Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Gelaran Hoaks Jelang Debat Kandidat Pilpres 

Kennorton Hutasoit Kandidat Magister Ilmu Komunikasi (Konsentrasi Politik) Universitas Mercu Buana, jurnalis televisi di Jakarta 
16/1/2019 14:25
Gelaran Hoaks Jelang Debat Kandidat Pilpres 
(Dok.pribadi)

MASA kampanye Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019 sudah memasuki bulan keempat, sejak dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin (nomor urut 01) dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno (nomor urut 02), ditetapkan pada 20 September 2018. 

Kedua pasangan capres-cawapres ini akan menunjukkan kemampuan dan kelebihannya, untuk menarik perhatian pemilih pada debat kandidat yang akan dilaksanakan pada 17 Januari 2019. Debat kali ini merupakan  perdana dari 5 kali debat yang akan diselenggarakan KPU. 

Debat kandidat capres-cawapres pertama kali diselenggarakan oleh KPU pada Pilpres 2004. Jika dibandingkan dengan debat capres-cawapres pada Pilpres Amerika Serikat yang sudah dimulai sejak 1976, penyelenggaraan debat capres-cawapres di Indonesia masih sangat baru. 

Menurut Bruce I Newman (1999:396) dalam bukunya berjudul Handbook of Political Marketing menyatakan dalam persiapan debat kandidat capres-cawapres, pada dasarnya ada dua fase yaitu; pertama untuk menyusun strategi dan persiapan yang akan memproyeksikan kandidat sebagai presiden yang penampilan dan perilakunya baik, pengetahuan tentang masalah baik, dan memiliki kemampuan mengatur bangsa yang baik. Fase kedua adalah membuat pemilih merasa positif terhadap kandidat. 

Melihat isu publik yang berkembang menjelang debat capres-cawapres, masih jauh dari kampanye visi, misi, dan program yang bisa memperbaiki penampilan masing-masing capres-cawapres. Kenyatannya, kanal-kanal informasi mulai dari media massa cetak, elektronik, daring, media sosial, dan chat group WhatsApp justru diramaikan oleh informasi tentang hoaks.  

Hoaks terkini adalah tujuh kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, berisi surat suara yang sudah dicoblos. Hoaks ini hampir sama hebohnya dengan drama kebohongan Ratna Sarumpaet. 

Kasus hoaks tujuh kontainer surat suara bermula dari rekaman seorang diduga bersuara laki-laki pada Rabu (2/1) yang beredar di media sosial dan aplikasi WhatsApp. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief mencuit di akun Twitternya, @AndiArief dengan follower hampir 100 ribu akun, pada Rabu (2/1); "Mohon dicek, kabarnya ada tujuh kontainer surat suara yang sudah dicoblos di Tanjung Priok. Supaya tidak fitnah harap dicek kebenarannya. Karena ini kabar sudah beredar."  

KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan Polri bergerak mengecek kebenarannya ke Tanjung Priok. Hasilnya, tidak ada tujuh kontainer surat suara, artinya informasi tersebut adalah hoaks. Laman humaspolri.go.id yang diakses Rabu (9/1) pukul 19.15 WIB merilis Polri telah menetapkan 4 tersangka kasus hoaks surat suara tercoblos yaitu BBP sebagai pembuat rekaman suara/voice note yang disebarkan ke WhatsApp Group dan media sosial. Kemudian J, HY, dan LS sebagai penyebar hoaks di media sosial. 

CNNIndonesia.com pada Selasa (8/1) pukul 20.11 WIB memberitakan bahwa BBP yang dirilis Polri adalah Bagus Bawana Putra yang merupakan Ketua Umum Dewan Koalisi Relawan Nasional. Namun dalam pemberitaan sindonews.com (10/1), Fadli Zon selaku Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi membantahnya.  

Kebohongan demi kebohongan

Sebelumnya, kasus Ratna Sarumpaet yang bermula dari pengakuan Ratna Sarumpaet sebagai korban penganiayaan yang fotonya disebarluaskan melalui Facebook, WhatsApp, dan Twitter diidentifikasi sebagai hoaks. 

Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus calon presiden 2019 Prabowo Subianto turut memberikan pernyataan mengenai kabar dikeroyoknya Ratna. Saat itu, Prabowo sempat mengatakan bahwa perlakuan terhadap Ratna adalah tindakan represif dan melanggar HAM. 

Kebohongan Ratna  terbongkar setelah penyelidikan oleh polisi, dan ia pun mengelar konferensi pers mengakui telah berbohong. Tak lama kemudian Prabowo Subianto menggelar jumpa pers menyampaikan permintaan maaf kepada publik karena telah ikut meyuarakan sesuatu yang belum diyakini kebenarannya. Ratna Sarumpaet ketika itu aktif di Badan Pemangan Nasional (BPN) capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Hoaks lain yang begitu mudah kita temui di dunia maya adalah; 25 bukti yang menyebutkan bahwa Jokowi seorang PKI, rezim anti Islam, rezim antek Aseng, presiden boneka, PKI bangkit, Jokowi antek China, dan sebagainya. 

Konten-konten hoaks yang menyerang pribadi Jokowi ini sudah beredar sejak Pilpres 2014. Konten-konten hoaks yang memuat tuduhan PKI, anti Islam, antek asing, dan Cina, berdasarkan pengakuan La Nyalla Mahmud Mattalitti, dialah yang membuat dan menyebarkannya. 

La Nyalla adalah pengurus Partai Gerindra ketika itu dan termasuk tim sukses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pilpres 2014. Pengakuan dan permintaan maaf La Nyalla tentang fitnahyang dilakukannya diberitakan berbagai media termasuk sindonews.com pada 11 Desember 2018. 

Berbagai kasus hoaks yang dituduhkan kepada Jokowi belakangan ini, menunjukkan bahwa hoaks diproduksi dan disebarluaskan untuk kepentingan pemenangan Pilpres 2019. Narasi-narasi yang dibangun para pembuat dan penyebar hoaks dalam tiga kasus ini terungkap. 

Walter Fisher (1987) dalam Heriyanto (2017) mengatakan tidak semua narasi memiliki kekuatan (power) yang sama untuk dipercayai. Menurutnya, narasi yang memiliki power memenuhi dua hal prinsip rasionalitas naratif yaitu koherensi (coherence) dan kebenaran (fidelity). 

Dalam hal kasus drama Ratna Sarumpaet, tujuh kontainer surat suara dicoblos, dan tuduhan PKI, anti Islam, antek asing, dan Cina terhadap Jokowi, telah terungkap sebagai berita bohong atau hoaks. Dengan demikian, narasi-narasi tidak lagi memiliki power karena tidak memenuhi prinsip koherensi dan kebenaran. 

Menyebarluaskan hoaks atau fake news, istilah di Amerika Serikat, dalam jumlah banyak melalui banyak kanal dengan cepat dan berulang-ulang merupakan karakteristik propaganda model firehose of falsehood ala Rusia yang berhasil di Pilpres Amerika Serikat 2016 dengan kemenangan Donald Trump dan kemenangan Jair Bolsonaro di Pilpres Brasil 2018. 

Di Indonesia, model propaganda ini tidak akan berhasil sepanjang narasi-narasi bohong atau hoaks tersebut dapat diidentifikasi dan ditangkal sejak awal.  

Produksi dan penyebarluasan hoaks berpotensi semakin marak hingga hari pemungutan suara Pileg dan Pilpres serentak 17 April 2019.  Laman www.kominfo.go.id milik Kementerian Komnukasi dan Informatika pada 2 Januari 2019 merilis terdapat 62 konten hoaks terkait Pemilu sejak Agustus hingga Desember 2018. 

Simpatisan, tim sukses, dan kandidat baik Jokowi-Ma’ruf maupun Prabowo-Sandi sudah saatnya secara bersama-sama menangkal hoaks. Saat ini yang paling penting bagaimana membuat masing-masing capres-cawapres menunjukkan penampilan, perilaku, pengetahuan, dan kemampuan mengelola bangsa yang terbaik saat tampil pada debat capres-cawapres nanti. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya