnya.

Tentu kita berharap infeksi ini tidak menyebar di Indone­sia. Oleh karena itu, upaya pen­cegahan harus dilakukan terutama oleh orang-orang yang berasal dari Tiongkok, juga negara tetangga dengan jumlah yang besar seperti Singa­­pura, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, Jepang, dan Vietnam.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik