Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Investigasi Hukum Kecelakaan Pesawat

Agus Riewanto Dosen Fakultas Hukum dan Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
31/10/2018 00:30
Investigasi Hukum Kecelakaan Pesawat
(MI/Duta)

HARI-HARI ini pemberitaan media tertuju pada kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 Rute Jakarta-Pangkalpinang yang membawa 189 orang penumpang dan awak pesawat. Pesawat dipastikan jatuh di perairan Karawang Jawa Barat karena telah ditemukan serpihan pesawat dan sejumlah potongan tubuh korban.

Keterbukaan informasi
Peristiwa kecelakaan pesawat terbang ini, bukanlah yang pertama kali terjadi di Tanah Air, bahkan kerap kali terjadi. Namun, salah satu aspek yang luput dari perhatian publik ialah aspek investigasi kecelakaan pesawat yang jarang dilakukan secara terbuka. Akibatnya, publik tidak dapat mengetahui secara pasti penyebab kecelakaan pesawat, dan juga tidak mengetahui penanggung jawab utama atas terjadinya kecelakaan pesawat udara.

Padahal, informasi ini penting bagi publik dan juga maskapai penerbangan lainnya sebagai bagian dari akuntabilitas pelayanan publik. Sebagaimana amanat UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Media acap kali hanya memberitakan proses pencarian puing-puing pesawat terbang, beserta korban dan proses evakuasinya. Namun, melupakan aspek akibat hukum dari kecelakaan pesawat terbang. Begitu pesawat terbang dan semua korban ditemukan dan dievakuasi, maka seolah-olah telah berakhir.

Itulah sebabnya pemberitaan media atas kecelakaan pesawat terbang seolah-olah hanya menjadi hiburan semata dan komoditas komersial. Padahal, publik sangat memerlukan informasi hukum untuk menemukan aspek penyebab kecelakaan pesawat dan penanggungjawab pidana serta aspek ganti rugi perdata terhadap korban, pihak ketiga berupa pengirim dan penerima barang jasa pesawat tersebut.

Berdasarkan ketentuan dalam Annex 13 Konvensi Chicago 1944 (Chicago Convention on International Civil Aviation) yang merupakan regulasi pokok internasional tentang manajemen pesawat penerbangan sipil, menyatakan bahwa kecelakaan pesawat udara sipil, baik karena kecelakaan berupa adanya unsur malapetaka dan kehilangan total maupun hanya karena sebuah kecelakaan ringan diwajibkan untuk diinvestigasi secara cermat.

Investigasi teknis
Sayangnya, investigasi kecelakaan pesawat udara sipil selama ini lebih didominasi model investigasi teknis, berupa mencari penyebab teknis instrumen mesin dan teknologi pesawat yang menyebabkan terjadi kecelakaan pesawat.

Rekomendasi investigasi teknis ini pasti hanya berkutat pada soal upaya pencegahan agar kecelakaan tidak terjadi di kemudian hari. Sementara itu, model investigasi hukum, berupa mencari siapa yang paling bersalah dan bertanggung jawab secara pidana akibat terjadinya kecelakaan pesawat udara, dan pemberian sanksi hukuman kepada pihak-pihak yang diduga penyebab terjadinya kecelakaan pesawat tidak mendominasi dalam investigasi kecelakaan pesawat udara sipil di dunia.      

Akibatnya, pascaterjadinya kecelakaan pesawat udara tak pernah terdengar pihak-pihak mana saja yang bersalah dan bertanggung jawab, lalu kapan dijatuhi hukuman agar peristiwa tersebut tak terulang?

Di Indonesia berdasarkan ketentuan dalam UU No 1/2009 tentang Penerbangan, juga menganut model investigasi teknis bukan investigasi hukum. Misalnya, Pasal 357 ayat (1) menyatakan: pemerintah melakukan investigasi dan penyelidikan lanjutan mengenai penyebab setiap kecelakaan dan kejadian serius pesawat udara sipil yang terjadi di wilayah RI.  

Tidak terdapat pernyataan investigasi hukumnya. Bahkan, dalam Pasal 359 ayat (1) UU No 1/2009 tentang Penerbangan tegas menyatakan: Hasil investigasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses peradilan. Berdasarkan ketentuan UU Pokok Penerbangan ini, maka Indonesia menganut sistem pemisahan antara investigasi teknis dan hukum. Investigasi teknis lebih diutamakan ketimbang investigasi hukum.

Investigasi hukum
Secara teoretis menurut H Wassenbergh dalam Atip L (221: 2013) menyatakan, bahwa sesungguhnya tujuan utama investigasi kecelakaan pesawat udara ialah untuk menjamin keamanan penerbangan. Maka dari itu, sistem investigasi kecelakaan pesawat udara di Indonesia seharusnya tidak memisahkan model investigasi teknis dan hukum.  

Ke depan, perlu dilakukan pembaruan terhadap model investigasi kecelakaan pesawat udara di Indonesia, yakni mengutamakan model investigasi hukum yang tujuannya untuk meyakinkan bahwa kecelakaan pesawat udara tidak selalu disebabkan faktor teknis, berupa pesawat udara itu sendiri (mesin), tetapi bisa juga disebabkan faktor manusia, lingkungan, kejahatan pesawat udara, dan pengelola. Oleh karena itu, siapa pun yang terlibat dalam penyebab kecelakaan pesawat udara harus dijatuhi sanksi hukuman.

Pembaruan model investigasi yuridis dalam kecelakaan pesawat udara di Indonesia akan berpengaruh secara positif. Bukan saja bagi keselamatan penerbangan, melainkan juga akan menjadi pelajaran bagi pihak mana pun yang terlibat dalam kecelakaan pesawat untuk lebih berhati-hati. Karena jika lalai, pasti akan dapat dikenai tindakan pidana, maupun sanksi administrasi berupa: pembekuan izin maskapai penerbangan, sampai pada penjatuhan sanksi pidana lainnya yang menimbulkan efek jera.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya