Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Urgensi Revisi Permendiknas No 70/2009

Tio Tegar Wicaksono Pegiat Isu Disabilitas
28/1/2019 05:10
Urgensi Revisi Permendiknas No 70/2009
(MI/Seno)

SAMPAI saat ini, ketentuan sektoral yang mengatur penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia terdapat pada Permendiknas No 70/2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

Namun, mengingat regulasi itu diundangkan pada 2009, aturan ini belum mengacu pada United Nations Convention on the Rights for Persons with Disabilities (UNCRPD), yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang No 19/2011 dan juga Undang-Undang No 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Alhasil jika ditinjau lebih teliti, dengan mudah akan dijumpai hal-hal dalam Permendiknas No 70/2009 yang tidak sesuai dengan UNCRPD dan UU No 8/2016. Ketidaksesuaian tersebut dapat dijumpai mulai penggunaan terminologi hingga substansi norma yang terkandung di dalamnya.

Selain itu, pengaturan mengenai pendidikan inklusif dalam Permendiknas No 70/2009 terlihat setengah-setengah dalam mendorong realisasi pendidikan inklusif di Indonesia. Akibatnya, para penyandang disabilitas berpotensi mengalami kerugian dalam mendapatkan hak mereka di bidang pendidikan.

Urgensi perubahan regulasi
Setidaknya terdapat empat alasan mengapa perubahan regulasi mendesak untuk dilakukan. Pertama, soal penggunaan terminologi. Permendiknas No 70/2009 masih menggunakan terminologi 'peserta didik berkelainan' untuk menyebut siswa penyandang disabilitas.
Hal ini tentu menjadi sebuah permasalahan karena penggunaan terminologi 'peserta didik berkelainan' tidak jauh berbeda dengan penggunaan istilah penyandang cacat untuk menyebut penyandang disabilitas.

Penggunaan diksi 'berkelainan' dan 'penyandang cacat' sama-sama memfokuskan penyebutan pada kelainan atau kecacatan yang dimiliki seseorang. Padahal, sekarang paradigma yang banyak dianut telah berubah.

Disabilitas dimaknai bukan lagi sekadar kecacatan yang dialami seorang individu, melainkan juga karena adanya lingkungan sosial yang tidak mengakomodasi perbedaan yang dimiliki penyandang disabilitas.

Kedua, tidak semua jenis disabilitas diakomodasi dalam Permendiknas No 70/2009. Sebagai contoh, jika melihat Pasal 3 Permendiknas No 70/2009, akan ditemukan bahwa regulasi itu tidak secara komprehensif mengatur jenis-jenis disabilitas yang berhak mendapatkan pendidikan inklusif.

Salah satu jenis disabilitas yang tidak diatur dalam regulasi itu ialah penyandang disabilitas psikososial yang termasuk ke kategori disabilitas mental berdasarkan UU No 8/2016. Hal itu tentu berpotensi merugikan penyandang disabilitas psikososial karena regulasi yang ada justru tidak mengakomodasi hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, tetapi malah mengabaikan keberadaan penyandang disabilitas psikososial.

Selain itu, pengaturan itu akan berdampak pada semakin kuatnya stigma dalam masyarakat yang menganggap penyandang disabilitas psikososial sebagai orang gila dan tidak pantas mendapatkan hak-hak mereka.

Ketiga, Permendiknas No 70/2009 hanya mewajibkan pemerintah untuk menunjuk satu sekolah inklusi saja pada tiap jenjang di setiap kecamatan.

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 Permendiknas No 70/2009 itu tentu sangat berpotensi merugikan penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Hal itu disebabkan ketentuan tersebut dapat menjadi celah hukum yang digunakan sebagai alasan penolakan peserta didik disabilitas oleh sekolah-sekolah lain yang tidak ditunjuk sebagai penyelenggara sekolah inklusi oleh pemerintah.

Selain itu, ketentuan itu bertentangan dengan UU No 8/2016 yang mendorong agar peserta didik disabilitas dapat bersekolah di institusi pendidikan yang terdekat dari rumah mereka agar mempermudah akses peserta didik disabilitas saat menuju ke sekolah. Selain bertentangan dengan UU No 8/2016, ketentuan dalam Permendiknas No 70/2009 juga sangat berpotensi menghambat percepatan realisasi pendidikan inklusif di Indonesia.

Keempat, pengaturan mengenai ketersediaan guru pembimbing khusus. Selama ini guru pembimbing khusus yang berfungsi untuk menunjang pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah ialah guru-guru dari sekolah luar biasa yang diperbantukan di sekolah-sekolah inklusif. Artinya guru-guru tersebut tidak dapat mendedikasikan waktu lebih banyak dalam pelaksanaan pendidikan inklusif karena harus membagi waktu dengan kewajiban mengajar di sekolah luar biasa.

Implikasi yang akan muncul ialah pendidikan inklusif sulit berjalan secara optimal. Permendiknas No 70/2009 pun hanya mengatakan bahwa pemerintah wajib membantu ketersediaan guru pembimbing khusus dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Jelas ini merupakan peraturan yang sangat tidak komperehensif. Ini berarti Permendiknas No 70/2009 harus segera direvisi dengan memuat pengaturan yang lebih menyeluruh mengenai guru pembimbing khusus, mulai aspek kesejahteraan hingga aspek peningkatan kualitas.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, revisi Permendiknas No 70/2009 mutlak dan segera harus dilakukan. Bukan saja karena menimbang alasan kemungkinan kerugian yang dapat menimpa para peserta didik penyandang disabilitas, tetapi juga demi alasan yang lebih besar dan fundamental bagi bangsa Indonesia, yaitu demi menjamin terlaksananya pendidikan yang lebih inklusif yang sejalan dengan semangat semboyan bangsa Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda, tetapi satu jua.

Semboyan yang mengusung makna bahwa perbedaan ialah anugerah dan menjadi kekuatan bangsa. Semboyan yang tak mempersoalkan perbedaan dan menyiratkan perlakuan yang sama serta menjunjung rasa keadilan. Semboyan yang dalam konteks pendidikan semestinya diterjemahkan sebagai kewajiban setiap institusi pendidikan untuk mengakomodasi berbagai perbedaan yang dimiliki peserta didik yang ada di dalamnya.

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik