Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Fokus

Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.

2018, Tahun Derita

Mathias S Brahmana Wartawan Media Indonesia
31/12/2018 09:20
2018, Tahun Derita
(DOK.MI)

SELAMAT tinggal 2018. Besok 2019. Tahun berganti. Namun, warga Gang Tunas III di Jalan Imam Bonjol RT 003 RW 005, Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, Banten, tak akan mudah melupakan goresan luka di tahun yang segera berlalu.

Selama 2018, mereka bak berada dalam arena tarung bebas. Diteror, dibanting, dikunci, dan diempaskan. Dua kali jatuh terjerembap dan hampir tak bisa berdiri. Peristiwa paling membuat mereka tak sanggup berdiri terjadi 15 Maret 2018. Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, memutuskan menerima gugatan Hertati Suliarta.

Artinya, penggugat dinyatakan sebagai pemilik lahan seluas 6.965 meter di lokasi yang warga huni selama ini. Warga benar-benar tak sanggup berdiri karena pengacara mereka sebelumnya menyatakan pihak Hertati telah mencabut gugatan dalam proses persidangan di PN Tangerang.

Warga pun tenang dan merasa perkara telah berhenti. Pencabutan perkara membuat mereka merasa sebagai pihak berhak di lokasi kawasan pusat Kota Tangerang itu.

Ternyata pada 15 Maret 2018, datang pemberitahuan dari PN Tangerang yang menyatakan menerima gugatan Hertati Suliarta dalam perkara Nomor 514/Pdt.G/2017/PN.TNG.

Warga tidak percaya, tetapi itu nyata. Bagaimana bisa perkara sudah dicabut tapi kemudian terbit putusan? Perkara perdata yang umumnya butuh waktu panjang bisa selesai dalam tempo dua bulan. Warga jadi bertanya, siapa orang kuat di balik Hertalita.  

Warga tidak menyerah. Melalui pengacara yang baru, Arjuna Ginting dan Ridwan Tarigan, warga mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banten di Kota Serang. Arjuna dan Ridwan merupakan pengacara kelima. Terdahulu, gonta-ganti pengacara terjadi empat kali dalam tempo singkat menunjukkan warga yang umumnya dari kalangan ekonomi lemah merasa kesulitan mendapatkan keberpihakan dari penasihat hukum sendiri.   

Lagi-lagi di luar dugaan. PT Banten juga memutus perkara dengan cepat. Perkara perdata yang lazimnya selesai di atas satu tahun putus dalam tempo empat bulan. Perlawanan Arjuna dan Ridwan kandas di tingkat banding.

Juru sita pengganti PN Tangerang, Chuzamiah, menyampaikan PT Banten menguatkan putusan PN Tangerang No 514/Pdt.G/2017/PN.Tng. Surat pemberitahuan tersebut tanpa menyebutkan hari dan tanggal, tetapi tercatat pada Desember 2018.

Surat itu buru-buru direvisi pada hari lain dengan melayangkan surat kedua dengan isi sama. Kali ini kolom hari sudah terisi (Kamis) dengan bekas tipeks serta kolom tanggal juga sudah diisi 27 Desember.

“Pengadilan mudah sekali mengganti-ganti surat pemberitahuan. Kadang tanpa tanggal, kali lain pakai tanggal. Ada tipeks yang menunjukkan terjadi kesalahan. Warga dimain-mainkan, padahal ini merupakan hidup mati kami,” cetus Thio Lian Seng, 60, salah satu warga pembanding dengan mata menyala menahan emosi, kemarin.

Entahlah, mengapa PN Tangerang yang melayangkan surat putusan PT Banten. Warga menyikapi putusan itu dengan pepatah lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup becermin bangkai. Mereka memutuskan akan terus memperjuangkan hak yang diterima dari warisan orangtua dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

MA benteng harapan mereka terakhir. “Kami tidak tahu akan tinggal di mana jika nanti MA juga mengalahkan kami. Bagaimana nanti kami puasa dan di mana kami merayakan Lebaran,” cetus istri Sukanta berlinang air mata.

Istri Sukanta larut dalam pilu karena rumah yang ditempati merupakan kediaman satu-satunya. Di rumah seluas 90 meter persegi itulah keluarga besarnya berlindung. Semuanya tujuh kepala keluarga.

Pekerjaan Sukanta sebagai pengemudi angkot, ada juga kepala keluarga yang buruh pabrik, atau keluarga adik ipar yang berdagang gado-gado, tidak memungkinkan mereka mampu mengontrak rumah untuk tujuh kepala keluarga.  

Pakar hukum agraria Dr Husdi Herman SH MM melihat sejumlah keganjilan atas bekas tanah negara tersebut. Penerbitan sertifikat hak milik (SHM) oleh BPN Kota Tangerang kepada Hertati Suliarta yang ditandatangani Barkah Songka pada 10 Januari 2002, misalnya, tanpa sepengetahuan warga yang sudah turun-temurun tinggal di lokasi.  

“Permohonan harus berdasarkan bukti pembayaran pajak dan surat girik karena objek merupakan bekas tanah negara. BPN juga harus memegang surat pernyataan tidak sengketa dari Kelurahan Sukajadi. Ada enggak surat itu? Sebelum mengeluarkan sertifikat, terlebih dahulu dilakukan pengukuran. BPN bertemu dengan warga yang tinggal di sana. Warga tentu mempertanyakan alasan pengukuran. Jika terjadi sengketa, SHM enggak boleh diterbitkan,” cetus Husdi Herman.

Lurah Sukajadi H Mulyani yang membawahkan wilayah sengketa menyatakan tidak menemukan catatan ataupun arsip terkait dengan kepemilikan tanah atas nama Hertati Suliarta. Faktanya, Hertati yang konon sudah berusia di atas 85 tahun tetap mendapatkan SHM.

Menurut Husdi, seharusnya justru warga lebih layak mendapatkan SHM karena memiliki surat girik dan pembayaran pajak sejak 1948. Satu-satunya kelalaian warga, lanjut pengajar hukum di sejumlah perguruan tinggi itu, ialah tidak mengurus SHM.  

Husdi yang banyak berkiprah di Mahkamah Konstitusi dan juga terlibat menangani sejumlah perkara sengketa tanah kelas kakap mendorong warga agar membawa keganjilan-keganjilan tersebut ke lembaga berwenang.  Penerbitan SHM Hertalita perlu dipertanyakan ke Ombudsman Republik Indonesia dan keganjilan putusan PN Tangerang dan PT Banten agar dicermati Komisi Yudisial (KY).

Bagi warga Gang Tunas III, nama Jokowi akan menjadi benteng terakhir. “Kami akan meminta perlindungan hukum kepada KY untuk mengkritisi putusan PN Tangerang dan PT Banten. Kami juga akan mendatangi Ombudsman agar memeriksa penerbitan SHM Hertalita. Jika semua kekeliruan yang terjadi tetap menghilangkan hak warga, kami akan datang kepada Pak Jokowi,” tandas Thio Lian Seng.

“Proses kasus ini sudah dua tahun. Banyak teror menyakitkan. Saya memohon Tuhan melindungi kami pada 2019,” ucapnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya