Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
KAJIAN ini bertujuan untuk mengetahui apakan keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 2018 ini bertentangan dengan UU atau bahkan dengan Undang-Undang Dasar. Jawaban terhadap pertanyaan ini penting manakala ada keinginan untuk melakukan upaya koreksi terhadap PP tersebut.
Dalil utama dari koreksi terhadap PP tersebut adalah pertama, PP No 24 Tahun 2018 tidak diperintahkan secara tegas oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2017. Kedua, PP tersebut menghilangkan kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal yang sudah diakui dan diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 serta membentuk lembaga baru yang disebut Lembaga OSS (Online Single Submission).
Koreksi terhadap Peraturan Pemerintah yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang dapat ditempuh melalui jalur politik dan hukum. Jalur politik adalah penggunaan fungsi pengawasan DPR untuk mengingatkan dan bahkan meminta Pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah. Namun kewenangan untuk mencabut Peraturan Pemerintah tetap berada di tangan Pemerintah dalam hal ini Presiden.
Kedua, adalah melalui jalur hukum dengan melakukan pengujian oleh Mahkamah Agung. Masyarakat yang menilai PP No 24 Tahun 2018 ini bertentangan dengan Undang-Undang, baik Undang-Undang No 25 Tahun 2007 maupun Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dapat mengajukannya ke Mahkamah Agung.
Namun sebelum melakukan kedua upaya tersebut, baik melalui jalur politik maupun hukum, perlu dicermati dengan seara sistematis, kritis, dan mendalam terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tersebut. Kajiannya dapat disederhanakan pada dua perspektif, yaitu yuridis formal mengenai pembentukan PP tersebut, serta substansi atau materinya.
Pertama, aspek yuridis formal berdasakan ilmu perundang-undangan, khususnya ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, apakah PP Nomor 24 Tahun 2018 sah atau dibenarkan dibuat tanpa ada perintah secara tegas untuk membuat PP tentang Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik?
Jawabannya bisa. Sebab, makna Peraturan Pemerintah itu sendiri, baik dasar konstitusional pembentukannya Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, maupun pengertian Peraturan Pemerintah (PP) menurut Undang-Undang No 12 Tahun 2011 merupakan kompetensi penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden, yang salah satunya dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang sebagaimana semestinya.
Penjelasan Pasal 12 mengenai Peraturan Pemerintah dalam UU No 12 Tahun 2001 menyatakan bahwa “yang dimaksud dengan “menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.
Frasa “atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan” tersebut menjadidasar hukum bahwa Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meskipun tidak diperintahkan oleh Undang-Undang.
Oleh karena itu, walaupun Pasal 25 tidak secara tegas memerintahkan pembentukan PP mengenai perijinan namun karena materinya mengenai perijinan, sehingga masih dalam lingkup pelaksanaan Pasal 25 serta dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah (Pasal 6) dan pembinaan dan pengawasan (Pasal 7) UU No 23 Tahun 2018 yang juga menjadi ketentuan menimbang dari PP tersebut. Dengan demikian, secara formil keberadaan PP ini sangatlah kuat.
Kedua, aspek substansi, apakah bertentangan dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2007? PP ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 karena membentuk lembaga baru dan menghilangkan kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang diatur dalam UU No 25 Tahun 2007. Jawabannya tidak.
1. Merujuk kepada Pasal 25 yang menjadi ketentuan menimbang dari PP tersebut, jelas bahwa PP ini membatasi diri mengatur khusus mengenai perijinan.
2. Perlu dicermati, dan ini penting, bahwa Pasal 25 UU No 25 Tahun 2007 sama sekali tidak menyebutkan Badan Koordinasi Penanaman Modal, apalagi menyatakan bahwa BKPM berwenang memberikan ijin berusaha. Sama sekali tidak. OLeh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa kewenangan memberikan izin berusaha menurut UU Nomor 25 Tahun 2007 berada di tangan BKPM sangatlah keliru. Hal ini perlu ditegaskan, karena salah satu persoalan yang muncul adalah bahwa dengan diberikanyanya kewenangan memberikan izin kepada Lembaga OSS, lalu diinterpretasi mengambil mengambil alih kewenangan BKPM.
3. Pendapat tersebut keliru, karena sesungguhnya menurut UU No 25 Tahun 2007 dan UU tentang Pemerintahan Daerah kewenangan memberikan ijin berusaha berada di tangan Menteri, Gubernur, Bupati/Wali Kota dan pejabat lainnya yang ditetapkan oleh Undang-Undang.
4. Bahwa dalam Pasal 28 huruf j terdapat tugas dan fungsi BKPM mengkoordinasikan dan melaksanaakan pelayanan terpadu satu pintu, tetapi rumusan ini tidak dapat dimaknai kewenangan perijinan itu dialihkan kepada BKPM, sebab kewenangan tetap di instansi terkait hanya dilaksanakan di BKPM.
5. Urusan perizinan dan koordinasi kebijakan jelas berbeda, oleh karena itu secara empirik di beberapa daerah dibentuk Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizian Terpadu. Artinya, berbeda antar fungsi dan lembaga koordinasi dan fungsi dan lembaga perizinan. Dengan demikian interpretasi yang menyatakan PP ini menggeser BKPM, karena UU No 25 Tahun 2007 mengamanatkan kewenangan perijinan ini kepada BKPM tidaklah tepat, sebab lagi-lagi Pasal 25 UU No. 25 Tahun 2007 sama sekali tidak menyebutkan perijinan diberikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.
6. Dalam PP No 24 Tahun 2018 Lembaga OSS mendapatkan kewenangan memberikan izin dari Menteri, Gubernur, Bupati/WaliKota dan pejabat lainnya yang diberikan wewenang menurut UU, bukan dari BKPM. Sehingga dalam hal ini, Lembaga OSS bukan menggeser keberadaaan BKPM.
Berdasarkan ulasan di atas, maka posisi pemerintah untuk mempertahankan PP tersebut sangatlah kuat, baik karena secara yurifis formil pembentukannya tidak bertentangan dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2011 bahkan mendapat landasan yang kuat dari Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 dan secara substantif memang dikususkan untuk menangani perizinan yang merupakan kewenangan dari Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota.
Oleh karena itu, kehadiran PP ini tidak dapat dimaknai mengambil alih tugas BKPM. Kemungkinan struktur kelembagaannya nanti adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Lembaga Pengelolan dan Penyelenggara OSS. Nomenklatur ini hampir sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atau Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanan Pembangunan Nasional.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved